Setiap hari saya bekerja dengan transportasi kereta api. Perjalanan dari Bogor ke Jakarta begitu sangat jauh ketika menghadapi kerumunan orang di dalam kereta di pagi dan sore hari.
Panas, sumpek, bau, dan harus tetap waspada dengan para pencopet yang beraksi. Itulah gambaran aktivitas di kereta saat rutinitas di hari kerja. Sangat menyebalkan sekali, tak bosan-bosannya saya mengumpat kepada pihak yang bertanggung jawab yaitu Departemen Perhubungan yang tidak becus melayani masyarakat awam seperti saya.
Tetapi semua itu selalu menjadi tenang, damai, dan begitu menyejukkan ketika di salah satu stasiun kereta di Jakarta nampak bapak tua dengan kondisi tidak sempurna (buta), berdiri di atas trotoar sambil menjajakan kerupuk udangnya. Dengan sepeda ontelnya dan bungkusan kerupuk yang sudah dipak-pak siap dijajakan kepada orang-orang yang lalu lalang di Stasiun.
"Kerupuk udangnya paak.. buu kerupuk udangnyaa" Kira-kira begitu yang selalu dia teriakan. Satu hal yang saya lihat, bapak tua itu tidak pernah berhenti meneriakkan jualannya. Semangat untuk terus bertahan hidup sepertinya tak pernah hilang.
Selalu seperti itu dan terlihat tetap berada disitu si bapak tua. dia tidak pernah pindah berdagangnya. dan uniknya dia seperti mata yang mengetahui siapa yang di sekelilingnya. apabila ada bapak-bapak yang lewat maka dia tahu dan langsung menawarkan jualannya dengan sebutan pak, begitu juga dengan ibu-ibu yang lewat.
hebat sekali. seperti punya mata hati.
Saya selalu memperhatikannya sampai akhirnya saya mencoba untuk mendekat kepadanya. dan saya bertambah kaget ketika dia bilang "Akhirnya mampir juga, jangan cuma ngeliat saya dari jauh donk". Bener-bener takjub saya dengannya, sampai akhirnya kita ngobrol ngalor ngidul tentang keluarganya.
Bapak tua lahir dari keluarga yang susah dan penuh kekurangan. Sampai akhirnya ketika dia berumur 6 tahun kecelakaan dan matanya pun menjadi buta. Lalu dia memutuskan untuk berdagang kerupuk udang yang sampai sekarang dia tekuni.
Serba hidup kekurangan materi dan fisik tidak membuatnya patah semangat. Justru dengan kekurangannya tersebut dia menemukan kelebihannya yaitu SEMANGAT. ya benar, 8 huruf itu menjadikan dia orang yang mampu menginspirasi orang lain termasuk saya.
Terima kasih kepada Bapak tua pedagang kerupuk udang yang memberikan aura semangat saya bekerja ketika setiap hari bertemunya di Stasiun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H