koleksi pribadi fossei - iaincirebon.ac.id
sebelum tulisan ini terbentuk, saya sempat dibuat gempar oleh dunia keuangan syariah dunia, dimana lembaga riset Islamic Research and Training Institute (IRTI) merilis Islamic Finance Country Report for Indonesia (IFCR). Isi rilis yang dipaparkan merupakan laporan berseri yang memaparkan kondisi dan peluang serta prospek keuangan syariah diberbagai negara-negara muslim. Berbagai ulasan mengenai peluang dan tantangan industri keuangan syariah di Indonesia diantaranya adalah mengenai perkembangan industri keuangan syariah yang lambat dibandingkan negara malaysia karena setelah lebih dari 20 tahun hanya berkontribusi dalam kisaran 5 %. Hal ini diikuti dengan market share bank syariah yang hanya 4,8 % dari total industri perbankan, serta reksa dana hanya 4,5 % dan sukuk yang belum lama ini banyak diperbincangkan sebagai opsi lain dari investasi hanya sebesar 3,2%. Hal lain yang mempengaruhi adalah dari aspek regulasi dan infrakstuktur keuangan syariah yang masih jauh tertinggal. Hal itu juga disertai dengan masih minimnya pembiayaan syariah dimana hanya ada 2 Bank besar sebesar 68 % dan pada sektor ritel hanya sebesar 63% dan hanya ada 5 Bank yang turut andil. Kemudian juga diikuti masih minimnya peluang investasi di sektor korporasi dimana hanya menyumbang 1,57% terhadap produk domestik bruto (PDB). Berbagai sektor industri halal merupakan pasar yang belum tergarap secara maksimal dimana Indonesia hanya menempati peringkat 10 dari 70 negara muslim dengan rincian keuangan syariah di peringkat 9, industri makanan halal pada peringkat 13, fashion dan pakaian peringkat 25, rekreasi peringkat 48 dan kosmetik serta farmasi peringkat 6.
Sebenarnya jika ditarik garis merah mengenai akar permasalahan belum optimalnya keuangan syariah Indonesia. Dimana kurangnya sosialisasi dan penekanan mengenai betapa pentingnya keuangan syariah menjadi persoalan utama. Hal ini diperkuat dengan data dimana sisi pemahaman masyarakat Indonesia hanya sebesar 13% yang memahami perbedaan keuangan syariah dan konvensional. Dimana sekitar 37 % tidak tahu namun masih ada kemauan untuk mencari tahu sedangkan yang tidak mengetahui sekitatr 30%. Oleh karena itu dibutuhkan duta keuangan syariah guna mengedukasi dan mengsosialisasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, dimana 85% nya adalah muslim.
Menjadi duta keuangan syariah? Mungkin jika disimak sekilas merupakan tugas yang berat dimana harus lebih menguasai keuangan syariah secara mendalam dan mahir bersosialisasi. Namun sebenarnya untuk menjadi duta keuangan syariah tidaklah sulit, dengan mengutamakan konsep hidup “Mulailah dari yang terkecil, Mulailah dari diri sendiri dan Mulailah dari sekarang”.Hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Ibu saya. Dimana dengan latar belakang ibu yang bergelar sarjana hukum syariah, keluarga kecil yang saya miliki secara tidak sadar menjadi duta keuangan syariah. Lantas apa yang dilakukan? Ketika pertama kali untuk pindah ke Depok dikarenakan urusan pekerjaan maka hal yang dilakukan adalah mencari rumah. Tidak mudah ketika pada tahun 1993-1994 mencari pembiayaan keuangan syariah untuk rumah maka terpaksa keluarga saya membeli rumah dengan sistem riba yaitu KPR Bank Nasional. Namun ibu mengakali dengan lebih cepat membayar cicilan secara singkat guna menjauhi sistem RIBA. Hal ini cukup menggemparkan para tetangga kami dan bertanya-tanya “Mengapa dibayar lebih cepat, karena notabenenya tetangga kami menunda cicilan rumah karena sibuk menghias rumah dan mengisi perabotan rumah”. Dengan keilmuan hukum syariah yang mumpuni lantas Ibu mensosialisasikan bagaimana sistem KPR itu merupakan sistem riba dengan berlandaskan dalil ayat-ayat riba pada surat Arrum ayat 39, An-Nisa: 160-161, Ali Imran:130, QS. Al Baqarah: 278-279. Walaupun cukup bertahap menjelaskan mengenai dampak RIBA, namun bermula dari hal itulah ibu menjadi rujukan mengenai permasalahan yang terjadi di masyarakat. Apalagi pada saat itu marak rentenir yang berkeliaran guna menawarkan pinjaman uang ataupun menjual barang secara kredit dengan bunga yang lumayan besar dimana keunggulan akses mendapatkan uang dan barang yang mudah. Berbeda dengan ibu maka Ayah yang berprofesi sebagai arsitektur menjadi duta keuangan syariah juga menolak mendapatkan pinjaman uang dari rentenir guna pembangunan masjid di lingkungan masyarakat dan lebih mengutamakan himpunan dana dari masyarakat.
Takdir tuhan ataukah kebetulan, saya sebenarnya secara tidak sadar menjadi duta keuangan syariah. Berbekal ilmu fiqh muamalah dan syariah yang didapat ketika belajar di Pondok Gontor maka saya mulai paham walaupun hanya sebatas teoritis dan konsep kaidah fiqh atas hal-hal yang dilakukan orang tua saya dalam praktiknya. Parahnya ketika tamat dari pondok, secara kebetulan saya mendapatkan beasiswa dari kampus yang berbasis ekonomi Islam di daerah Parung. Berbekal ilmu tersebut saya dan dari kawan-kawan mendirikan DIESFO Depok Islamic Economic Forum, forum ini bertujuan untuk mensosialisasikan betapa pentingnya penerapan ekonomi syariah dalam kehidupan sehari-hari khususnya anak-anak muda. Berawal dari membuat poster, mading dan meme mengenai ekonomi syariah hingga obrolan hangat di warung kopi. Walaupun mulanya terlihat aneh namun semakin terlihat aneh banyak orang yang penasaran dengan ekonomi syariah hingga perbankan syariah. Uniknya banyak kawan-kawan yang notabenenya non muslimpun giat mengkampanyekan ekonomi syariah. Hal konkrit yang membuat saya dan kawan-kawan saya merasa puas adalah momen ketika tukang sayur yang mendapatkan modal dari koperasi syariah dengan konsep bagi hasil dapat mensekolahkan anaknya hingga tamat D3 keperawatan.
Hal ini menambah semangat saya untuk harus lebih menambah pengetahuan dan penerapan dari makna keuangan syariah yang begitu luas. Bagaimana tidak? Inti dari ekonomi dan keuangan syariah adalah “ AL- Aslu Fil Muamalah Ibahah” yaitu segala sesuatu dalam Muamalah (EKonomi dan Keuangan Syariah) adalah dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Hal ini dapat diartikan bahwa alangkah fleksibelnya ekonomi dan keuangan syariah dalam membuat inovasi dan dinamis dalam pengembangannya. Oleh karena itu diperlukan DUTA EKONOMI & KEUANGAN SYARIAH untuk mewujudkan hal tersebut. Jika saya dan keluarga bisa !!!! kamu pasti bisa !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H