TADULAKO FESTIVAL #3 "Melihat Sulawesi Tengah dari Tanah Rantau", tema yang menarik tertulis pada undangan yang dikirimkan Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sulawesi Tengah (IPPMST) Malang. Dari nama kegiatannya dapat dipastikan ini adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk ketiga kalinya, dan ternyata ini kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh IPPMST Malang.
Sebagai salah seorang perantau dari Sulawesi Tengah yang berada di Malang, ini adalah TADULAKO FESTIVAL pertama yang akan saya hadiri. Musikalisasi puisi, musik-musik tradisional dan tarian tradisional Sulawesi Tengah yang akan ditampilkan dalam acara tersebut mendorong rasa penasaran yang besar untuk segera menyaksikannya.
Saya mengenal sebagian besar dari anggota IPPMST, mereka adalah mahasiswa S1 asal Sulawesi Tengah yang kuliah di beberapa Perguruan Tinggi yang ada di Kota Malang. Sebagai mahasiswa tentunya keseharian mereka disibukkan dengan aktivitas perkuliahan sebagaimana mestinya. Tidak sedikit organisasi kemahasiswaan yang mereka ikuti, akan tetapi menjadi menarik bagi Saya adalah saat IPPMST memanggil, mereka bersatu dalam kegiatan yang mencoba mengangkat nilai-nilai lokal budaya dan kesenian Sulawesi Tengah dalam sebuah pertunjukkan.
Pukul 20.00 WIB, TADULAKO FESTIVAL #3 dimulai. Hari ini, Sabtu 16 Desember 2017, diadakan di Baiduri Caf and Resto Jln. Raya Tlogomas, Kota Malang. Berbeda dari acara-acara biasanya yang diawali dengan sambutan-sambutan, acara kali ini langsung diawali dua tarian berturut-turut yaitu Tari Peule Cinde (Kota Palu) dan Tari Moduai (Kab. Tolitoli).
Dua orang MC akhirnya muncul menyapa pengunjung dengan pakaian adat suku Kaili (Palu), Sulawesi Tengah. Susunan acara dibuat sangat mengalir dengan tanpa jeda yang panjang, setelah penjelasan singkat tentang tarian sebelumnya, pertunjukkan dilanjutkan dengan dua tarian lagi yaitu Tari Balatindak (Banggai Kepulauan) kemudian disusul Tari Motaro dari Kabupaten Poso.
Setelah tari bertema perang dilanjutkan dengan Tari Motaro (Poso), tarian rakyat suku Pamona dan kulawi ini adalah tarian penyambutan bagi para pahlawan perang yang pulang membawa kemenangan dan sebagai wujud rasa syukur. Salah satu hal yang menarik dari Tari Motaro adalah pakaian adat khas yang sangat cantik, dengan warna terang dan rok yang bersusun-susun, sepintas seperti rok perempuan eropa.
Seperti sebelumnya dengan disela penjelasan singkat MC tentang sinopsis tarian, selanjutnya kami disuguhi sebuah monolog. Monolog ini diperkaya dengan musik pengiring dan alunan suara penyanyi latar yang merdu membuat suasana semakin syahdu. Ini cerita tentang anak yang merantau menuntut ilmu jauh dari kampung halaman, rasa rindu akan rumah dan keluarga yang harus dilawan untuk mengejar cita-cita. Monolog ini dibawakan penuh penjiwaan oleh seorang mahasiswa Sulawesi Tengah asal Luwuk bernama Chandra Saputra.