Sebulan yang lalu tepatnya tanggal 17 Juli 2018 adalah hari terakhir layanan chatting legendaris Yahoo Messenger beroperasi. Semenjak awal kemunculannya dua dekade silam, Yahoo seakan mengalami banyak masalah selama satu dekade terakhir. Seakan hanya mampu mengandalkan layanan chatting yang telah ketinggalan zaman.
Awal 2000-an adalah punya kejayaan, saat di bilik warnet segala komunikasi, pertemanan, dan kisah cinta tak berbalas lahir. Kejayaan PC pun saat itu puncaknya, antrean warnet dan punya akun Yahoo Messanger jadi bukti eksis anak muda zaman old. Suka duka warnet dan Yahoo seakan lekang oleh zaman dan hanya menjadi kenangan. Kini semua ia mulai mati meninggalkan nama dan pengguna.
Ekspansi era Laptop dan notebook yang portabel mulai merajai setelahnya. Dan saat itu era warnet mulai tergusur perlahan-lahan. Arus kencang itu makin menjadi-jadi saat ponsel bisa melakukan segalanya dalam wujud smartphone. Perlahan tapi pasti Yahoo seperti jalan di tempat, pesaingnnya mulai berbenah kuat dengan segala inovasi. Google semakin perkasa sebagai mesin pencari dan Facebook mulai tangguh sejak mengakusisi perusahaan potensial seperti Instagram dan Whatsapp.
Sedangkan Yahoo seperti kehabisan ide, andalannya hanyalah Yahoo Messanger dan Yahoo Mail. Selebihnya tak familiar di telinga para pengguna. Namun kedua layanan itu tahun demi tahun makin kalah telak. Yahoo messenger harus kalah dengan sosial media macam Facebook, Whatsapp, Line, dan sejumlah instan messaging lainnya.
Pada layanan email, mereka harus takluk dengan kekuatan Gmail milik Google dan Outlook milik Microsoft. Perlahan jelas waktu menunjukkan Yahoo tidak pada tujuan yang jelas, para klien perlahan-lahan mulai beranjak pergi dan tak pernah kembali. Investor di lantai saham seakan menarik diri sembari mengamankan uang mereka dari lesunya saham Yahoo.
Makin hari  nasib Yahoo makin tak menentu. Dari awal perusahaan teknologi dengan layanan terbaik, perlahan turun kelas jadi perusahaan media iklan hingga akhirnya karam di lautan internet. Verizon datang dengan dana segar, membantu Yahoo yang mulai mati suri. Bukan lagi perusahaan yang mengkilap seperti dulu, hanya sebagai divisi kecil di perusahaan mereka.
Inovasi, Â sebuah bahan bakar lintas zaman
Pelajaran dari Yahoo seakan mungkin mengingatkan kita bahwa inovasi sebuah ide paling berharga dibandingkan apapun. Mungkin di perangkat ponsel, Nokia mengalami hal serupa. Dari raja dan kini hanya ponsel yang mulai kehilangan nama.
Dunia digital membuat segala sesuatu begitu cepat, mengubah bahwa siapa yang miskin kreasi harus menggali kuburnya sendiri. Atau mereka yang salah mengambil keputusan, membuat nasib perusahaan berada di ujung tanduk.
Kini kita sudah memasuki era dari industri jilid 4.0, hampir segala sesuatu terhubung langsung dengan dunia digital. Perubahan itu makin membuat banyak lahirnya perusahaan startup dan bertambahnya perusahaan teknologi.
Mereka dituntut harus terus berinovasi, melihat perkembangan zaman. Bukan mengucilkan atau bahkan anti. Kejadian itu seakan bisa saja terjadi di masa depan pada perusahaan besar saat ini. Bisa saja Google, Facebook, Microsoft atau bahkan Apple.