Kota ini terbentang di bawah langit malam yang terhampar seperti kanvas raksasa. Langitnya dipenuhi oleh gemerlap bintang-bintang yang berserakan, seakan-akan alam semesta sedang memberikan pertunjukan pribadinya. Cahaya-cahaya yang terang bermunculan di antara bangunan-bangunan yang menjulang, menciptakan tatanan yang indah di tengah kegelapan.
Seperti lukisan, jalan-jalan kota terbentang dengan warna-warna kehidupan. Cahaya lampu jalan melukis jalanan dengan cahayanya yang remang-remang. Gedung-gedung tinggi berdiri kokoh, mencerminkan sinar-sinar bintang seperti lentera-lentera raksasa. Setiap jendela adalah kisah menuju cerita-cerita yang sedang dijalani oleh penduduk kota ini.
Suara-suara menyatu dalam harmoni unik. Hentakan langkah kaki, klakson kendaraan, dan bisik-bisik perbincangan menciptakan komposisi suara yang khas. Semua ini membentuk latar yang hidup bagi panggung malam yang spektakuler.
Namun, di tengah semua keramaian dan kebisingan ini, bintang-bintang berhasil mencuri perhatian. Sepertinya mereka mengirim pesan secara diam-diam bahwa meskipun kita tenggelam dalam dunia yang sibuk, ada keindahan yang lebih besar yang selalu hadir di atas kita.
Di kota yang terhampar di bawah langit penuh bintang, ada semacam kekuatan yang menghipnotis. Dunia manusia dan keindahan alam semesta bersatu dalam tarian yang tak terlupakan. Dalam gemerlap bintang-bintang, kita merasa kecil tapi juga terhubung dengan sesuatu yang lebih besar.
Malam ini, aku duduk sendirian di tepi jendela kamarku, memandangi cahaya-cahaya yang bersinar seperti mimpi di kejauhan. Tanganku memegang erat gitar kesayanganku, siap untuk mengisi malam dengan melodi yang mengalir dari jari-jariku.
Tapi ada percikan keraguan yang merayap di dalam pikiranku. Aku pernah bermimpi menjadi musisi terkenal, tetapi perjalanan untuk menggapai impian itu terasa begitu sulit. Entahlah, mungkin aku hanya bermimpi terlalu besar.
Tiba-tiba, pintu kamarku terbuka perlahan dan sahabat karibku, Nala, masuk dengan senyuman hangat. "Hai, Radit. Apa kabarmu malam ini?"
Aku tersenyum, meskipun keraguan masih mengendap di hatiku. "Hai, Nala. Aku baik-baik saja."
Nala mendekat dan duduk di sampingku. "Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan. Impianmu untuk menjadi musisi terkenal, betul ... tapi percayalah, kamu memiliki bakat yang luar biasa."
Aku mengangkat alis, tidak yakin. "Kamu pikir begitu?"
Nala mengangguk tegas. "Tentu saja! Kamu ingat konser kecil bulan lalu? Saat kamu bermain gitar, semua orang di sana terpesona oleh melodi yang kamu buat. Termasuk aku."
Aku tersenyum, mengingat momen itu. "Mungkin kamu benar. Tapi industri musik itu keras, dan kompetisinya sangat ketat."
Nala menepuk pundakku lembut. "Ya, memang sulit. Tapi ingat, tidak ada yang tidak mungkin dan tak ada yang bisa menghalangi kita kecuali diri kita sendiri. Jika kamu tidak mencoba, kamu tidak akan pernah tahu seberapa sulit dan jauhnya perjalan kamu."
Kata-kata Nala menghangatkan hatiku. Aku merasa seperti ada semangat baru yang tumbuh di dalam diriku. "Terima kasih, Nala. Aku akan mencoba lebih keras lagi."
Nala tersenyum penuh semangat. "Itu dia! Kamu tahu, impianmu juga akan menjadi impian kami. Kami akan selalu mendukungmu."
Kami duduk di sana, bercakap-cakap tentang mimpi dan harapan kami. Percakapan itu seperti pelipur lara yang sangat aku butuhkan. Mungkin memang tidak akan mudah, tapi aku tahu bahwa dengan dukungan teman-temanku dan tekad yang kuat, aku bisa mengejar impianku.
Tak lama setelah Nala pergi, aku mengambil gitar kesayanganku dan mulai memetik senar-senarnya dengan lembut. Melodi yang kuharapkan mulai tercipta, membawa perasaan dan keinginan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Sementara melodi itu mengalir, aku merasa seperti menjadi bagian dari aliran waktu yang sangat besar, menuju masa depan yang cerah dan penuh peluang.
Malam itu, di bawah cahaya bintang-bintang, aku belajar bahwa tak peduli seberapa besar impian itu, yang penting adalah berani mencoba dan tidak pernah menyerah. Melodi-melodi malam itu menjadi pengingat bahwa kita memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan, asalkan kita berani memulai dan terus berusaha.
-Tamat-
Iqbal Muchtar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H