“Apa? Kamu gila? Itu sangat berbahaya! Kamu bisa mati!” Emily berteriak, ia merasa takut.
“Tidak apa-apa. Aku rela mati demi kamu. Demi Aceh. Demi dunia.” sahutku menenangkan Emily dengan lembut.
“Jangan bilang begitu. Jangan lakukan itu. Tolong, jangan tinggalkan aku sendiri.” pinta Emily merengek padaku dengan perasaan sedih.
“Maaf, Emily. Aku harus melakukannya. Ini satu-satunya cara. Ini pilihan yang terbaik.” Aku meminta maaf pada Emily, aku harap ia memaafkanku dengan ikhlas.
“Tidak, tidak, tidak! Aku tidak mau! Aku tidak setuju! Aku tidak rela!” Emily menolakku keras.
“Emily, aku mencintaimu. Selalu ingat itu. Selalu ingat aku. Selalu ingat kita.” Aku mencium Emily untuk yang terakhir kalinya.
“Frank, aku juga mencintaimu. Tapi jangan pergi. Jangan tinggalkan aku. Jangan buat aku kehilangan kamu.” Emily memelukku sangat erat.
“Hei, kalian berdua! Cukup sudah drama kalian! Ayo cepat naik mobil! Kita harus segera berangkat! Waktu kita tidak banyak lagi!” teriak Snouck Hurgronje memanggil kami berdua dengan perasaan kesal.
“Sialan! Dia mengganggu kita lagi! Dia selalu mengganggu kita! Dia harus dihentikan! Dia harus dibunuh!” Aku melepaskan pelukan Emily, aku segera berlari menuju Snouck Hurgronje yang sudah menungguku.
“Frank, tunggu! Jangan pergi! Jangan lakukan itu! Kembalilah ke sini!” teriak Emily sambil mengejarku panik.
Aku segera merebut bungkusan yang sedang ia pegang. “Apa? Apa yang kamu lakukan? Apa yang kamu mau? Lepaskan tanganmu dari bungkusan itu!” bentaknya, ia kaget melihatku berlari mendekatinya dan merebut bungkusan itu dari tangannya.