Kota Jakarta, tahun 1950. Sebuah kota yang sedang berkembang pesat dan menjadi pusat perdagangan, politik, dan hiburan di Indonesia. Di tengah-tengah kota yang ramai dan penuh warna, terdapat sebuah hotel mewah yang menjadi tempat menginap para pejabat, pengusaha, dan selebriti. Hotel itu bernama Hotel Majestic, sebuah bangunan megah bergaya kolonial dengan fasilitas lengkap dan pelayanan prima.
Di balik kemegahan dan kemewahan hotel itu, tersimpan sebuah rahasia gelap yang mengancam reputasinya. Seorang tamu hotel yang bernama Bambang Wijaya ditemukan tewas mengenaskan di kamar nomor 13. Tubuhnya penuh dengan luka memar dan luka tusuk. Di dinding kamar, terdapat tulisan berwarna merah yang berbunyi: "Aku akan kembali".
Kasus itu menarik perhatian publik dan media. Siapa pelakunya? Apa motifnya? Apakah ada hubungannya dengan kejadian-kejadian aneh yang sering terjadi di hotel itu? Apakah ada kaitannya dengan rumor tentang hantu wanita berambut panjang yang sering muncul di kamar nomor 13?
***
"Selamat pagi, Pak. Saya Rendra Pratama, detektif swasta yang ditugaskan oleh polisi untuk menyelidiki kasus pembunuhan di hotel ini." Aku menyodorkan tanganku.
"Selamat pagi, Pak Rendra. Saya sangat menghargai bantuan Anda. Kasus ini sangat merugikan nama baik hotel kami." balas Manager itu
"Saya mengerti, Pak. Saya ingin menanyakan beberapa hal tentang korban dan kamar nomor 13." kataku.
"Silakan, Pak. Saya akan menjawab sejujur-jujurnya." jawabnya tegas.
"Pertama, apa yang Anda ketahui tentang korban, Bambang Wijaya?" Aku menatap matanya tajam.
"Bambang Wijaya adalah seorang tamu tetap di hotel kami. Ia sering menginap di sini untuk urusan bisnis atau pribadi. Ia adalah seorang pengusaha kaya yang memiliki banyak koneksi." terangnya.
"Apakah Anda pernah melihat atau mendengar sesuatu yang mencurigakan tentang aktivitasnya di hotel ini?" Aku mengeluarkan sebuah buku kecil untuk mencatat poin penting dari percakapan ini.
"Jujur saja, Pak. Bambang Wijaya bukanlah tamu yang baik. Ia sering membuat masalah dan menimbulkan keributan. Ia juga suka membawa wanita-wanita cantik ke kamarnya." jawab manager itu dengan nada agak sedikit pelan seperti berbisik.
"Wanita-wanita cantik? Apakah Anda tahu siapa mereka?" Aku mengerutkan keningku.
"Saya tidak tahu pasti, Pak. Tapi saya menduga mereka adalah wanita panggilan yang ia sewa dari luar hotel."
"Apakah Anda pernah melihat wajah atau nama salah satu dari mereka?" tanyaku segera.
"Saya tidak ingat, Pak. Tapi saya bisa memberikan Anda daftar tamu yang pernah menginap bersama Bambang Wijaya di kamar nomor 13."
"Terima kasih, Pak. Itu sangat membantu. Sekarang, saya ingin bertanya tentang kamar nomor 13 itu sendiri. Apakah ada sesuatu yang istimewa atau aneh tentang kamar itu?"
"Kamar nomor 13 adalah salah satu kamar terbaik di hotel kami. Ia memiliki fasilitas lengkap dan pemandangan indah. Tapi ada satu hal yang membuat kamar itu berbeda dari kamar lainnya." ucapnya agak berbisik.
"Apa itu, Pak?" aku penasaran.
"Kamar nomor 13 adalah kamar yang angker, Pak." Ia terlihat ketakutan.
"Angker? Bagaimana maksud Anda?"
"Ada sebuah rumor yang berkembang di kalangan staf dan tamu hotel kami. Konon, di kamar nomor 13 itu sering muncul hantu wanita berambut panjang yang menyeramkan."
"Hantu wanita berambut panjang? Apakah Anda pernah melihatnya sendiri?" tanyaku, karena merasa tidak yakin dengan jawaban itu.
"Tidak pernah, Pak. Tapi saya pernah mendengar cerita dari beberapa staf dan tamu yang pernah melihatnya. Mereka bilang hantu itu muncul di tengah malam dan mengganggu tidur mereka dengan suara tangisan atau jeritan." Manager itu menceritakannya seperti ia mengalaminya sendiri.
