Gulma adalah setiap tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya. Gulma dapat merugikan pertumbuhan dan hasil tanaman karena bersaing memperebutkan unsur hara, air, cahaya dan sarana tumbuh lainnya (Sebayang, 2008). Pengendalian gulma dengan cara kimiawi banyak diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas karena lebih efisien waktu, biaya, dan tenaga kerja. Namun disisi lain penggunaan herbisida kimiawi secara terus menerus memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, operator, dan organisme nontarget lainnya. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kelestarian lingkungan, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat akan proses usaha tani yang ramah lingkungan dan produk pertanian yang lebih aman. Pada lahan perkebunan kakao gulma utama yang sering tumbuh adalah Alang -- alang (Imperata cylindrica) Pahitan (Paspalum conjugatum) Â Tulangan (Otachloa nodosa) Lemur (Ischaemum timorense) Pahitan lanang (Setaria plicata), Teki (Cyperus rotundus) Sembung rambat (Mikania micrantha) dan Nocan (Althernathera brasiliana) (Elly, S. 2014).
Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu penghasil kakao di Jawa Timur. Di Trenggalek terdapat Rumah Coklat dibawah UPT Dinas Pertanian Kecamatan Karang, Trenggalek yang menjadi tempat edukasi bagi masyarakat mulai dari teknologi budidaya sampai proses pengolahan menjadi coklat. Pada awalnya sejak berdirinya tahun 2010, tempat ini tidak dimanfatkan secara optimal, akan tetapi sekarang tempat ini menjadi tempat yang bisa mengakomodasi kebutuhan warga atau petani kakao di Trenggalek. Harga jual kakao yang diproduksi petani dinilai telalu kecil jika dibandingkan dengan di pasaran. Harga yang rendah ini karena kakao dijual tidak diolah dahulu dengan cara difermentasi. Perbandingan harga kakao tampa fermentasi adalah Rp 19.000,- /kg sedangkan setelah melalui proses fermentasi mencapai Rp 30.000,- . Oleh karena itu pihak UPT mengadakan pendampingan pasca panen kakao dengan cara fermentasi dan hasilnya diolah oleh Rumah Coklat menjadi produk yang bermacam-macam. Sehingga nilai jual kakao meningkat diiringi dengan peningkatan kesejahteraan petani kakao di Trenggalek (Anggi Septian, 2018). Akan  tetapi ada dua masalah yang masih belum ditangani yaitu pengolahan pulp hasil fermentasi kakao dan juga pengendalian gulma pada tanaman kakao.Â
Ada dua cara penanganan pasca panen biji kakao segar (basah) ditingkat petani yaitu produksi biji kakao kering jemur "dengan fermentasi" dan biji kakao kering jemur tanpa fermentasi. Menurut Badan Pendataan Statistik (Anonim, 2013), produksi kakao kering pada tahun 2013 mencapai 5.450.000 ton tanpa fermentasi sedangkan 385.000 ton merupakan biji kakao kering hasil fermentasi. Biji kakao kering jemur tanpa fermentasi terdiri atas biji kakao kering jemur (produksi petani) dan biji kakao kering jemur setengah fermentasi. Pada umumnya petani kakao hanya merendam biji kakao segar dalam air dalam upaya untuk membantu menghilangkan pulp dan dilanjutkan penjemuran (Apriyanto dkk, 2016a; Anonim, 2013). Pada awal fermentasi, mikroorganisme yang aktif adalah khamir (yeast) yang memecah sukrosa, glukosa, dan fruktosa menjadi etanol. Bersamaan dengan hal itu, terjadi pula pemecahan pektin dan metabolisme asam organik. Aktivitas selanjutnya dilakukan beberapa genera bakteri asam laktat dan asam asetat yang memecah etanol menjadi asam laktat. Selain itu juga dihasilkan asam asetat dan asam organik lain seperti asam sitrat dan malat yang mengandung fenol (Atmana, 2000). Â Â
Fenol merupakan senyawa alkohol alifatik yang ditemukan disetiap proses fermentasi. Fenol berikut susunannya merupakan senyawa kimia yang banyak dimanfaatkan sebagai insektisida, herbisida, dan fungisida. Sebagai herbisida, fenol sangat tinggi toksisitasnya, bersifat non selektif dan bekerja secara efektif merupakan herbisida organik  dan sebagian besar bersifat kontak (Oudejans, 1991). Kandungan senyawa fenol dan asam-asam organik pada hasil fermentasi pulp kakao berpotensi sebagai bioherbisida dalam meracuni gulma.  Atas dasar itulah pemnafaatan pulp hasi kakao menjaid bioherbisida merupakan upaya yang tepat dalam menangani permasalahan yang ada pada petani kakao di Kabupaten Trenggalek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H