WANITA lanjut usia itu sedang duduk di bangku di pelataran jalan, bangku yang berjajar di sepanjang jalan besar itu memang sengaja dibuat untuk mempercantik kota yang sudah padat dengan kendaraan, manusia yang hilir-mudik sejak matahari terjaga hingga terlelap, ketika matahari lelah, manusia-manusia itu tetap saja berkeliaran, entah apa yang mereka cari? Mungkin kebahagian, atau hanya untuk kesenangan sesaat.
Peluh yang mengucur deras di sekujur tubuh wanita lanjut usia itu hampir membasahi bajunya yang lusuh, di wajahnya tersembul buliran penat sebesar biji jagung, menetes bergantian, beberapa dari peluh itu jatuh ke bumi, seandainya bumi dapat berbicara, mungkin dia akan protes pada Tuhan, mengapa Tuhan membiarkan manusia yang lemah itu dibiarkan saja?
Tatapanya tak karuan, medelik-delik, ke kanan dan ke kiri, linglung, bingung nampak khawatir. Anehnya tidak ada satu pun dari mereka, para manusia yang bergerak sibuk itu, tidak tergerak hatinya untuk menanyakan keadaan wanita paruh baya yang sedang kelelahan itu, menoleh pun tidak, semakin hari kepedulian manusia yang sibuk di wajah bumi semakin luntur, mungkin pudar.
Matahari saat itu sedang enggan untuk berpendar, dia tidak berpijar dengan terik, tidak seperti biasanya, nampaknya, matahari tahu, ada seorang wanita lanjut usia yang sedang banjir dengan peluhnya, rupanya, matahari memanggil awan, menyuruhnya untuk berdiri menghalangi sinarnya, matahari hanya mengintip malu melihat wanita itu, sehingga wajahnya hanya nampak samar-samar, meskipun begitu, wanita lanjut usia itu tetap saja mandi dengan keringatnya sendiri.
Memang salahnya sendiri, wanita lanjut usia itu tidak membaca SMS dari Tuhan, padahal sudah berkali-kali Tuhan mengiriminya pesan singkat padanya, seharusnya semakin bertambah usia manusia, SMS Tuhan itu akan sangat mudah terbaca, bahkan pada umumnya, SMS itu tidak dikirim pada orang-orang yang ada di sekitarnya, SMS itu langsung ke hatinya. Tuhan sudah mengirimi SMS pada wanita lanjut usia itu, cukup banyak, sayangnya wanita lanjut usia itu gagap teknologi, dia tidak tahu cara membukanya, hingga akhirnya, dia kehilangan arah dalam perjalanan hidupnya.
"Permisi, Pak!" ucap wanita lanjut usia, dia menghentikan langkah seorang laki-laki yang sedang menenteng sebungkus makanan, dia menghentikan langkah laki-laki yang mengenakan jaket ojek online, pikirnya, mungkin saja dia tahu sesuatu yang ingin ditanyakan olehnya.
"Kenapa, Bu?"
"Saya mau tanya alamat, Pak..." Wanita itu menyodorkan ponselnya, sepotong pesan singkat yang isinya hanya nama jalan dengan nomor, alamat dari pesan singkat itu tidak ditulis lengkap oleh pengirimnya.
"Jalan perdamaian?" Laki-laki itu nampak bingung dengan tulisan singkat yang ada di layar ponsel wanita lanjut usia tersebut, "jalan perdamaian di sini, bu... tapi, nomor lima," Laki-laki itu mengangkat kepalanya dari layar ponsel, lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, sepertinya dia sedang menghitung sesuatu, "nomor lima, di mana ya?" ucapnya sambil menggaruk kepala bagian belakang.
"Tapi, jalannya bener di sini, pak?" Wajah wanita lanjut usia itu perlahan suminggrah, giginya yang sudah tak lagi berbaris rapi muncul dari balik bibirnya yang telah bergurat dengan keriput.