Entah berapa tahun aku hidup di tengah ladang timun yang subur dan makmur itu, aku tumbuh bersama dengan suburnya ladang itu menghasilkan timun, aku kancil jantan, mereka bilang aku senang makan timun, ternyata mereka salah besar, ketika mereka bilang aku cerdik, sepertinya kata itu hampir tepat untuk menggambarkan pola pikirku yang tidak sama dengan kancil lainnya.
Hari itu ladang pak tani di beli oleh orang asing, dia mengubah semua aturan di ladang ini, dia melarang ku berlari-lari di perkebunan, dia membatasi ruang kreatifitas ku, imajinasi ku terkurung di ladang timun itu, hingga sore itu ku putuskan untuk berlari meninggalkan ladang itu menuju senja.
Aku tersesat, aku berfikir akan ada ladang timun di ujung senja, namun hanya ada ladang jagung yg telah usang dengan centeng para serigala yang menjadi pengawal serta penasehat pemilik ladang yang usang tergerus zaman, terpaksa aku singgah dan menjadi penjaga ladang jagung yang aneh itu.
tak lama pun pemilik negeri ini melarang si tua yang telah usang untuk menanam jagung aneh itu, pemilik ladang membakar semua jagung aneh itu, hampir saja aku ikut terbakar, aku pun berlari menghindari kobaran api yang akan melahapku, aku berlari menuju senja, terus berlari.
hingga tuhan memberiku jalan bertemu sebuah ladang, sebuah ladang mirip timun, mereka menyebutnya bonteng.
"hei kancil, kamu suka makan bonteng?" sahut salah satu hewan di ladang bonteng itu.
"aku tidak makan itu, aku kancil pemakan pisang" jawabku sambil berfikir entah berapa lama aku akan bertahan di ladang bonteng ini.
"hei, semua kancil itu makan bonteng" sambil tertawa.
"aku si kancil anak melayu yang suka mencuri ilmu" sahutku dengan tegas.
-TAMAT-
M.i.