"Mama ... ."Â Batinku menahan air mata yang siap membanjiri pipiku yang penuh dengan debu kota metropolitan itu.
Surat itu dari adikku di kampung, aku memfasilitasi adikku dengan segala kemewahan, karena aku percayakan ia untuk merawat mama, tapi hari ini ia mengirim surat untukku, mengapa ia tidak telepon atau kirim pesan langsung kepadaku.
Aku segera merobek surat itu.
"Selamat Ulang Tahun, Nak!"Â Sebuah tulisan besar paling atas dari surat itu.
"Mama sengaja tidak menelepon atau mengirimkan pesan melalui sosial media, mama ingin menulis untukmu, agar tulisan ini menjadi pengingat untukmu, menjadi sebuah petunjuk untuk hidupmu."Â Mataku sudah mulai berkaca-kaca.
"Ingatlah selalu tuhanmu, bertambah usia berarti mengurangi jatah hidupmu di dunia, kesuksesan itu bukan hanya banyak harta, tapi kesuksesan itu adalah ketika pengetahuan yang kamu peroleh bisa bermanfaat untuk orang banyak"Â Aku memejamkan mataku, terbayang wajah mama dipelupuk mataku.
"Nak, jangan pernah menyakiti perasaan orang lain, karena menjadi pemaaf itu adalah sifat yang paling mulia"Â Kalimat itu selalu menjadi moto dalam pergaulanku sehari-hari.
"Sayangilah dirimu, jangan habiskan waktu dengan sia-sia, semoga dihari ulang tahunmu ini kamu mendapatkan keberkahan, dan juga manfaat dari umur panjang"Â sebuah kalimat penutup yang membuat mataku berkubang dengan keharuan.
"Terima kasih mama" ucapku sambil mencium surat itu.
Segera kuambil ponselku. "Hallo mama." sahutku ketika mama menjawab panggilan teleponku.
"Hallo, Nak." balasnya. "Selamat ulang tahun Radit ... ." lanjutnya