Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Ramadhan
Muhammad Iqbal Ramadhan Mohon Tunggu... -

mahasiswa uin sunan kalijaga fakultas sosial dan humaniora prodi ilmu komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lebih Mengenal Tentang Tahun Baru

30 Desember 2013   00:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:22 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh pada tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Hingga tahun 1600, kebanyaakan negara-negara Barat telah menggunakan sistem penanggalan yang telah direvisi, yang disebut kalender Gregorian. Kalender yang hingga kini digunakan itu menggunakan 1 Januari kembali sebagai Hari Tahun Baru. Inggris dan koloni-koloninya di Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan tersebut pada tahun 1752. Kebanyakan orang memperingati tahun baru pada tanggal yang ditentukan oleh agama mereka. Tahun baru umat Yahudi, Rosh Hashanah, dirayakan pada bulan September atau awal Oktober.

Orang di masa silam memulai tahun yang baru mereka pada hari panen. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk meninggalkan masa lalu dan memurnikan dirinya untuk tahun yang baru. Misalnya, orang Persia kuno mempersembahkan hadiah telur untuk Tahun Baru, sebagai lambang dari produktivitas.

Orang Romawi kuno saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Tradisi orang Romawi kuno ini saya coba kutip dariWikipedia, dalam Wikipedi dijelaskan bahwa : “The Romans dedicated New Year’s Day to Janus, the god of gates, doors, and beginnings for whom the first month of the year (January) is also named. After Julius Caesar reformed the calendar in 46 BC and was subsequently murdered, the Roman Senate voted to deify him on the 1st January 42 BC in honor of his life and his institution of the new rationalized calendar . The month originally owes its name to the deity Janus, who had two faces, one looking forward and the other looking backward. Terjemahannya adalah : “Orang-orang Romawi mendedikasikan hari perayaan Tahun Baru kepada Janus, dia adalah dewa segala pintu gerbang, pintu-pintu dan permulaan waktu yang mana namanya juga adalah nama dari bulan pertama dalam setahun, Januari. Setelah Julius Caesar menyusun sistem kalendar (Masehi) pada 46 BC dan ia dibunuh setelah itu, anggota Senat Romawi memutuskan untuk meresmikannya pada 1 Januari 42 BC untuk mengenang hidup Julius Caesar dan menghormati kalender penyusunannya baru didedikasikan mempunyai yang pada 2 wajah, terhadap rasional. nama 1 Bulan dewa sistem pertama Janus menghadap ke yang depan (mengindikasikan masa depan) dan 1 menghadap ke belakang (mengindikasikan masa lalu). Bulan Januari mendapat nama dari dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Orang-orang Romawi mempersembahkan hadiah kepada kaisar. Para kaisar lambat-laun mewajibkan hadiah-hadiah seperti itu. Para pendeta Keltik memberikan potongan dahan mistletoe, yang dianggap suci, kepada umat mereka. Orang-orang Keltik mengambil banyak kebiasaan tahun baru orang-orang Romawi, yang menduduki kepulauan Inggris pada tahun 43 Masehi.

Dan pada tahun 457 Masehi gereja Kristen melarang kebiasaan ini, bersama kebiasaan tahun baru lain yang dianggapnya merupakan kebiasaan kafir. Pada tahun 1200-an pemimpin-pemimpin Inggris mengikuti kebiasaan Romawi yang mewajibkan rakyat mereka memberikan hadiah tahun baru. Para suami di Inggris memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana.

Kebiasaan ini hilang pada tahun 1800-an, namun istilah pin money, yang berarti sedikit uang jajan, tetap digunakan. Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.

Pada saat ini, perayaan tahun baru khususnya pada malam hari sebelum tahun baru, sepertinya sudah menjadi tradisi, khususnya dikalangan remaja. Perayaan tahun baru dirasa kurang tepat jika tidak disertai dengan topi, terompet dan kembang api.

Akan tetapi, tahukah anda bahwa Tradisi meniup terompet ini pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan. Orang-orang Yahudi dahulu melakukan hal itu sebagai kegiatan ritual yang dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet” pada tahun baru Taurat. Bentuk terompet yang melengkung melambangkan tanduk domba yang dikorbankan dalam peristiwa pengorbanan Isaac (Nabi Ishaq dalam tradisi Muslim). membunyikan trompet, juga merupakan ritual untuk mengusir setan di dalam tradisi bangsa Cina. Selain itu, petasan juga dipercaya oleh bangsa Cina sebagai hal yang dapat mendatangkan keberuntungan.

Membahas topi yang biasa digunakan ketika merakan tahun baru yang kebanyakan berbentuk kerucut, saya mengutip artikel dari www.voa-islam.com disana dikatakan bahwa Sanbenito (topi yang berbentuk kerucut) adalah sebuah tanda berupa pakaian khusus untuk membedakan mana yang sudah di-converso (murtad).

Irena Handono mengatakan: “Saat itu umat Islam di Andalusia dibantai, kecuali yang memakai Sanbenito. Itu sama artinya bersedia mengikuti agama Ratu Isabela.Topi ala Sanbenito itulah sebagai simbol orang Islam yang sudah murtad. Topi itu digunakan saat keluar rumah, termasuk ketika ke pasar. Dengan menggunakan sanbenito, mereka aman dan tidak dibunuh,”.

Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa perayaan tahun baru ini bukan soal tentang agama.

Tapi, alangkah baiknya ketika pergantian tahun tiba kita gunakan untuk mengevaluasi diri kearah yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun