Mohon tunggu...
Iqbal Nugraha
Iqbal Nugraha Mohon Tunggu... Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

read to write

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik Peranan Bioskop Keliling: Dari Media Propaganda Hingga Perkenalan Cagar Budaya

22 Juni 2024   10:56 Diperbarui: 22 Juni 2024   11:07 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bioskop merupakan sebuah tempat yang digunakan untuk menikmati pertunjukan film, di mana para penonton memusatkan perhatiannya kepada layar besar yang menampilkan gambar hidup. Sinema tersebut memiliki peranan penting untuk memajukan industri perfilman. Selain itu, tempat untuk melihat pertunjukan film ini dapat dijadikan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat untuk mengisi waktu luangnya. Melihat kondisi saat ini, bioskop yang terdapat di Indonesia sudah bersifat permanen atau dengan kata lain menetap disuatu tempat, yang menyatu di setiap mall dan pusat perbelanjaan, seperti Bioskop 21. Bioskop telah hadir sejak abad ke-20, dengan keberadaannya yang dianggap sebagai simbol kemajuan suatu daerah. Sebelum hadirnya bioskop permanen, bioskop keliling atau masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah layar tancap, sudah terlebih dahulu mewarnai sarana hiburan masyarakat kala itu untuk menonton gambar hidup.

Berbicara tentang bioskop keliling dan layar tancap, tentu akan terdengar asing di telinga generasi Z saat ini. Tidak banyak yang mengetahui secara persis bagaimana perkembangan, hingga peranan bioskop keliling dari masa ke masanya. Mengutip tulisan Ilmiawati Safitri Perjalanan Bioskop Keliling Dari Media Hiburan Hingga Propaganda terbitan jurnal siginjai (2022), layar tancap telah hadir pada masa kolonial Belanda yang dimanfaatkan untuk mempromosikan berbagai program yang telah dibuat pemerintah, sampai ke desa-desa terpencil. Selain itu, layar tancap sempat menjadi salah satu sarana hiburan favorit bagi rakyat kala itu.

Setelah kolonialisme yang dilakukan oleh Belanda berakhir, kemudian pada tahun 1942 pendudukan Jepang masuk ke Indonesia. Jepang ingin menciptakan wilayah persemakmuran di kawasan Asia Pasifik, yang kemudian lahirlah Gerakan 3A yaitu Jepang sebagai cahaya, pelindung dan pemimpin Asia. Untuk melancarkan keinginannya tersebut, Jepang melakukan doktrinisasi kepada masyarakat untuk mengubah pola pikir hingga tingkah lakunya mengikuti Jepang, sehingga dapat dijadikan sebagai pasukan yang membantu Jepang dalam perang melawan Britania Raya. Propaganda merupakan upaya yang dilakukan oleh Jepang untuk melakukan itu semua.

Propaganda yang dilakukan oleh Jepang meliputi berbagai aspek pada setiap kehidupan masyarakat, salah satunya melalui film. Ketika Jepang memutuskan untuk menggunakan film sebagai media propaganda, pemerintah militernya mulai melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap industri perfilman, sampai-sampai banyak film impor yang dilarang untuk tayang. Dengan tujuan propaganda, pemutaran film diupayakan untuk bisa menarik banyak penonton. Karena persebaran bioskop tidak merata, sehingga tujuan untuk menarik banyak penonton tidak akan tercapai, pemerintah Jepang memutuskan untuk melakukan pemutaran film melalui bioskop keliling, yang pada masa kolonial Belanda telah hadir dan dikenal dengan istilah layar tancap. Menurut Heru Erwantoro dalam Bioskop Keliling Peranannya dalam Memasyarakatkan Film Nasional dari Masa ke Masa terbitan jurnal patanjala (2014), bioskop keliling adalah tempat peredaran film yang dilakukan secara sederhana, dengan memakai mobil sebagai sarana transportasinya untuk menjangkau desa-desa yang tidak memiliki bioskop. Ilmiawati Safitri (2022) menyebutkan bahwa perbedaan antara layar tancap dan bioskop keliling terletak pada pemasangan layarnya. Jika layar tancap pemasangan layarnya dengan cara membentangkan kain yang tiangnya ditancapkan pada tanah, sedangkan bioskop keliling layarnya dibentangkan di atas mobil. Keduanya sama-sama menggunakan proyektor sebagai perangkat penampil gambar, juga memakai mobil sebagai media transportasi untuk berkeliling membawa peralatannya.

Pada bulan Agustus 1942, bioskop keliling dipelopori oleh Jepang sebagai media propaganda. Pada awalnya bioskop jenis ini belum berkembang luas karena tidak ada lembaga khusus yang mengurusinya. Jika diibaratkan, seperti ayam yang tak mempunyai induk, mereka tidak mempunyai acuan dalam pelaksaannya harus bagaimana dan seperti apa. Melihat kondisi tersebut, pemerintahan Jepang membentuk Jawa Enhai sebagai suatu lembaga khusus yang bertugas untuk mengurusi bioskop keliling. Setelah dibentuknya Jawa Enhai, bioskop keliling mulai berkembang lebih luas, ke berbagai kota-kota besar di Indonesia. Menurut Heru Erwantoro (2014) anggota Jawa Enhai berkeliling mulai dari desa satu hingga ke desa lain sembari membawa sebuah proyektor dan filmnya (35 mm) kemudian diletakkan di atas mobil. Dalam setiap pertunjukannya, diusahakan untuk menarik banyak penonton agar propaganda yang dilakukan dapat disaksikan oleh banyak orang.

Film yang ditayangkan pada bioskop keliling merupakan film impor dari Jepang, yang sebelumnya sudah dipilah dan dipilih mana yang berguna dan mana yang tidak untuk dijadikan bahan propaganda. Dalam isi filmnya mengedepankan bahwa pemerintah militer Jepang itu bukanlah penyerang, melainkan sebagai pembebas rakyat dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa barat. Selain itu dalam tayangan filmnya memperlihatkan bagaimana kekuatan angkatan perang Jepang pada saat bertempur. Melalui tayangan film ini banyak masyarakat yang secara tidak langsung terdoktrinisasi oleh propaganda Jepang. Masyarakat tak menyadarinya, mereka hanya berpikir itu adalah media hiburan gratis yang sangat sayang jika dilewatkan. Keadaan itu merupakan kesempatan emas bagi Jepang untuk melancarkan aksi propagandanya untuk menarik hati rakyat. Dampak dari penayangan film melalui bioskop keliling ini cukup besar, masyarakat menjadi tidak percaya atas kekalahan Jepang pada Perang Asia Timur Raya tahun 1945.

Setelah kepergian Jepang karena kekalahannya pada perang melawan Britania Raya tahun 1945, praktik bioskop keliling perlahan memudar kekuatannya. Menurut Heru Erwanto (2014) tidak ada lagi pengusaha yang berupaya keras untuk mengadakan pertunjukan di pedesaan, karena pada tahun 1950 hingga 1960-an bioskop dijadikan sebagai suatu usaha yang menjanjikan. Oleh karena itu bukan prioritas mereka lagi untuk menayangkan film ke daerah pedesaan. Meskipun demikian, peranan bioskop keliling yang digunakan sebagai media propaganda ini cukup memberikan warna hiburan baru bagi masyarakat kala itu.

Pada tahun 2013 Kemendikbud menghadirkan bioskop keliling atau bioling, yang merupakan penayangan sebuah film dengan menggunakan media layar tancap yang kemudian ditayangkan di beberapa daerah tertentu, umumnya daerah pelosok yang tidak ada bioskop. Tujuannya untuk memperkenalkan budaya lokal. Dalam pelaksanaannya, bioskop keliling ini dilakukan dari desa ke desa, atau ke sekolah-sekolah. Film yang ditayangkannya merupakan film dokumenter cagar budaya yang disesuaikan dengan tempat film tersebut ditayangkan. Melalui bioling ini diharapkan timbul rasa kecintaan dari masyarakat, kepada budayanya sendiri sehingga dapat ikut berperan dalam upaya pelestariannya.

Bioling masih tetap dipertahankan eksistensinya hingga saat ini, terbukti dari postingan akun Instagram @bpx_xix yang mengunggah kegiatan pemutaran bioskop keliling yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 hingga 31 Mei 2024 di Desa Bontomarannu dan Desa Bontolempangan Kabupaten Kepulauan Selayar, dengan tujuannya untuk menyosialisasikan upaya pelestarian kebudayaan, agar seluruh lapisan masyarakat khususnya pelajar dapat mengenal dan ikut melestarikan cagar budaya tersebut. Dengan itu maka dapat disimpulkan bahwa peranan bioskop keliling dari masa ke masanya kerap kali mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaaan. Bioskop keliling telah menjadi bagian dari sejarah yang turut memberikan sumbangan bagi kehidupan sosial masyarakat dari berbagai kalangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun