Kabupaten Subang, yang seharusnya menjadi wilayah agraris subur dengan gunung-gunung hijau sebagai paru-paru alam, kini sedang sekarat. Di balik klaim "pembangunan" dan "proyek strategis nasional", ada tangan-tangan rakus oknum pengusaha yang menggerogoti ekosistem, merampas hak hidup masyarakat, dan mengorbankan masa depan lingkungan demi keuntungan sesaat. Ini bukan hanya persoalan pelanggaran aturan, tetapi krisis kemanusiaan dan pengkhianatan terhadap amanat keberlanjutan. Â
*1. Pembangunan Pabrik di Luar Zona: Ketika Aturan Diinjak-injak** Â
Pembangunan pabrik di luar zona yang ditetapkan adalah bukti nyata kesewenang-wenangan kekuatan modal. Rencana tata ruang (RTRW) seolah hanya dokumen pajangan, sementara izin diterbitkan secara serampangan untuk memuluskan proyek-proyek bermodal besar. Dampaknya? Polusi udara, kebisingan, dan alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan industri kumuh. Masyarakat petani yang kehilangan ladang hanya diberi janji "pembangunan", sementara udara bersih dan tanah subur mereka dirampas. Â
*2. "Tumbal" Proyek Strategis Nasional: Pembangunan yang Menghisap Rakyat** Â
Kabupaten Subang kerap dijadikan "tumbal" proyek strategis nasional. Alasannya selalu sama: untuk kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Namun, realitanya, proyek-proyek ini justru menguntungkan segelintir elit dan mengabaikan suara rakyat. Lahan-lahan dirampas, gunung-gunung diratakan, dan ekosistem dirusak---semua atas nama "nasionalisme" yang palsu. Padahal, masyarakat lokal tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, apalagi menikmati hasilnya. Â
 *3. Tambang Ilegal dan Reklamasi Palsu: Pengawasan yang Mati Suri** Â
Tambang ilegal marak, tetapi yang lebih memprihatinkan adalah tambang berizin yang mengabaikan kewajiban reklamasi. Lubang-lubang menganga dibiarkan terbuka, bekas galian tidak ditanami kembali, dan aliran sungai tercemar limbah. Pemerintah daerah dan pusat seolah tutup mata, seakan izin tambang adalah "tiket bebas merusak". Sanksi? Hampir tidak ada. Pengawasan? Hanya formalitas. Akibatnya, tanah Subang semakin gersang, air tanah menyusut, dan bencana longsor mengintai. Â
### **4. Air Diperdagangkan, Rakyat Diberi Kekeringan** Â
Air, sumber kehidupan utama petani, kini menjadi komoditas yang diperjualbelikan oknum pengusaha. Perusahaan-perusahaan besar menyalurkan air untuk kepentingan industri mereka, sementara warga kesulitan mengairi sawah dan ladang. Sumur-sumur tradisional mengering, sungai-sungai tercemar, dan konflik air antarwarga mulai muncul. Ini bukan lagi sekadar ketidakadilan, melainkan bentuk perampasan hak asasi manusia atas air bersih. Â
*5. Gunung dan Hutan sebagai Paru-Paru: Kini Tinggal Cerita*
Gunung-gunung di Subang, yang dulu menjadi benteng terakhir penyeimbang iklim dan penyimpan air, kini dikeruk untuk tambang atau dijarah untuk perluasan industri. Hutan-hutan dibabat, perkebunan rakyat dihancurkan, dan keanekaragaman hayati punah. Dampaknya sudah nyata: banjir bandang di musim hujan, kekeringan di musim kemarau, dan udara yang semakin panas. Bila paru-paru alam ini habis, siapa yang akan bertanggung jawab atas bencana ekologis yang mengancam nyawa ribuan orang? Â
---
### **Ini Bukan Hanya Soal Lingkungan, Tapi Soal Kedaulatan Rakyat** Â
Kerusakan di Subang adalah cermin kegagalan negara dalam melindungi rakyat dan alamnya. Oknum pengusaha beroperasi karena ada "izin" dari birokrasi korup, ada pembiaran dari penegak hukum, dan ada ketidakpedulian politik elit. Masyarakat lokal, yang seharusnya menjadi subjek pembangunan, justru menjadi korban dari keserakahan yang dilegalisasi oleh kekuasaan. Â
---
*Solusi yang Harus Diperjuangkan** Â
1. **Cabut Izin Perusak Lingkungan** Â
  Segera audit semua izin tambang, pabrik, dan proyek strategis di Subang. Cabut izin perusahaan yang melanggar RTRW, tidak mereklamasi, atau merugikan masyarakat. Â
2. **Pengawasan Independen dan Partisipasi Publik** Â
  Bentuk tim pengawasan gabungan (LSM, akademisi, masyarakat) untuk memantau aktivitas tambang dan industri. Libatkan warga dalam proses perizinan dan pemantauan lingkungan. Â
3. **Tuntut Pertanggungjawaban Perusahaan dan Pejabat** Â
  Jerat pelaku perusakan lingkungan dengan pasal pidana lingkungan hidup dan undang-undang anti-korupsi. Sita aset perusahaan nakal untuk dana rehabilitasi ekosistem. Â
4. **Pulihkan Ekosistem dengan Gerakan Nyata** Â
  Perusahaan wajib membiayai reklamasi total dan pemulihan sumber air. Negara harus mengalokasikan dana khusus untuk penghijauan kembali gunung dan lahan kritis. Â
5. **Alihkan Model Ekonomi ke Berkelanjutan** Â
  Hentikan ketergantungan pada industri ekstraktif. Kembangkan ekonomi hijau berbasis pertanian organik, ekowisata, dan energi terbarukan yang melibatkan masyarakat lokal. Â
---
*Tamatnya Kesabaran Rakyat** Â
Masyarakat Subang sudah terlalu lama menderita. Mereka tidak butuh janji manis atau proyek mercusuar, tetapi keadilan ekologis yang nyata. Bila negara tetap abai, rakyat akan mengambil alih peran sebagai penjaga alam---sebagaimana telah dilakukan oleh banyak komunitas adat dan gerakan lingkungan di seluruh Indonesia. Saatnya kita semua bersuara: *hentikan perusakan di Subang, selamatkan manusia dan alamnya* Â
Â
Subang bukan warisan oknum pengusaha dan penguasa, tetapi titipan generasi mendatang. Jika hari ini kita diam, besok mungkin tidak ada lagi air untuk diminum, tanah untuk ditanam, atau udara untuk dihirup. Jangan biarkan keserakahan segelintir orang menghancurkan kehidupan ribuan orang yang bergantung pada alam Subang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI