Mohon tunggu...
Bambang Iqbal Safrani
Bambang Iqbal Safrani Mohon Tunggu... Guru - Writer, Teacher, and Learner

Sarjana Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belum Meratanya Kualitas Pendidikan di Indonesia

23 Agustus 2014   03:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:48 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

BELUM MERATANYA KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA.

Nama            :         Bambang Iqbal Safrani

NIM             :         1815142142

Jurusan         :         PGSD

Fakultas        :         Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

Miris rasanya ketika melihat artikel tentang peringkat pendidikan Negara-negara di dunia. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahunnya, pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Data Education Development Index (EDI) tahun sebelumnya, pada 2011 Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara. Angka itu cukup mengejutkan saya pribadi, karena Pemerintah sudah mulai menerapkan wajib belajar 12 tahun secara bertahap walaupun belum merata di semua provinsi di Indonesia serta dimulai perbaikan-perbaikan kualitas tenaga pengajar dan penerapan kurikulum 2013 yang baru.

Mengapa saya katakan belum merata? Sebab masih banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Saya ambil contoh, saya menemukan artikel di detik.com yang berjudul “Jembatan Putus, Siswa SDN di Situbondo Digendong Seberangi Sungai”. Bukan seberangi sungai menggunakan perahu, tapi siswa-siswi harus menceburkan diri mereka ke sungai yang alirannya cukup deras. Satu lagi, Situbondo? Iya, salah satu kabupaten di Pulau Jawa tepatnya di provinsi Jawa Timur. Kita semua mengetahui bahwasanya pusat pemerintahan Indonesia ada di Pulau Jawa tapi masih saja kita menjumpai masalah-masalah seperti judul headline portal berita online yang saya temukan dan cukup membuat saya miris.

Jika kita membandingkan kualitas pendidikan yang ada di Ibukota, dari informasi yang saya dapatkan untuk daerah seluas 740,3 km2 terdapat 287 SMP Negeri, 115 SMA Negeri, serta 62 SMK Negeri. Jika dihitung secara matematis, artinya setiap 2,6 km2 wilayah DKI Jakarta terdapat 1 SMP Negeri, 6,4 km2 untuk SMA Negeri, dan 11,9 km2 untuk SMK Negeri. Ini sangat jauh berbeda dengan provinsi yang berdekatan dengan DKI Jakarta, contohnya saja Jawa Barat. Mayoritas daerah disana masih terdapat gunung dan bukit-bukit yang hanya bisa diakses dengan motor, tak jarang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Padahal Jawa Barat sebagai daerah penyangga Ibukota seharusnya memiliki kuallitas pendidikan yang tak jauh berbeda dengan DKI Jakarta.

Beralih ke jenjang universitas, Sekretaris Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M. Eng, Sc pun menjelaskan mengenai kondisi pendidikan di Indonesia. "Berdasarkan data Kemendikbud 2010, di Indonesia terdapat lebih dari 1,8 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan, disebabkan oleh tiga faktor, yaitu ekonomi, kerja usia dini untuk mendukung keluarga dan pernikahan di usia dini," ujarnya. Lanjutnya, pada 2020 “diprediksi” Indonesia akan mencapai urutan ke-5 setelah negara China, Amerika Serikat (AS), India, Rusia, dan Jepang dari prediksi hasil pemantauan pendidikan dunia.
"Pada 2010, kontribusi empat persen lulusan Indonesia di dunia dan pada 2020 naik menjadi enam persen di dunia," lanjutnya. Menurutnya, salah satu indikator untuk mungukur dari pendidikan tinggi, semua lulusan perguruan tinggi S1 diwajibkan membuat jurnal. "Di Indonesia, pada 2013 dari 7,1 juta pengangguran di Indonesia, 5,04 persen dari sarjana. Jadi, ada 360 ribu sarjana yang pengangguran di tahun 2013," pungkasnya.

Untuk tingkat universitas, saya mengambil contoh Papua. Papua memiliki salah satu universitas yang didalamnya terdapat fakultas kedokteran yaitu Universitas Cendrawasih tetapi status akreditasinya masih “C”. Mengingat kebutuhan dokter yang cukup banyak di Papua, mau tidak mau pemerintah seharusnya bisa memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Apakah cukup akreditasi C yang disandang Fakultas Kedokteran Uncen? Tentu saja tidak! Akreditasi C berarti minimnya peralatan serta rendahnya kualitas tenaga pengajar disana.

Sebagai Mahasiswa, saya sangat prihatin akan keadaan tersebut. Seharusnya dengan APBN Rp.371,2 triliun dari total rancangan APBN 2014 yang mencapai Rp.1.816,7 triliun Pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Menurut saya, itu sungguh angka yang sangat fantastis. Pemerintah bisa saja melakukan bantuan pembuatan akses jalan untuk kasus Jembatan putus di Situbondo, atau bantuan pembelian peralatan untuk fakultas kedokteran di Universitas Cendrawasih Papua. Tetapi, pemerintah sepertinya acuh tak acuh akan hal tersebut dan malah berfokus pada Program Politik Luar Negeri yang "katanya" dapat membuat ekonomi Indonesia mengalami kenaikan dan membuat rakyat sejahtera.

Menurut saya, solusi dari permasalahan diatas hanya satu. Yaitu Pengelolaan yang Tepat Sasaran. Apa maksudnya? Dengan otonomi daerah yang sudah berlaku, seharusnya daerah-daerah di Indonesia dapat memetakan sekolah-sekolah yang masih dibawah kategori layak untuk diberikan bantuan dengan menggunakan minimal 20% dari APBD daerah tersebut. Setelah melakukan hal tersebut secara bertahap, saya yakin pendidikan di Indonesia tidak akan kalah saing dengan Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Referensi :

http://kampus.okezone.com/read/2013/06/01/373/816065/astaga-ri-peringkat-ke-64-untuk-pendidikan

http://news.detik.com/read/2014/02/07/115741/2490144/475/jembatan-putus-siswa-sdn-di-situbondo-digendong-seberangi-sungai

http://ban-pt.kemdiknas.go.id/direktori.php

http://siapbelajar.com/anggaran-pendidikan-tahun-2014-rp-371-2-triliun/

http://www.youtube.com/watch?v=OqHygr7uzLs

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun