Selaku generasi yang lahir di era 90-an, jadi hal yang sangat menyenangkan saat hari Minggu tiba. Bila dari senin sampai sabtu pagi-pagi harus bergegas mandi dan pergi ke sekolah, Minggu suasananya sangat berbeda. Lebih santai dan menyenangkan. Bila di hari sekolah bangun pagi jadi sebuah beban, lain halnya dengan Minggu pagi. Semua tayangan kas anak-anak nan menghibur dari pagi buta hingga tengah hari menghiasi sejumlah televisi nasional dan swasta.
Hal yang paling utama saat bangun adalah membuka televisi dan menonton setiap acara kartun pagi, tak hanya itu ada juga film action yang siap mengalahkan musuhnya setiap episodenya. Umumnya kartun yang hadir datang dari daratan Jepang. Dari petualangan, action, hingga kisah jenaka yang jadi lupa buat sarapan pagi. Ini yang mendasarkan kenapa saya selaku salah satu generasi 90-an merasakan rasa itu.
Memasuki awal 2000-an, gempuran dari kartun dari Amerika mulai mendapatkan jam tayang untuk menggusur sejumlah kartun khas Jepang. Walaupun masih tetap dominan, tetapi ini jadi salah satu hiburan tersendiri sebagai penghibur di pagi hari. Hal yang membingungkan apabila setiap channel televisi menyiarkan sejumlah kartun yang punya aur cerita menarik. Di jamin, setiap iklan jadi kesempatan menukarkan channel. Indahnya masa itu dengan segenap tontonan khas anak-anaknya.
Beberapa Minggu yang lalu, saya mencoba melihat apakah acara kartun pagi masih ada. Memasuki usia dewasa, kartun atau serial cerita tersebut merasa bukan lagi segmen prioritas. Kini di usia saya yang 20-an, saya menggemari tayangan sepak bola walaupun tetap menonton kartun sekedar saja sebagai hiburan. Pemandangan terasa aneh saat di Minggu pagi saya menekan remot dan tidak menemukan channel kartun. Padahal itu masih pagi hari, sejumlah acara sudah menggantikan kartun yang menjadikan primadona anak 90-an dan anak-anak kini.
Acara banyak dihiasi hiburan yang punya komersial dibandingkan hiburan khusus anak. Pihak pemilik televisi kini, lebih mementingkan rating yang lebih menjual dibandingkan nilai edukasi dan hiburan anak. Minggu pagi kini tak seperti menyenangkan dahulu di era 90-an hingga 2000-an awal. Acara pagi Minggu sudah dihiasi oleh sejumlah acara musik yang terkesan alay. Selain begitu banyak penonton bayaran yang membuat acara musik tersebut menjadi terlihat meriah dengan sejumlah tarian teatrikal. Acara musik tersebut lebih mengedepankan gosip pembawa acara, bukan edukasi musik.Â
Anak-anak kecil tadi merasa kecewa berat, acara mereka seperti diambil lahannya dengan sejumlah acara tak sesuai dengan umur mereka. Jumlah kartun dan tayangan menjadi sedikit, tak lebih dari pukul 09.00 pagi, berbeda dengan dulu sampai siang hari.
Sedangkan sejumlah televisi lain yang tidak menyiarkan musik, harus diisi dengan sejumlah acara infotainment artis. Saya selaku generasi 90-an merasa prihatin, hiburan anak-anak berkurang di Minggu pagi dan mau ngga mau mereka rela menonton acara infotainment. Alhasil, pemikiran anak-anak lebih dewasa dari usianya. Ini jadi dampak buruk karena masih banyak anak-anak yang mengantungkan sejumlah informasi dari televisi.
Nilai komersial bukan hanya datang dari acara musik dan infotainment, bagaimana saat bangun di pagi Minggu sang ayah atau orang lelaki tertua lainnya di rumah merebut remot untuk nonton tayangan tinju di pagi Minggu. Kadang stasiun televisi yang menyiarkan kartun mengutamakan laga besar tinju dan mengabaikan anak-anak yang sudah bangun pagi. Saat membuka channel TV, ia menemukan sejumlah lelaki saling pelukan untuk menghindari pukulan. Minggu yang tidak mengenakkan.
Derita nonton kartun yang mulai berkurang juga bertambah pelik. Hari Minggu sering dijadikan waktu mematikan  listrik oleh pihak PLN terutama di daerah ssaya yang sering melakukan pemeliharaan jaringan. Menjadi sangat menyakitkan saat listrik yang padam berlangsung dari pagi sampai sore hari. Dengan berkurang dan bahkan musnahnya sejumlah tayangan khas anak-anak, ini dimanfaatkan oleh jumlah tayangan dari TV berbayar. Mereka mulai mengambil acara tersebut dalam bentuk layanan TV berbayar. Sungguh menyedihkan bukan, untuk tayangan khas anak-anak harus membayar buat bisa merasakan setiap sajian acaranya. Sedangkan acara menggantikan jam tayang kartun mutunya sangat rendah.
Saya pribadi mengharapkan tulisan ini bisa jadi menyadarkan bahwa hiburan untuk anak itu perlu. Mereka juga butuh hiburan sejenak melupakan sejumlah PR yang menumpuk. Khayalan khas anak-anak memang begitu tinggi dan ngga masuk akal dan segenap acara kartun memberikan kewajaran dibandingkan sejumlah acara kini yang tak jelas. Ada kalanya saat ia dewasa seperti saya pribadi merasakan kenangan-kenangan saat mendengar sejumlah tontonan yang ngehits di masa ia kecil. Bagaimana kalau yang ada di pikiran mereka kala dewasa adalah sejumlah musik alay atau sejumlah gosip infotainmet jadi aneh bukan.
Jadi sebagai penutup dari ocehan saya adalah kartun dan tayangan untuk anak-anak harus dilestarikan karena itulah secercah hiburan yang bisa mereka rasakan kala Minggu pagi. Semoga memberikan pencerahan