Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bendungan di Dalam Cawan

30 Juni 2024   11:27 Diperbarui: 30 Juni 2024   11:47 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh Ciboulette dari pexel.com

Sebuah cawan porselen yang cantik, dihiasi dengan motif bunga-bunga halus di sekelilingnya, menjadi pemandangan yang memikat hati. Cawan itu memancarkan kilauan lembut di bawah semburat langit senja. Motif bunga yang menghiasi cawan tersebut sedang mekar dalam keabadian, setiap kelopak bunganya tersusun rapi dengan sentuhan warna-warna pastel yang lembut.

Bunga-bunga di cawan itu terlihat hidup, bagai taman rahasia yang menebarkan aroma wangi yang semerbak dengan aura yang hening. Setiap bunga itu memiliki ceritanya sendiri, membisikkan kisah cinta dan harapan kepada siapa pun yang memandangnya. Di tengah kerumitan motif itu, ada harmoni yang menenangkan, sebuah perpaduan sempurna antara keindahan serta keanggunan.

Pinggiran cawan yang melengkung halus memberikan sentuhan elegan, mengundang setiap bola mata untuk menyentuh, merasakan kehalusan serta kelembutannya. Cawan itu begitu ringan, namun terasa kokoh di genggaman, memberikan kesan rasa percaya diri bahwa keindahan sejati memang ada dalam kesederhanaan.

Di dalam cawan yang berparas cantik itu, terdapat sebuah bendungan kecil yang menahan aliran air yang sangat jernih. Itu bukan sembarang bendungan, melainkan sebuah simbol cinta yang rumit, yang penuh dengan tantangan. Air yang tertahan di balik bendungan itu adalah sebuah perasaan cinta yang dalam, sementara cawan itu sendiri merupakan hati yang menampung cinta tersebut.

Seperti sebuah bendungan yang dibangun di ruang yang terbatas, cinta ini tidak dapat mengalir bebas. Air yang seharusnya mengalir dan memberi kehidupan, malah kembali tertahan dan berputar-putar di dalam cawan. Setiap tetes air yang mencoba melampaui bendungan akhirnya kembali ke tempat semula, tidak pernah menemukan jalan keluar, cinta yang terperangkap dalam lingkaran yang tak berujung.


Cinta yang rumit ini dipenuhi dengan harapan, dengan berjuta keputusasaan. Tiap kali air itu meluap, berharap menemukan celah untuk mengalir keluar, bendungan yang kokoh itu menahannya kembali. Cinta yang penuh dengan kerinduan dengan miliaran impian yang terpendam, seperti air yang merindukan kebebasan untuk mengalir ke sungai yang lebih luas. Namun, kenyataannya, mereka tetap terperangkap di dalam batasan cawan yang rapuh.

Tiap detik yang berlalu, bendungan di dalam cawan itu menahan arus air yang terus berusaha meluap. Bagai hati yang menahan gelombang emosi, bendungan itu kuat namun rentan. Ia menahan cinta yang dalam, sayangnya dia tidak mampu mengarahkan perasaan itu ke tempat yang lebih luas dan terbuka. Tiap upaya dalam mengatasi rintangan itu berakhir dengan kembalinya air ke dalam cawan, siklus yang melelahkan.

Cawan ini, dengan bendungan di dalamnya, menjadi cinta yang penuh tantangan. Ini adalah cinta yang tidak dibiarkan mengalir bebas, terjebak dalam batasan yang sempit dan terbatas. Meski begitu, cinta ini tetap ada, berjuang untuk tetap bertahan meski sulit juga rumit. Setiap tetesan air kerinduan yang tertahan adalah representasi dari perasaan yang tidak pernah menyerah, meskipun tidak pernah mencapai tujuannya.

***

Langit sedang muram saat itu, dengan awan kelabu yang menggantung rendah, matahari bersembunyi di antara awan-awan yang sedang sendu. Di tengah suasana yang suram, sebuah cawan porselen yang cantik, dihiasi dengan motif bunga-bunga halus di sekelilingnya, tampak seperti secercah harapan. Cawan itu duduk dengan anggun di atas meja kayu di dekat jendela, menantikan seseorang untuk datang untuk menghibur rindunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun