Perjuangan memperjuangkan hak perempuan di pelopori pertama kali oleh R.A Kartini pada medio 1890-an sampai beliau wafar pada 17 september 1904 pada saat usia 25 tahun, 4 hari setelah melahirkan anak tunggalnya. R.A kartini memperjuangkan hak-hak perempuan yang seharusnya sama dengan laki-laki, dimana perempuan punya hak untuk mengampu pendidikan, dimana juga perempuan mempunyai hak untuk menjadi apapun yang ia kehendaki.Â
Di Indonesia sendiri masih berpaku bahwa laki-lakidi atas perempuan, dan pergerakan perempuan seringkali dibatasi, terbentur oleh budaya maupun oleh kehidupan sosial.Â
Kita mengambil sebuah contoh, misalkan ada seorang perempuan yang pulang terlalu larut malam ke rumahnya atau kosannya seringkali akan ada omongan dari tetangga-tetangganya yang akan langsung mencap perempuan itu adalah perempuan kurang baik, padahal mereka tidak mengetahui apa yang di lakukan perempuan itu di luar sana.Â
Sedangkan jika laki-laki yang oulang terlalu larut malam tidak akan menjadi pembicaraan tetangga karena menurut mereka itu adalah hal biasa, cohtoh pemikiran seperti inilah yang harusnya di ubah oleh masyarakat Indonesia.Â
Terkadang juga faktor orang tua yang membatasi keinginan anak perempuannya, kita ambil contoh ada seorang anak perempuan yang berbicara kepada orang tuanya bawa ia ingin kuliah, tapi orang tua dari si anak malah mengatakan "ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya di dapur?Â
Hal seperti inilah yang membuat perempuan susah untuk mewujudkan mimpinya, mewujudkan keinginan dan cita-citanya, karena mendepatkan dukungan dari orang terdekat pun tidak mereka dapatkan, sungguh miris memang. Dalam masalah ketidak setaraan gender ini perempuan sangat sering dirugikan dalam banyak aspek.
Data survei dari Women's Health and Life Experiences tahun 2016 menjelaskan bahwa 1 dari 3 perempuan di indonesia pernah mengalami kekerasan fisik maupun kekerasan seksuan.Â
Dalam bidang perkerjaan pun perempuan kurang diberikan cukup ruang, itu semua karena terbentur oleh pernikahan dini, kewajiban mengurus anak dan tingkat pendidikan yang rendah. Terkadang juga Perempuan di Indonesia tidak mempunyai hak umtuk memilih keputusan dalam pernikahannya, oleh sebab itu banyak terjadi kasus pernikahan di usia dini. Tingginya kasus pernikahan dini di Indonesia menjadi faktor penting dalam hal ini.Â
Survei menunjukan bahwa 11% perempuan di indonesia menikah pada usia dibawah 15 tahun, hal ini yang membuat perempuan tidak dapat melanjutkan pendidikannya, tanggung jawab mengurus anak dan keluarga dan tidak bisa ikut andil dalam dunia perkerjaan di karena terbentur oleh pendidikan yang rendah.Â
Kesetaraan gender dapat membantu perempuan dan laki-laki bisa mengambil keputusan yang lebih bijak dalam hal-hal serius. Misalkan, kapan waktu yang tepat untuk menikah, kapan waktu yang tepat untuk memiliki anak dan kapan waktu yang tepat untuk berkerja maupun berhenti untuk berkerja dan akan lebih banyak lagi hal-halyang akan di ambil lebih bijak jika ada kesetaraan gender.Â
Dengan menjunung tinggi kesetaraan gender juga kita sudah melaksnakan kewajiban untuk menetapkan HAM milik orang lain sebagai manusia. Seperti yang kita ketahui hak asasi manusia meliputi, hak untuk hidup, hak untuk menentukan jalan hidup, hak untuk menjalani hidup tanpa rasa takut dengan status, gender, ras maupun agama dan hal-hal lainnya yang dapat membedakan. Semoga tulisan ini isa bermanfaat dan kita sebagai rakyat Indonesia bisa menjalankan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh raykat Indonesia dan bisa terus menjunjung tinngi hak asasi manusia.