Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Misteri di Balik Kemegahan Hotel Majestic

14 September 2023   12:20 Diperbarui: 14 September 2023   12:41 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar oleh bruno dari pexel.com

"Apa? Ibu saya? Bagaimana bisa?"

"Ya, ibu Anda. Nama asli ibu Anda adalah Sulastri. Ia adalah salah satu wanita panggilan yang pernah disewa oleh Bambang Wijaya beberapa tahun yang lalu. Ia dibunuh oleh Bambang Wijaya di kamar nomor 13 karena ia menolak untuk melayani keinginan bejatnya."

"Tidak mungkin! Itu tidak mungkin benar!" teriaknya, ia berteriak menolak bukti-bukti yang aku berikan.

"Ini adalah buktinya, Siska. Ini adalah foto ibu Anda saat masih hidup. Lihatlah baik-baik, apakah ia tidak mirip dengan Anda?" kusodorkan foto itu kehadapannya.

Siska terdiam, ia hanya menatap wajah ibunya, aura mata rindu terpancar dari matanya.

"Ini juga adalah surat wasiat dari ibu Anda yang ia tinggalkan sebelum ia dibunuh oleh Bambang Wijaya. Ia menulis bahwa ia memiliki seorang anak perempuan yang bernama Siska dan ia ingin agar anaknya hidup bahagia dan bebas dari kekerasan."

Siska menangis, buliran-buliran yang menggenang di matanya tumpah membanjiri pipinya yang merah merona itu.

"Ini adalah kenyataannya, Siska. Anda adalah anak dari seorang wanita panggilan yang dibunuh oleh Bambang Wijaya. Anda membunuh Bambang Wijaya karena ingin membalas dendam atas kematian ibu Anda. Anda juga menulis pesan ancaman di dinding kamar karena Anda ingin menghidupkan kembali rumor tentang hantu ibu Anda." Aku tidak lagi membentaknya, aku perlahan melunak.

Ia masih saja terisak.

"Sekarang, apakah Anda masih mau menyangkal? Apakah Anda masih mau berbohong? Atau apakah Anda akhirnya mau mengaku?" tanyaku perlahan.

Siska mengangguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun