“kamu nulis tentang apa?” tanyaku
“kisah percintaan remaja gitu pak” jawabnya terlihat agak malu ketika ia mengatakannya.
“O, bagus itu, kisah percintaan adalah cerita yang tidak pernah habis ditelan zaman”
“tapi waktu saya bener-bener habis pak, sampe pusing ngatur waktu buat nulis sama ngerjain PR, terus juga sering banget buntu, idenya tiba-tiba ilang pak” ia seperti menggerutu.
“nah… satu hal yang sering dilupakan ketika nulis adalah meluangkan waktu untuk istirahat, terkadang, melepaskan diri dari tulisan untuk sementara waktu dapat membantu kamu mengatasi kebuntuan ide dalam menulis atau hambatan kreatifitas”
“berarti saya harus berhenti nulis dan nonton ya pak” tanyanya sambil tertawa kecil.
“kalau memang dibutuhkan ya boleh-boleh saja” jawabku dengan tawa. “nah yang paling terakhir adalah berikan diri kamu apresiasi, setelah menyelesaikan sebuah tulisan, berikan apresiasi pada diri sendiri atas usaha yang telah kamu lakukan, terlepas nanti hasil akhirnya apakah akan diterima oleh pembaca atu tidak, apresiasi untuk diri sendiri itu penting sebelum orang lain mengapresiasi dirimu” sambungku dengan serius ditengah tawa itu sambil menunjuk kearahnya.
“siap pak” ia menunjukan sikap hormat ketika mengatakan kalimat itu.
“Ingatlah bahwa menulis adalah sebuah perjalanan, dan semakin sering kamu melakukannya, maka semakin baik hasilnya. Jangan menyerah dan teruslah berlatih, karena kemampuan menulis dapat berkembang seiring waktu dan dedikasi kamu” pesanku kepadanya.
“baik pak… saya akan melaksanakan semua saran yang bapak berikan” balasnya sambil menyodorkan tangannya dan mencium tanganku “terima kasih banyak ya pak” lanjutnya sambil membungkukkan badannya, kemudian ia berlalu.
“duh… tadi nulis apa ya” laptopku masih terbuka tanpa ada satu kata di layar itu, sementara bel jam pelajaran berikutnya sudah berbunyi, aku harus segera beranjak menuju kelas 12 untuk mengajar Sosiologi.