Anakku, Kelas 3 SD sudah Gajian
Salam...
Ini tentang cara saya dan istri saya mengajari anak mengatur keuangan sejak dini, cara ini mungkin terasa " kejam " bagi rekan rekan pembaca yang lain, tetapi kami merasakan hasilnya saat ini, ketika anak kami yang sulung sudah SMA sekarang.
Bermula dari sulitnya mengontrol uang jajan si sulung saat itu, serta ( mungkin ) sibuknya kami terutama di pagi hari, maka saya dan istri berdiskusi untuk mencari solusi yang baik, berkelanjutan dan berdampak ke masa depannya, akhirnya kami putuskan untuk " menggaji " anak kami seminggu sekali. Maksudnya adalah, bahwa si sulung akan menerima uang jajannya selama seminggu di awal pekan, kami memberi istilah " gajian " agar secara psikologis menimbulkan rasa dihargai baginya. Rumus hitungannya sederhana, uang belanja harian di sekolah ditambah belanja di rumah dikali tujuh plus sedikit tambahan untuk menggenapinya.
Saat itu, uang saku si sulung sekolah adalah Rp. 1000, uang belanja di rumah juga Rp. 1000, jadi selama 7 hari dia akan dapat Rp. 14.000 plus Rp. 1000, hingga genap Rp. 15.000 . Uang sebanyak itu sudah berupa uag pecahan limaratusan dan seribuan.
Minggu pertama kami bayar gajiannya, si sulung senang bukan kepalang, karena tumben memegang uang " sebanyak " itu, saking senangnya dia jadi lepas kontrol, maksudnya disini adalah saat pertengahan minggu uang jatah tersebut sudah hampir habis, dia kebingungan sendiri, kemudian dia merengek minta uang saku lagi....Nah disinilah perang bathin yang sesungguhnya bagi kami orang tuanya, sempat saya dan istri berdebat, namun...akhirnya kami sepakat menolak permohonannya, kami jadi punya bahan untuk menasehatinya tentang cara mengatur keuangan secara praktis, yah hitung hitung ngajari si sulung matematika.
Berikutnya, diminggu kedua dia sudah lebih hati hati dan lebih cermat lagi. Satu satunya kendala bagi kami, kendala sederhana sih, yaitu menyiapkan uang recehan atau uang pecahan di akhir pekan untuk gajian si sulung di awal pekan depan.
Minggu berganti bulan, si sulung bukan hanya cermat mengatur " uang gajinya " tapi juga malah bisa menyisihkan sisa uang gajinya tersebut untuk ditabungkan. Maka, melihat kenyataan itu, kami memberinya tantangan baru, yaitu " kamu mau beli apa? "...jadi kami tanya dia, nanti saat akhir tahun pelajaran uang tabungannya- baik yang nabung di sekolah maupun yang dirumah- akan dibelikan apa?... saat itu dia mau membeli sepeda merk Polygon... ya sudah kami menyetujuinya... strateginya bagaimana? Jadi, total tabungan dia dirumah dan di sekolah di akhir tahun ajaran kita gabungkan, trus kita ajak dia ke toko sepeda... sesampainya disana kita suruh dia pilih sepeda yang dimaui, setelah dipilih, kita cek total uangnya dia dibandingkan dengan harga sepeda pilihannya, waktu itu uang tabungannya kurang 200 ribu untuk membeli sepeda tersebut, nah kurangnya tersebut kita sebagai orang tua yang menggenapinya.
Alhamdulillah, kebiasaan tersebut masih berjalan hingga saat ini, tentunya dengan penyesuaian disana sini, sesuai dengan perkembangan jaman dan usianya, alhamdulillah dia bisa dengan " disiplin " menyisihkan uang gajinya selama SMP untuk beli Smartphone.
Jujur saja, saat saat awal menerapkan ini, banyak teman dan rekan serta keluarga yang mengatakan " kok tega "... yah kami hanya bisa menjawab " ya harus tega ".. karena semua ini demi kebaikannya di masa depan.
Kami juga tidak kaku, ketika kami keluar bersama yah kami juga membelikan dia jajanan yang dia mau dengan tanpa memotong gajinya, terkadang dia memanfaatkan momen itu, tapi kami mentolerirnya, karna momen itu tidak setiap hari..mungkin semingu sekali.
Alhamdulillah, kebiasaan baik ini menular ke adiknya, si adik sudah bisa menabung untuk membeli tablet yang digunakannya untuk main game, yah sama dengan kakaknya, kami selaku orangtua menggenapi kekurangannya. Beginilah cara kami mendidik anak-anak tentang masalah mengatur keuangannya, intinya berilah mereka keprcayaan serta kita harus disiplin atau " tega ", demi masa depannya.
Semoga meng-inspirasi