Aku mengangkat alis, tidak yakin. "Kamu pikir begitu?"
Nala mengangguk tegas. "Tentu saja! Kamu ingat konser kecil bulan lalu? Saat kamu bermain gitar, semua orang di sana terpesona oleh melodi yang kamu buat. Termasuk aku."
Aku tersenyum, mengingat momen itu. "Mungkin kamu benar. Tapi industri musik itu keras, dan kompetisinya sangat ketat."
Nala menepuk pundakku lembut. "Ya, memang sulit. Tapi ingat, tidak ada yang tidak mungkin dan tak ada yang bisa menghalangi kita kecuali diri kita sendiri. Jika kamu tidak mencoba, kamu tidak akan pernah tahu seberapa sulit dan jauhnya perjalan kamu."
Kata-kata Nala menghangatkan hatiku. Aku merasa seperti ada semangat baru yang tumbuh di dalam diriku. "Terima kasih, Nala. Aku akan mencoba lebih keras lagi."
Nala tersenyum penuh semangat. "Itu dia! Kamu tahu, impianmu juga akan menjadi impian kami. Kami akan selalu mendukungmu."
Kami duduk di sana, bercakap-cakap tentang mimpi dan harapan kami. Percakapan itu seperti pelipur lara yang sangat aku butuhkan. Mungkin memang tidak akan mudah, tapi aku tahu bahwa dengan dukungan teman-temanku dan tekad yang kuat, aku bisa mengejar impianku.
Tak lama setelah Nala pergi, aku mengambil gitar kesayanganku dan mulai memetik senar-senarnya dengan lembut. Melodi yang kuharapkan mulai tercipta, membawa perasaan dan keinginan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Sementara melodi itu mengalir, aku merasa seperti menjadi bagian dari aliran waktu yang sangat besar, menuju masa depan yang cerah dan penuh peluang.
Malam itu, di bawah cahaya bintang-bintang, aku belajar bahwa tak peduli seberapa besar impian itu, yang penting adalah berani mencoba dan tidak pernah menyerah. Melodi-melodi malam itu menjadi pengingat bahwa kita memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan, asalkan kita berani memulai dan terus berusaha.
-Tamat-
Iqbal Muchtar