Pertanian Indonesia mengalami tantangan serius, tidak hanya dalam bidang kualitas produk, fluktuasi harga, banjirnya impor, serangan hama penyakit, namun juga pada menurunnya jumlah petani. Badan Pusat Statistik 2012 mencatat jumlah petani mengalami penyusutan sebanyak lima juta rumah tangga petani. Usia petani pun sudah menua, sebanyak 60,8% berusia di atas 45 tahun dengan pendidikan hanya tingkat SD, dan kapasitas menerapkan teknologi baru yang rendah. Sementara proses regenerasi berjalan sangat lambat, dengan prosentase sebesar 15,15% pada kelompok usia 15-39 tahun.[1] Â
Menurut World Economy Forum (WEF), 2010, sektor pertanian Indonesia memiliki kontribusi sebagai penyumbang 14% GDP, penyedia 45% lapangan pekerjaan dan pemilik lahan olahan sempit sekitar 0,2-0,3 ha/petani.[2] Peran pertanian tergeser oleh sektor industri akibat alih fungsi lahan. Pada tahun 1971 sektor pertanian menyumbang 44,8% PDB, menjadi 14%, sementara sektor industri 8,4%, menjadi 23,9% di tahun 2012. Penurunan kontribusi di sektor pertanian disinyalir karena perubahan sumbangan nilai tambah sektor pertanian dan sumbangan ekspor.Â
Generasi muda atau pemuda, yaitu kelompok penduduk yang berusia 15-35 tahun, merupakan generasi yang amat potensial, energik, dan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam masyarakat, baik dari aspek produktifitas maupun kuantitasnya sehingga keberadaan mereka dalam suatu masyarakat tak dapat diabaikan.[3] Penduduk pada usia dibawah 15 tahun pada umumnya masih bersekolah serta belum siap untuk memasuki pasar tenaga kerja. Sebaliknya, sebagian dari penduduk berusia di atas 35 tahun tidak lagi potensial. Sebagian dari mereka memiliki produktivitas yang cenderung semakin menurun karena masalah usia dan sebagian lagi tidak mampu lagi melakukan aktifitas ekonomi karena kemampuan fisik dan mental yang tidak menunjang lagi.Â
Tidak hanya regenerasi petani saja yang terancam, PNS dan peneliti di bidang pertanian juga semakin sedikit. Fenomena yang terjadi sekarang untuk beberapa daerah tertentu 1 PPL (Petugas Penyuh Lapang) Â rata-rata menangani 20-22 kelompok tani yang berasal dari 1-2 desa, sedangkan idealnya 8-16 kelompok tani. Seperti dilansir di harian Kompas, Indonesia kekurangan 28.000 penyuluh dimana dari total potensi daerah yang berpotensi si bidang pertanian sebesar 72.000, hanya ada 44.000 saja, yang terbagi menjadi 25.000 PNS dan 19.000 Tenaga Harian Lepas (THL).[4] Kondisi ini sangatlah tidak efektif mengingat penyuluh adalah pejabat pemerintah pertama yang langsung terjun kepada petani.Â
Pemerintah dan Perguruan Tinggi telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatakan minat anak muda seperti, revitalisasi SMK Pertanian. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, "Revitalisasi SMK Pertanian diperlukan karena Indonesia membutuhkan petani-petani modern yang memahami teknologi pertanian, manajemen produksi dan strategi pemasaran".[5] Kemudian untuk membentuk karakter dan jiwa enterpreuner bidang agro di Universitas , UGM bekerjasama dengan Kagama Pertanian dan Agrigama Business Club menyelenggarakan program pendidikan kewirausahaan pertanian (AEP). Program AEP ini diadakan sebagai wujud komitmen untuk mendorong pertumbuhan wirausaha muda di bidang usaha pertanian.[6] Akan tetapi saha pemerintah tidak berbuah manis. Generasi muda lebih memilih untuk bekerja di sektor lain, seperti perbankan, pemerintahan dan lain sebagainya.Â
Indonesia adalah salah satu negara pusat megabiodiversitas. Potensi ini dapat dikembangkan untuk mencapai ketahanan pangan dan kemandirian bangsa. dengan cara memperoleh varietas dengan produksi tinggi, tahan terhadap kondisi lingkungan, dan sebagai diversifikasi produk, baik pangan, pupuk pestisida ataupun obatan serta kosmetik herbal. Petani perlu untuk dibina untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan manajerial untuk mendorong petani professional yang berorientasi pasar, serta meningkatkan kesadaran tentang agrobisnis dan agroindustri.
Pemeritah telah lama menyadari keunggulan tersebut, dengan memprioritaskan 10 komiditas utama pada tahun 2006 , diantaraya kakao, karet, kopi, udang dan kelapa sawit. Tidak hanya itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu mengumumkan sektor pertanian berada pada nomor 1 dalam prioritas pembangunan Indonesia. Namun, permasalahan masih terjadi, dengan kebijakan yang tidak memihak kepada petani, seperti harga jual pasar, ketersedian saprotan, impor komoditas strategis, farmer share yang tidak adil, pajak ekspor progresif, dan lainnya. Apakah ini berpengaruh terhadap minat generasi muda terhadap bidang pertanian?[7].
Dengan permasahan dan potensi negara kita yang begitu melimpah, regenerasi petani merupakan prioritas utama yang harus diselesaikan bangsa ini. Peningkatan teknologi di bidang pertanian tanpa ada peningkatan Sumber Daya Manusia, merupakan hal yang sia-sia. Pemerintah harus memberi jaminan dan wadah seluas-luasnya bagi anak bangsa untuk meningkatkan ideologi, pemahaman dan skill, bahwa sektor pertanian adalah sektor yang menjanjikan.