"Apakah ada hubungan antara hantu itu dengan kasus pembunuhan ini?" tanyaku ketika mendengar penjelasan yang tidak masuk akal itu.
"Saya tidak tahu, Pak. Tapi ada yang bilang bahwa hantu itu adalah arwah dari seorang wanita yang pernah dibunuh di kamar itu beberapa tahun lalu."
"Siapa wanita itu?" aku mendesaknya.
"Saya juga tidak tahu, Pak. Tapi ada yang bilang bahwa ia adalah salah satu wanita panggilan yang pernah disewa oleh Bambang Wijaya." jawabnya dengan wajah ketakutan.
"Apakah Anda yakin itu hanya legenda urban belaka?"
"Saya tidak bisa memastikan, Pak. Saya sangat berharap Anda bisa menyelesaikan kasus ini secepatnya."
"Saya akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Terima kasih atas kerjasamanya."
"Sama-sama, Pak Rendra. Semoga sukses."
Dari hasil penyelidikanku beberapa hari di Hotel itu, aku menemukan beberapa fakta mengejutkan tentang korban dan pelaku. Ternyata, Bambang Wijaya adalah seorang pengusaha kaya yang memiliki banyak musuh dan hutang. Ia juga terlibat dalam bisnis gelap seperti narkoba, judi, dan prostitusi. Ia sering menginap di Hotel Majestic untuk bertemu dengan para mitra bisnisnya atau wanita-wanita cantik yang ia sewa.
***
Aku berhasil mengungkap identitas dan motif pelaku dengan bantuan rekaman CCTV, catatan telepon, dan bukti-bukti lainnya. Aku kemudian melacak keberadaan seroang wanita bernama Siska, aku menangkapnya di sebuah apartemen mewah milik salah satu temannya. Aku membawa Siska ke kantor polisi untuk diinterogasi.
"Siska, saya sudah tahu semua tentang Anda dan apa yang Anda lakukan. Anda adalah pembunuh Bambang Wijaya, bukan?" aku menginterogasi Siska di kantor polisi.
"Saya tidak tahu apa-apa, Pak. Saya tidak pernah membunuh siapa-siapa." jawabnya dengan wajah pucat.
"Jangan berbohong, Siska. Saya punya bukti-bukti yang kuat untuk menjerat Anda. Lihat ini, ini adalah rekaman CCTV yang menunjukkan Anda masuk dan keluar dari kamar nomor 13 di Hotel Majestic pada malam pembunuhan itu." bentakku.
"Itu bukan saya, Pak. Itu pasti orang lain yang mirip dengan saya." Wanita itu berdalih.
"Jangan mengelak, Siska. Saya juga punya catatan telepon yang menunjukkan Anda berkomunikasi dengan Bambang Wijaya sebelum dan sesudah pembunuhan. Anda menghubungi dia untuk membuat janji bertemu di hotel, bukan?" aku membentaknya.
"Itu juga bukan saya, Pak. Nomor telepon itu bukan milik saya." katanya, kali ini ia benar-benar ketakutan.
"Jangan menyangkal, Siska. Saya juga punya barang-barang milik Anda yang ditemukan di tempat kejadian. Ini adalah pisau yang Anda gunakan untuk menusuk Bambang Wijaya. Ini adalah dompet Anda yang berisi kartu identitas dan uang tunai. Ini adalah syal Anda yang tertinggal di kamar." kataku dengan mengelurkan barang-barang itu.
"Itu semua bukan milik saya, Pak. Itu semua dipasang oleh orang lain untuk menjebak saya." Wanita itu kemudian menangis.
"Jangan berdalih, Siska. Saya sudah tahu motif Anda membunuh Bambang Wijaya. Anda membunuhnya karena dendam atas perlakuan kasar dan kejam yang Anda terima dari dia. Anda juga menulis pesan ancaman di dinding kamar untuk menakut-nakuti orang-orang yang berhubungan dengan dia." Aku menunjuknya.
"Itu semua tidak benar, Pak. Saya tidak punya alasan untuk membunuh Bambang Wijaya. Saya tidak pernah disakiti oleh dia." Ia menangis terisak.
"Sudahlah, Siska. Saya sudah bosan mendengar omong kosong Anda. Mengaku sajalah, Anda adalah pembunuhnya. Anda akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan Anda." Aku memunggungi wanita itu.
