"Kriiiing...." bel sekolah berbunyi, aku mendengarnya, langkah ku gotai, aku malas untuk masuk ke kelas, karena aku tahu pagi ini pelajaran Matematika di jam pertama, saat ini aku sudah kelas 3, sebentar lagi aku akan memasuki dunia baru, Universitas.
Entahlah aku tidak punya keinginan untuk melanjutkan kuliah, aku hanya ingin bekerja, apa saja akan ku kerjakan, tidak perlu pendidikan, tidak perlu pengalaman, terlebih setelah kepergian ayah ku tahun lalu meninggalkan kami tanpa arah dan tujuan, kepergian yang sangat mendadak yang membuat sirna semua harapan ku, cita-cita ku, keinginan ku dan semua mimpi-mimpi yang dulu selalu ku kejar.
"Indrajaya" sahut pak Nur memanggil nama ku, "hadir" sahut ku dengan nada datar.Â
"setelah jam pelajaran saya mau bicara sama kamu Indra" pak nur menatap ku, "iya pak" jawab ku segera, dengan perasaan bimbang, entah masalah apalagi yang telah aku perbuat, aku memang malas belakangan ini, aku yakin nilai-nilai ku pasti berantakan, tapi aku tidak perduli, karena aku sudah tidak ingin mengejar mimpi itu lagi, tamat sudah, titik.
pelajaran sudah berlangsung 20 menit, mata ku terasa sangat berat, padahal konsep pembelajaran pak Nur sangat menyenangkan, sangat menantang intuisi ku untuk mencari pemecahan dari setiap permasalahan matematika, aku tidak tidur semalamam, aku nongkrong dengan teman-teman utnuk membuat graviti di jalanan, hobi baru ku untuk melepaskan kesedihan dan kepenatan di otak.
"Indra.. bagaimana menurut mu, soal nomor 5 ini, apakah permasalahan dari kalkulus ini bisa dipecahkan dengan cara seperti ini?" pak Nur menunjuk ku. "mmmmm... tidak bisa pak, karena kalkulus mencakup limit, integral dan deret tak terhingga" jawab ku dengan malas. Pak Nur memperhatikan ku dengan tatapan yang tidak seperti biasanya, sepertinya pak Nur mengetahui kalau aku begadang.Â
"baiklah anak-anak, kalian lanjutkan dulu soal nomor 5 ini" sahut pak Nur, "Indra.. ikut saya sebentar" sambil menunjuk ku. "iya pak" jawab ku, sambil mengikuti pak Nur keluar dari kelas menuju ruangannya.
"kamu bikin graviti lagi semalam?" tanya pak Nur pada ku. "iya pak" jawab ku dengan santai, karena aku pikir pasti hanya ocehan belaka yang aku dapatkan darinya. "Indra.. sy mau cerita boleh" tukas pak Nur kepada ku. "boleh pak" jawab ku heran, mengapa pak Nur tidak marah.
"dulu saya tidak punya mimpi jadi guru, apalagi guru matematika, dulu saya juga pernah gagal mengejar mimpi, namun saya sadar ketika saya bertemu dengan seorang sahabat, dia guru saya" pak Nur berhenti dan melihat ku. "maksudnya pak, saya tidak mengerti" jawab ku, karena pak Nur berhenti bercerita dan hanya menatap ku, seperti menunggu kalimat yang keluar dari mulut ku.
"ya dia itu guru saya dan juga sahabat saya" pak Nur kembali mengulang kalimat itu. Aku masih bingung dengan kalimat itu "bapak ketemu temen yang jadi guru gitu pak" jawab ku mencoba memahami kalimat pak Nur.
"bukan.. tapi sahabat dan guru saya itu adalah pengalaman dalam hidup" pak Nur menatap ku sebentar kemudian dia menyilangkan jarinya dan melihat ke luar jendela dan kembali bercerita "pengalaman hidup itu adalah sahabat mu, dan juga guru mu.. jadikanlah sahabat mu sebagai penolong hidup mu dan jadikanlah guru mu menjadi petunjuk untuk mengejar impian mu" pak Nur kembali menatap ku, dan tersenyum.