Manga yang berisi pesan-pesan edukasi bencana adalah salah satu bentuk kreativitas Jepang di dalam mengedukasi masyarakatnya melalui cara-cara yang kreatif dan menyenangkan.
Pemerintah Jepang berharap agar karakter dan kearifan lokal mereka yang unik, lucu (cuteness), ketika dibungkus dengan Manga, kemudian disebarkan melalui teknologi, dapat membantu meredam atau mengalihkan berbagai keinginan dan imajinasi kebutuhan masyarakatnya selama menghadapi pandemi ini.
Jepang telah memberi contoh yang baik bagaimana mereka memanfaatkan kebudayaannya  untuk menghadapai bencana. Manga, oleh Pemerintah Jepang dijadikan sarana untuk mengedukasi masyarakatnya, terkait keharusan melakukan serangkaian upaya meminimilisasi risiko bencana (mitigasi), terutama terhadap Covid-19 yang tengah melanda.
Mungkin karena terlalu sering mengalami bencana, sehingga memaksa mereka untuk terus belajar dan berbenah dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi serta kearifan lokal yang mereka miliki. Harus diakui kalau mereka adalah bangsa yang paling tangguh menghadapi bencana.
Menarik apa yang dikatakan kawan itu, bahwa dalam menghadapi bencana, teknologi saja tidak cukup, bahkan tak pernah memadai. Tetapi perlu dibarengi pendidikan kebencanaan dengan memanfaatkan budaya yang hidup ditengah masyarakat. Â Bagaimana dengan kita di Indonesia?
Akan tetapi, yang tak kurang-kurang membuatku cemburu adalah dedikasi yang ditunjukkan oleh Shueisha dan Shogakukan terhadap negara dan bangsanya. "Ah, andai saja perusahaan-perusahan di Indonesia seperti Shueisha dan Shogakukan. Terutama, mereka yang selama ini banyak mengerjakan proyek-proyek perbukuan nasional," pikirku berandai-andai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H