Muhammad Iqbal ;Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia,
Mantan Ketua PPI Malaysia 2007-2008
SUMBER : REPUBLIKA, 24 Mei 2012
Jakarta saat ini menjadi pusat perhatian utama masyarakat Indonesia. Salah satu agenda penting Ibu Kota Jakarta adalah pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Sebanyak enam pasangan calon yang akan berkompetisi merebut DKI 1 merupakan calon berkualitas dan berpengalaman dengan beradu konsep dan strategi untuk meraih simpati masyarakat pemilih. Salah satu permasalahan yang menjadi tema utama calon gubernur dan wakil gubernur itu adalah solusi mengatasi macet di Jakarta.
Ibu Kota Indonesia ini dihuni sekitar 10 juta penduduk. Kemacetan merupakan penyakit utama kota besar metropolitan. Di Jakarta dan sekitarnya, kemacetan sudah menjadi makanan seharihari penduduk yang bermukim di sana.
Jumlah kendaraan yang melintas melebihi kapasitas jalan sehingga kemacetan tidak bisa dihindari.
Namun, di beberapa negara ASEAN, khususnya negara jiran, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, sudah membenahi sistem transportasinya. Salah satu model transportasi yang bagus yang bisa kita jadikan contoh adalah Malaysia. Infrastruktur transportasi di negara itu tergolong bagus dan modern.
Tak heran bila kunjungan wisatawan asing dari tahun ke tahun terus meningkat, termasuk wisatawan dari Indonesia.
Mengatasi Kemacetan
Malaysia baru merdeka pada 31 Agustus 1957, atau 12 tahun setelah Indonesia. Namun, pembangunan dan perekonomian di Malaysia berkembang sangat pesat, khususnya dalam pembangunan infrastruktur.
Dahulu, Kuala Lumpur juga mengalami masalah dalam mengatasi kemacetan. Sejumlah strategi dikembangkan untuk mengatasi kemacetan yang ada di Kuala Lumpur. Salah satunya adalah dengan memindahkan Kuala Lumpur yang ketepatan menjadi Ibu Kota Malaysia dan pusat pemerintahan, ke daerah Put rajaya. Jarak Putrajaya ke Kuala Lumpur sekitar 22 kilometer.
Pada saat Mahatir Mohammad menjadi perdana menteri Malaysia, negara tersebut mengalami kemajuan ekonomi yang sangat signifikan. Kota Kuala Lumpur yang semrawut dengan kemacetannya satu per satu diurai. Caranya dengan membagi beberapa koridor pembangunan infrastruktur untuk pemerataan dan mengurai kemacetan di sana.
Memindahkan ibu kota pemerintah dari Kuala Lumpur ke Putrajaya adalah sebuah langkah berani. Putrajaya adalah sebuah kawasan pusat pemerintah di mana bangunan Kantor Perdana Menteri dan seluruh kementerian berada dalam satu kawasan terpadu.
Dengan memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya, tentu saja membuat konsentrasi kemacetan terurai dan Kuala Lumpur tidak disibukkan oleh urusan administrasi. Sebaliknya, wilayah itu fokus pada pusat bisnis dan wisata. Pemerintah Malaysia membagi walayahnya dengan beberapa koridor sehingga bisa memecah kepadatan aktivitas penduduk di Kuala Lumpur.
Di samping itu, Pemerintah Malaysia membangun transportasi kereta api dan bus secara terintegrasi. Untuk transportasi kereta api ada berbagai jenis, Kereta Tanah Melayu (KTM) yang berbentuk komuter kereta listrik yang bisa mengangkut ribuan penumpang setiap harinya. Juga ada LRT, kereta api yang berjalan sesuai dengan program komputer tanpa pengemudi. Selain itu, ada juga starline dan Kereta Ekspress ke Kuala Lumpur International Airporth (KLIA).
Untuk transportasi bermotor, pemerintah menyediakan bus yang dinamakan Rapid KL yang terintegrasi dengan kereta api dalam setiap terminalnya. Untuk menyatukan semua sistem, pemerintah membangun pusat terpadu yang dinamakan Kuala Lumpur Sentral (KL Sentral) yang menjadi terminal pusat pertemuan semua jenis transportasi.
Dan untuk mengurai kemacetan, Pe merintah Malaysia juga membangun jembatan layang dan jalan tol yang dapat membebaskan kemacetan. Pada 2010, Pemerintah Malaysia berhasil membangun jalan bawah tanah yang bisa digunakan multifungsi sebagai jalan bebas hambatan sekaligus pengendali banjir. Jalan ini dikenal dengan “smart way“.
Untuk menarik masyarakat menggunakan transportasi umum, pengelola menyediakan berbagai bonus tiket murah dengan pembelian bulanan. Dengan cara ini, masyarakat Malaysia yang bekerja di Kuala Lumpur sangat jarang menggunakan kendaraan pribadi. Program ini tergolong berhasil, padahal pengguna kenderaan roda empat di Malaysia cukup besar. Apalagi program menggunakan mobil nasional, Proton, memudahkan rakyat Malaysia membeli mobil secara mudah dan murah.
Kebijakan mengatasi kemacetan di Jakarta ini, tentu bukan hanya tanggung jawab gubernur, tapi juga pemerintah pusat. Presiden memiliki peran besar untuk mengendalikannya sekaligus berwenang memindahkan pusat pemerintahan ke luar Jakarta. Pemerintah harus berani berinvestasi dengan mengalokasikan anggaran besar untuk pembangunan infrastrukur dan menyediakan transportasi publik secara terintegrasi.
Kita tahu, berapa banyak energi yang terbuang karena macet? Bahkan, bahan bakar kendaraan juga terbuang percuma dan merugikan perekonomian bangsa.
Akibatnya, wisatawan pun malas berkunjung ke Jakarta karena macet dan tingginya tekanan hidup masyarakat yang menyebabkan produktivitas rendah.
Kepala daerah DKI Jakarta atau gubernur harus segera membenahinya.
Dan, itu tidak mungkin bisa dilakukan dengan sendiri tanpa melibatkan pihak terkait, seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, dan juga elemen masyarakat dan pengusaha. Semuanya harus bisa dilibatkan dan memiliki visi yang sama, yaitu menjadikan Ibu Kota Jakarta menjadi lebih baik. Wallahu a'lam. ●
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H