Mohon tunggu...
Iqbal Kautsar
Iqbal Kautsar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemakna INDONESIA. Pencerita Perjalanan. Travel Blogger. \r\nwww.diasporaiqbal.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Nasi Penggel, Sarapan Sederhana Khas Kebumen

7 Oktober 2014   01:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:08 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_364392" align="aligncenter" width="504" caption="Nasi Penggel Khas Kebumen"][/caption]

Jika Pekalongan memiliki SegoMegono, Surakarta mempunyai Nasi Liwet, Cirebon memiliki Nasi Lengko, maka Kebumen mempunyaiNasi Penggel.Sebutlah penggel seperti kita menyebut ‘e’ pada pensil. Jika berada di Kebumen pagi hari, adalah sebuah keniscayaan untuk mengecap rasa khas dari kuliner Kebumen yang memang hanya tersedia di kala pagi ini.

Masih pagi sekali, mentari masih redup menampakkan jati diri sehabis lelap dipeluk malam hari. Namun, Desa Tembana, Kec. Pejagoan telah riuh dengan kerumunan orang mengantri. Di pinggir jalan raya, di dua sisinya, puluhan orang rela bangun pagi untuk mendapatkan sesuap Nasi Penggel yang dijual di beberapa lapak. Saya pun turut mengantri sembari segar menghirup udara pagi di daerah yang terletak 2 km sebelah barat alun-alun kota Kebumen.

Dari beberapa penjual, lapak milik Melan (41) lah yang paling ramai. Nasi Penggel Pak Melan ini dikenal sebagai Nasi Penggel paling legendaris di Kebumen. Melan tampak begitu cekatan melayani permintaan para pengunjung yang seolah tidak ada habisnya. Buka dari pukul 05.30, paling lama pukul 08.00 lapaknya sudah habis. Lapak lain juga tidak jauh berbeda. Melan harus marathon mengambilkan sayur dan lauk untuk pasangan Nasi Penggel yang disodorkan oleh para pelanggan.

“Kalau nasinya ambil sendiri yah mas. Monggo, terserah ambil berapa saja.” ungkap Melan berkali-kali seperti dia ingin membuang rasa canggung dari setiap pembeli kepadanya. Istilahnya seperti, “Anggap saja saudara sendiri. Silakan makan sepuasnya dan senikmatnya”

Mengambil Nasi Penggel berarti mengambil nasi yang dibentuk bulat-bulat seukuran bola pingpong. Nasi Penggel itu bermakna nasi yang dibulati. Saya mengambil 10 bulatan nasi yang diwadahi dengan daun pisang yang dibentuk ‘pincuk’. Biasanya pembeli akan mengambil 8-15 bulatan nasi dan menurutsaya sejumlah itu sudah sangat mengenyangkan. Bulatan Nasi Penggel ini diletakkan dalam bakul yang ditata berlapis-lapis. Setiap lapisan Nasi Penggel akan dipisahkan dengan lembaran daun pisang.

Nasi yang diambil pembeli lalu disodorkan kepada Melan untuk dituangkan sayur dan lauk. Sayur ini merupakan lodeh santan berbumbu gurih sederhana yang dicampur ‘gori’ atan nangka muda, daun singkong, tempe, tahu dan melinjo.

Adapun lauk Nasi Penggel adalah kulit dan jeroan sapi seperti babat, iso, kikil, ‘tetelan’, jantung, ginjal, paru, dan semacamnya.Saya melengkapi kenikmatan Nasi Penggel ini dengan memadankan dengan tempe mendoan dan teh hangat. Dari sayur dan lauk Nasi Penggel ini, saya merasakan kentalnya kesederhanan khas ‘wong cilik’ yang notabene menjadi mayoritas penduduk Kebumen.

“Kalau daging sapi nanti jadinya harga mahal. Nanti sedikit yang beli. Ya, gini mas sederhana saja. Yang penting bisa dinikmati semua.” ungkap Melan yang dari penampilannya juga menyiratkan orang yang sungguh sederhana.

Menyantap Nasi Penggel paling khas adalah dengan sendok daun pisang. Namun begitu, kebanyakan pembeli menggunakan sendok biasa yang dinilai lebih praktis tanpa mengurangi kenikmatannya.

Tadinya Nasi penggel ini masih berbentuk berbulat-bulat, tetapi jika sudah tercampur kuah sayuran dan lauk maka akan perlahan hancur menjadi seperti nasi biasa. Kata Melan, meski akan hancur juga saat dimakan, tapi dengan nasi dibulat-bulat, rasa nasi akan terasa lebih gurih. Ketika membulati nasi, dia biasanya mengolesi tangannya dengan ‘lengo gurih’ alias minyak kelapa.

Melan hanya buka 5 hari dalam seminggu. Setiap Jumat dan Senin dia akan libur. Namun, tetap saja ada tetangga dan kerabat yang menggantikan lapaknya sehingga Nasi Penggel akan tersedia setiap hari. Daerah asalnya, yakni Dukuh Gunungsari, Desa Karangpoh, Kec. Pejagoan, dikenal sebagai asal muasal penjual Nasi Penggel. Selain di Tembana, masyarakat Gunungsari juga menjual Nasi Penggel di beberapa lokasi di seantero Kebumen, seperti di Pasar Mertokondo dan Alun-alun Kebumen.

Melan adalah generasi ketiga penjual Nasi Penggel. Dia mewarisi langsung resep asli Nasi Penggel dari kakeknya, Mbah Darnuji, yang lalu diturunkan kepada ibunya, Biyung Marwiyah. Uniknya, dalam keluarga Mbah Darnuji, dari putra-putrinya hanya Marwiyah yang bisa memasak enak Nasi Penggel. Dari keturunan Marwiyah, juga hanya Melan lah yang cakap membuat Nasi Penggel. Meski begitu, resep memasak ini terbuka untuk diajarkan kepada siapapun yang ingin berjualan Nasi Penggel.

“Dulu, simbah jualan Nasi Penggel dengan pikulan keliling Pasar Tumenggungan, Kebumen. Karena sepuh lalu jualan di Tembana saja yang dekat.” ungkap Melan mengingat kisah simbahnya berjualan Nasi Penggel mulai tahun 1940-an.

Setiap hari, Melan paling tidak menghabiskan 15 kg atau jika ramai hingga 20 kg beras. Dia pun bisa menjual seratusan pincuk Nasi Penggel. Per pincuk Nasi Penggel lengkap sayur dan lauk dengan tempe mendoan dan teh hangat dijual seharga Rp 13 ribu rupiah. Dari jualan yang sederhana ini, dia bisa mengantongi pendapatan yang lumayan. Katanya, cukup untuk mengepulkan dapur dan menyekolahkan tiga anaknya. Saya lantas tertarik menanyakan sebab musabab dia hanya buka lima hari saja dan saat pagi saja.

“Rejeki itu yang cukup saja, mas. Aja terlalu ngoyo. Yang berlebihan itu tidak baik. Saya bisa punya waktu cukup untuk istirahat, cukup dengan keluarga. “ ungkapnya lembut dalam logat ngapak sambil tak berhenti tersenyum.

Entah kenapa selain Nasi Penggel yang dijualnya, saya tertarik dengan kepribadian Melan. Pria yang selalu mengenakan kopyah ini terasa meneduhkan pagi itu. Dia begitu sederhana nan bersahaja. Tampaknya kesederhanaan dirinya ini selaras dengan kesederhanaan Nasi Penggel.

Itulah kenapa, jika pulang ke Kebumen, saya akan teringat kesederhanan Melan dan teringat kesederhanaan kuliner Nasi Penggel. Saya pun akan rela bangun pagi untuk sekedar sarapan Nasi Penggel Pak Melan meski dari rumah saya jaraknya 13 km.

Foto-foto selengkapnya silakan kunjungi -> http://diasporaiqbal.blogspot.com/2014/10/nasi-penggel-sarapan-sederhana-khas.html



[caption id="attachment_364393" align="aligncenter" width="504" caption="Ini yang disebut Nasi Penggel, nasi yang dibulati sebesar bola pingpong"]

14125931091414990978
14125931091414990978
[/caption]

[caption id="attachment_364394" align="aligncenter" width="504" caption="Melan mewarisi resep asli Nasi Penggel dari kakeknya. "]

14125932012147192391
14125932012147192391
[/caption]

[caption id="attachment_364398" align="aligncenter" width="504" caption="Ramai pagi hari menikmati kuliner khas Kebumen."]

1412593524123383022
1412593524123383022
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun