Menjadi seorang pencuri yang terkenal di Baghdad merupakan sebuah prestasi bagiku, aku dikenal dengan panggilan Ali Si Licik, karena aku selalu bisa lolos dari situasi yang sulit dengan akal dan keberanianku. Aku telah mencuri banyak barang berharga dari rumah-rumah orang kaya, pasar, dan juga kantor-kantor pemerintah di Baghdad. Namun, ada satu hal yang belum pernah aku curi, yaitu permata sultan, sebuah batu mulia yang sangat indah dengan kilauannya yang sangat memukau, yang konon memiliki kekuatan ajaib.
Permata itu disimpan di dalam istana sultan, yang dijaga oleh ratusan penjaga, anjing, dan juga jebakan. Banyak pencuri yang mencoba mencurinya, tapi tidak ada yang berhasil. Beberapa tertangkap, beberapa terbunuh, dan beberapa menghilang tanpa jejak. Aku selalu bermimpi untuk memiliki permata itu, tapi aku tahu itu adalah sebuah misi yang sangat mustahil.
***
Ketika aku sedang mencuri di pasar, aku bertemu dengan seorang wanita misterius yang mengenakan cadar hitam, dengan cepat ia menghentikan aksiku, ia mengatakan bahwa dia adalah seorang mata-mata yang bekerja untuk sultan, ia menawariku sebuah mimpi yang nampaknya mustahil aku lakukan, karena dia bisa membantuku untuk masuk ke dalam istana sultan, asalkan aku mau bekerja sama dengannya dan memberikannya separuh dari permata itu.
Aku merasa curiga dengan wanita itu, tapi aku juga tertarik dengan tawarannya. Setelah berfikir panjang, aku setuju untuk bekerja sama dengannya, tapi aku juga berencana untuk menipunya nanti dan mengambil seluruh permata itu untuk diriku sendiri.
"Baiklah," Aku berkata padanya tegas, aku berharap dia tidak mengetahui niat busukku, "Aku bersedia bekerja sama denganmu. Tapi bagaimana caranya kita bisa masuk ke dalam istana sultan tanpa ketahuan?"
"Tenang saja," jawabnya dengan nada penuh percaya diri, "Aku punya semua yang kita butuhkan. Aku punya peta, alat-alat, dan juga informasi rahasia tentang istana sultan. Aku akan memberitahumu semuanya nanti. Yang penting sekarang kita harus bersiap-siap untuk melakukan aksi kita malam ini."
"Malam ini?" Aku bertanya dengan nada heran, keningku berkerut, mataku terbelalak, "apa maksudmu?"
"Iya, malam ini," Dia menjawab pertanyaanku dengan nada tegas, "Kita harus bertindak secepat mungkin, sebelum ada yang menggagalkan rencana kita. Kita harus menyelinap ke dalam istana sultan pada malam hari, saat bulan purnama. Itu adalah waktu yang paling tepat untuk mencuri permata sultan."
"Mengapa harus saat bulan purnama?" tanyaku lagi dengan nada penasaran.
"Karena saat itu permata sultan akan bersinar terang, cahayanya mampu menuntun kita menuju tempat persembunyiannya," dia menjelaskannya dengan sabar, "Dan juga karena saat itu para penjaga lebih lengah, mudah ditipu. Percayalah padaku, aku tahu apa yang aku lakukan."
Mendengar semua informasi yang aku butuhkan untuk bisa mencuri permata itu aku benar-benar tergiur. Aku mempersiapkan diriku dengan baik dan menunggu saatnya tiba. Kami sudah membuat janji untuk bertemu dengan wanita itu di dekat gerbang istana, lalu kami mulai melaksanakan rencana itu tepat di saat bulan bersinar terang. Kami menggunakan jalan masuk rahasia yang ada di bawah tanah, agar berhasil masuk ke dalam istana tanpa diketahui oleh siapa pun.