"Tidak, Pak. Saya tidak bersalah. Saya tidak melakukan apa-apa." Ia menangis sejadi-jadinya.
"Baiklah, Siska. Kalau begitu, saya akan memberitahu Anda tentang sesuatu yang mungkin akan membuat Anda merubah pikiran Anda. Apakah Anda tahu tentang hantu wanita berambut panjang yang sering muncul di kamar nomor 13?" tanyaku dengan mendekatkan wajahku ke hadapannya.
"Hantu? Apa maksud Anda, Pak?" Wanita itu terlihat panik.
"Ada sebuah rumor yang berkembang di kalangan staf dan tamu Hotel Majestic. Konon, di kamar nomor 13 itu sering muncul hantu wanita berambut panjang yang menyeramkan." kataku.
"Dan apa hubungannya dengan saya?"
"Hubungannya adalah bahwa hantu itu adalah arwah dari seorang wanita yang pernah dibunuh di kamar itu beberapa tahun lalu."
"Siapa wanita itu?"
"Wanita itu adalah ibu kandung Anda, Siska."
"Apa? Ibu saya? Bagaimana bisa?"
"Ya, ibu Anda. Nama asli ibu Anda adalah Sulastri. Ia adalah salah satu wanita panggilan yang pernah disewa oleh Bambang Wijaya beberapa tahun yang lalu. Ia dibunuh oleh Bambang Wijaya di kamar nomor 13 karena ia menolak untuk melayani keinginan bejatnya."
"Tidak mungkin! Itu tidak mungkin benar!" teriaknya, ia berteriak menolak bukti-bukti yang aku berikan.
"Ini adalah buktinya, Siska. Ini adalah foto ibu Anda saat masih hidup. Lihatlah baik-baik, apakah ia tidak mirip dengan Anda?" kusodorkan foto itu kehadapannya.
Siska terdiam, ia hanya menatap wajah ibunya, aura mata rindu terpancar dari matanya.
"Ini juga adalah surat wasiat dari ibu Anda yang ia tinggalkan sebelum ia dibunuh oleh Bambang Wijaya. Ia menulis bahwa ia memiliki seorang anak perempuan yang bernama Siska dan ia ingin agar anaknya hidup bahagia dan bebas dari kekerasan."
Siska menangis, buliran-buliran yang menggenang di matanya tumpah membanjiri pipinya yang merah merona itu.
"Ini adalah kenyataannya, Siska. Anda adalah anak dari seorang wanita panggilan yang dibunuh oleh Bambang Wijaya. Anda membunuh Bambang Wijaya karena ingin membalas dendam atas kematian ibu Anda. Anda juga menulis pesan ancaman di dinding kamar karena Anda ingin menghidupkan kembali rumor tentang hantu ibu Anda." Aku tidak lagi membentaknya, aku perlahan melunak.
Ia masih saja terisak.
"Sekarang, apakah Anda masih mau menyangkal? Apakah Anda masih mau berbohong? Atau apakah Anda akhirnya mau mengaku?" tanyaku perlahan.
Siska mengangguk.
"Baiklah, Siska. Saya senang Anda akhirnya mau mengaku. Saya akan mencatat pengakuan Anda dan menyerahkannya kepada polisi. Saya harap Anda bisa menerima hukuman Anda dan menyesali perbuatan Anda." ucapku merasa puas dengan hasil interogasi ini.
Siska menggeleng, ia tidak mengatakan apa pun, ia menundukan kepalanya dan menggelengkannya.
"Mengapa, Siska? Apa yang masih mengganjal di hati Anda?"
"Saya tidak menyesal, Pak. Saya bahagia, Pak. Saya sudah membalas dendam atas kematian ibu saya. Saya sudah membuat Bambang Wijaya menderita seperti yang ia lakukan kepada ibu saya. Saya sudah membuat orang-orang yang berhubungan dengan dia ketakutan seperti yang saya rasakan. Saya sudah membuat hantu ibu saya bangga kepada saya." katanya dengan nada berbisik.
"Apa? Apa yang Anda katakan, Siska?" aku terkejut mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Saya akan kembali, Pak. Saya akan kembali ke kamar nomor 13. Saya akan bersatu dengan hantu ibu saya. Saya akan menjadi hantu wanita berambut panjang yang menyeramkan." Wanita itu tertawa, rambutnya tergerai menutupi setengah wajahnya, ia menatapku dengan tatapan yang menyeramkan.
-Tamat-
Iqbal Muchtar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H