Salam…
Kalau membaca dan menyimak tentang tawuran pelajar saat sat ini, kenapa kok tiba-tiba Jadi teringat masa masa SMA dulu. Masa masa paling indah yang sulit untuk dilupakan padahal sudah 25 tahun silam aku mengalaminya.
Dulu aku sekolah di sebuah SMA Negeri di Jember periode 1988-1991. Pada masa itu hal atau perkara yang paling sering memicu perkelahian adalah masalah rebutan cewek dan taruhan sepakbola. Kalau rebutan cewek pasti semua pembaca mahfum, kalau taruhan Bola adalah biasanya kami bertanding sepak bola dengan kelas lain dengan mempertaruhkan nilai uang tertentu, siapa yang menang akan dapat uang tersebut setelah dipotong biaya wasit. Nah, karena sumber dana adalah hasil urunan / patungan dari uang saku kami, maka kami bertanding dengan penuh semangat, yang terkadang saking semangatnya menimbulkan kontak fisik yang keras di tengah lapangan yang berujung pada perkelahian.
Uniknya adalah, kami tidak meneruskan perkelahian tersebut di lapangan sepak bola saat itu juga. Alasannya karena para supporter kami kebanyakan para cewek cewek kelas, kami tidak mau melihat mereka menjerit-jerit di pinggir lapangan yang ujung-ujungnya akan mendatangkan aparat keamanan ( Polisi ). Biasanya, disaat bertanding tersebut pihak yang bertikai ( biasanya 2 – 3 pemain ) langsung buat kesepakatan lisan tentang jadwal berkelahi mereka. Sementara pertandingan sepakbolanya berlanjut hingga usai dan diketahui siapa yang menang serta siapa yang kalah plus penyerahan uang hasil taruhan oleh sang wasit. Pertandingan usai, kami para cowok mengantar para cewek pulang ke rumah masing-masing.
Esok harinya, di pagi hari pihak yang bertikai di lapangan kemarin akan dimediasi untuk berdamai ( biasanya dilakukan oleh teman yang dituakan ). Namun bila tidak sepakat damai, maka langsung dibuat kesepakatan tentang jadwal “ pertarungan “ mereka termasuk lokasinya ( biasanya dibelakang pagar sekolah ). Jadwal tarung yang umum pada masa itu adalah setelah jam istirahat.
Sesaat sebelum kami keluar kelas untuk istirahat, biasanya ketua kelas meminta kami untuk diam dulu di kelas. Kemudian dia membagi para cowok menjadi 2 kelompok, kelompok pertama berisi para jawara di kelas kami ( kebetulan di kelasku ada atlet pencak silat, karate, anggar serta tinju ) mereka ini berangkat ke arena pertarungan, sementara cowok yang lain bertugas menjaga para cewek di kelas serta menjawab pertanyaan para guru tentang sepinya kelas.
Di arena pertarungan, utusan kelas kami dan kelas lawan kami akan menunjuk wasit yang akan memimpin pertarungan, tugasnya adalah memastikan pihak yang bertarung tidak membawa senjata tajam, serta melerai bila sudah ada yang babak belur atau menyerah kalah. Apakah semua utusan kelas ikut bertarung ? tidak sodara sodara!! yang bertarung hanyalah pelajar yang bertikai, satu lawan satu !!. para utusan hanyalah menjadi saksi dan memastikan bahwa teman mereka tidak dikeroyok oleh pihak lain serta mengamankan lokasi dari aparat keamanan.
Pertarungan menggunakan gaya bebas sesuai kemampuan si petarung, mau pake tangan, kaki, kepala, menggigit, mencakar, meninju dll terserah asalkan tidak menggunakan senjata tajam. Pertarungan akan dihentikan oleh wasit bila ada yang sudah tak berdaya, babak belur atau ada yang menyerah kalah. Jadi dijamin para petarung tidak akan dibiarkan tewas tak berdaya dan si pemenang tidak akan menyandang predikat pembunuh.
Selesai bertarung, selesai masalah.. kami balik ke kelas atau langsung pulang ( membolos ) serta yang utama adalah tidak ada episode lanjutan, tidak ada dendam kesumat. Karena mereka ( yang bertikai ) sudah menyelesaikan masalah sesuai dengan pilihan mereka yakni “ bertarung / berkelahi “, masalah ada yang kalah dan ada yang menang itulah pertarungan, masalah babak belur, itulah resiko dari sebuah pilihan.
Jadi, begitulah cara kami tawuran dimasa SMA, siapa yang bermasalah dialah yang menyelesaikan, kami yang lain membantu mendamaikan mereka..namun bila tak mau berdamai mereka kami pertarungkan secara lelaki. Kami tak melibatkan pihak yang tidak punya masalah untuk ikut bertarung, kami juga tak melibatkan para cewek untuk ikut bertarung, karena kami para cowok punya cara tersendiri untuk itu. Oh iya, banyak dari kami yang selesai bertarung malah menjadi sahabat, bahkan selayaknya saudara.
Emh..masa SMA yang tetap indah untuk dikenangkan….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H