***
Di dalam istana, kami harus berhati-hati karena ada banyak rintangan yang harus kami hadapi. Kami harus melewati lorong-lorong gelap yang penuh dengan tikus dan laba-laba, ruangan-ruangan yang dipenuhi oleh patung-patung yang bisa hidup kapan saja lalu menyerang kami, tangga-tangga yang bisa berputar dan menjatuhkan kami ke dalam jurang, lalu ada pintu-pintu rahasia yang bisa membawa kami ke tempat lain, dan masih banyak jebakan-jebakan lainnya.
Kami juga harus menghindari penjaga-penjaga yang berjaga di setiap sudut istana. Kami harus menyamar sebagai pelayan atau tamu istana, atau menggunakan alat-alat kami untuk melumpuhkan atau mengelabui mereka. Beberapa kali kami nyaris tertangkap, tapi kami selalu bisa lolos dengan cara yang unik.
"Kita hampir sampai," Ia berbisik padaku, wajahnya terlihat senang, "Lihat, itu adalah ruangan tempat permata sultan disimpan. Kita hanya perlu melewati satu pintu lagi, lalu kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan."
"Bagus," balasku berbisik balik, "Aku sudah tidak sabar untuk melihat permata itu. Ayo, cepat!"
Kami berlari menuju pintu terakhir, lalu membukanya dengan sangat hati-hati. Di dalamnya, kami melihat sebuah ruangan yang megah dan sangat mewah, dengan hiasan -hiasan dinding yang berlapis emas dan juga permata. Di tengah-tengah ruangan itu, ada sebuah takhta yang sangat besar, indah dan megah.
Di atas takhta itu, terletak sebuah permata sultan yang terlihat sangat cantik dan juga menawan, seperti matahari di tengah gelapnya malam.
Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak mengambilnya. Aku segera berlari menuju takhta itu lalu meraihnya dengan tanganku. Saat aku menyentuhnya, aku merasakan sebuah sensasi yang aneh, seolah-olah permata itu berbicara padaku. Aku mendengar sebuah suara yang mengatakan, "Selamat, Ali Si Licik. Kamu adalah orang pertama yang berhasil mencuri permata sultan. Tapi apakah kamu tahu apa yang kamu lakukan? Apakah kamu tahu apa rahasia di balik permata ini?"
Aku bingung dengan suara itu. Aku menoleh ke arah wanita itu, yang juga tampak terkejut. Dia berkata padaku, "Ali, cepat lepaskan permata itu! Permata itu bukanlah permata biasa, tapi sebuah bom yang bisa meledakkan seluruh istana! Itu adalah misi rahasianya, untuk menghancurkan istana sultan dan membunuh semua orang di dalamnya!"
Aku terkejut mendengar pengakuannya. Aku merasa tertipu, aku sangat marah. Aku bertanya padanya, "Mengapa kamu melakukan ini? Siapa kamu sebenarnya? Apa motifmu?"
Dia menjawab dengan tenang, "Aku adalah Zara, seorang mata-mata yang bekerja untuk pemberontak yang ingin menggulingkan sultan. Aku membenci sultan karena dia adalah seorang tiran yang menindas rakyatnya. Aku ingin membalas dendam atas semua kesengsaraan yang telah dia lakukan. Aku menggunakanmu sebagai alat untuk mencapai tujuanku. Aku tidak peduli dengan permata itu, atau dengan hidupmu."
Aku tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Aku merasa bodoh, aku sangat kecewa. Aku berkata, "Kamu adalah seorang pengkhianat dan juga pembunuh! Kamu tidak punya hati dan nurani! Kamu tidak pantas hidup!"
Aku berusaha melempar permata itu ke arahnya, tapi sudah terlambat. Permata itu mulai berkedip-kedip, yang menandakan bahwa permata itu akan meledak dalam hitungan detik. Aku tidak punya waktu untuk melarikan diri atau menyelamatkan diri.
Aku hanya bisa memeluk permata itu erat-erat, dan berharap bahwa aku akan mati dengan cepat dan tanpa rasa sakit.
Aku menutup mataku, dan menunggu ledakan yang akan mengakhiri hidupku.
-Tamat-
Iqbal Muchtar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H