"Jangan berdalih, Siska. Saya sudah tahu motif Anda membunuh Bambang Wijaya. Anda membunuhnya karena dendam atas perlakuan kasar dan kejam yang Anda terima dari dia. Anda juga menulis pesan ancaman di dinding kamar untuk menakut-nakuti orang-orang yang berhubungan dengan dia." Aku menunjuknya.
"Itu semua tidak benar, Pak. Saya tidak punya alasan untuk membunuh Bambang Wijaya. Saya tidak pernah disakiti oleh dia." Ia menangis terisak.
"Sudahlah, Siska. Saya sudah bosan mendengar omong kosong Anda. Mengaku sajalah, Anda adalah pembunuhnya. Anda akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan Anda." Aku memunggungi wanita itu.
"Tidak, Pak. Saya tidak bersalah. Saya tidak melakukan apa-apa." Ia menangis sejadi-jadinya.
"Baiklah, Siska. Kalau begitu, saya akan memberitahu Anda tentang sesuatu yang mungkin akan membuat Anda merubah pikiran Anda. Apakah Anda tahu tentang hantu wanita berambut panjang yang sering muncul di kamar nomor 13?" tanyaku dengan mendekatkan wajahku ke hadapannya.
"Hantu? Apa maksud Anda, Pak?" Wanita itu terlihat panik.
"Ada sebuah rumor yang berkembang di kalangan staf dan tamu Hotel Majestic. Konon, di kamar nomor 13 itu sering muncul hantu wanita berambut panjang yang menyeramkan." kataku.
"Dan apa hubungannya dengan saya?"
"Hubungannya adalah bahwa hantu itu adalah arwah dari seorang wanita yang pernah dibunuh di kamar itu beberapa tahun lalu."
"Siapa wanita itu?"
"Wanita itu adalah ibu kandung Anda, Siska."