Di Indoenesia ada organisasi tingkat pemuda yang ada di setiap desa dan kelurahan, yaitu Karang Taruna. Karang Taruna merupakan wadah atau tempat pembinaan dan pengembangan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dengan pemanfaatan semua potensi yang ada di lingkungan masyarakat baik sumber daya manusia dan sumber daya alam itu sendiri yang telah tersedia. [8] Namun, pada kenyataannya masih banyak pemuda yang tidak peduli atau tidak tanggap oleh kegiatan-kegiatan pemuda, misal pemuda yang bekerja diluar daerah, sehingga membuat mereka tak acuh terhadap kegiatan Karang Taruna. Mereka bekerja di luar daerah karena sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia di daerah asal.
Karang Taruna sebagai organisasi pemuda di desa harus memiliki orientasi dalam pengembangan potensi daerah yang ada. Keadaan wilayah pedesaan didominasi oleh sektor pertanian yang cukup luas, namun belum diimbangi dengan tenaga kerja yang berkompeten. Oleh karena itu Karang Taruna, harus mampu mengembangkan skill dan kreativitas anggotanya di bidang pertanian sehingga tercipta wilayah agrobisnis yang berorientasi pasar  dengan penerapan teknologi dan manajerial yang professional. Sehingga dengan Karang Taruna Tani (KATANI) sebagai wadah pembentukan karakter, ideologi anak muda, bahwa masih banyak sumber daya lokal yang perlu untuk di tingkatkan, tidak perlu untuk merantau keluar kota atau menjadi TKI dengan kehidupan yang belum pasti.
KATANI, memiliki visi untuk menciptakan lapangan kerja di bidang agrobisnis dengan mengoptimalkan potensi daerah yang ada. Â Organisasi ini terdiri dari dua anggota yaitu anggota khusus dan anggota biasa. Anggota khusus adalah sarjana di bidang pertanian, yang telah memiliki pengetahuan sebelumnya. Sarjana pertanian adalah leader and thinker serta menjadi penyuluh yang menghubungkan antara anggota KATANI dengan Dinas Pertanian dan Balitbangtan. Sementara itu anggota biasa adalah anak muda baik yang bersekolah ataupun pengangguran di desa.
Dengan orientasi KATANI dalam menciptakan agrobisnis, kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan dan pemberdayaan masyarakat. Setiap anggota harus memiliki usaha yang berdeda-beda dari setiap dukuh/dusun akan tetapi saling berkesinambungan. Misal dukuh A budidaya padi, B jagung, C, Peternakan sapi, D olahan jagung, E, olahan tepung beras dan F industri yogurt, begitu juga seterusnya. Sehingga tercipta ekonomi proteksi yang berkesimbungan dalam meningkatkan kebutuhan dan ekonomi masyarakat.
Pemerintah melalui Dinas Pertanian dan Balitbangtan, memiliki tugas dalam pendampingan KATANI, baik dalam hal off farm, on farm dan pemasaran. Modal awal dari KATANI didapatkan dari Dinas Pertanian dengan mempertimbangkan investasi, cash flow dan kebermanfaatan yang diberikan bagi masyarakat. Sebelum memulai usaha para anggota memeparkan usahanya, dan setelah di ACC anggota akan dibimbing secara intensif agar usaha yang dijalankan berjalan dengan lancar. Â Selain itu untuk membentuk dan meningatkan ideologi serta pengetahuan tentang pertanian diadakan kegiatan-kegiatan lain, seperti Agrbisnis Camp, Study Banding, Pemilihan Duta Petani Muda Daerah dan lain sebagainya.
Dengan KATANI, diharapkan generasi muda memiliki minat yang tinggi terhadap pertanian, serta membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sarjana pertanian tidak lagi bingung untuk mencari pekerjaan, lulusan SMK, SMP dan SD tidak perlu merantau menjadi TKI untuk mendapatkan pehasilan besar. Sumber pendapatan ada di setiap daerah di Indonesia. Generasi muda yang kreatif dan energik perlu untuk dikembangkan  dalam upaya optimalisasi potensi daerah. Sehingga produksi pertanian melimpah dengan kualitas yang tinggi untuk mencapai swasembada pangan nasional.
Â
[1] Suryo Wiyono, "Kajian Regenerasi Petani", Kinjengdom Studio : Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan 2015.
[2] World Economy Forum (WEF), 2010.
[3] Muzakir, "Generasi Muda Dan Tantangan Abad Modern Serta Tanggung Jawab Pembinaannya". Jurnal Al-Ta'dib. Vol.8 No.2, Juli-Desember 2015
[4] Teuku Muhammad Guci Syaifudin, "Indonesia Kekurangan 28.000 Penyuluh Pertanian", diakses dari Kompas.com. pada tanggal 25 Januri pulul 13.35.
[5] Muhammad Faisal, "Revitalisasi SMK Pertanian Lahirkan Petani Modern" Diakses dari waspadamedan.com pada tanggal 24 Januari 2019 pukul 22.00.
[6] Ika, "Minim Sarjana Bekerja di Sektor Pertanian", diakses dari ugm.ac.id, pada tanggal 25 januari 2019 pukul 09.24.
[7] Banedicta L siregar, "Masa Depan Sarjana Pertanian Indonesia". Fakultas Pertanian  Universitas HKBP Nommensen, Medan
[8] Imam Sunoto, "Mengukur Tingkat Partisipasi Pemuda Dalam Program Karang Taruna Dengan Pendekatan Metode Fuzzy Infrence System Mamdani". Jurnal SIMETRIS, Vol 8 No. 2 November 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H