Cukup menarik menyimak kisah sang aktor kecelakaan maut Tol Jagorawi yang bernama Rasyid Rajasa. Dari namanya orang sudah kenal ada hubungannya dengan Hatta Rajasa, seorang petinggi di negeri ini.
Rasyid adalah tersangka kasus kecelakaan maut di Km 3+335 Tol Jagorawi arah Bogor pada 1 Januari 2013 pagi. Mobil BMW B 272 HR yang dikemudikan Rasyid menghantam Daihatsu Luxio F 1622 CY hingga dua penumpangnya, Harun (60) dan Raihan (1,5), meninggal dunia, serta tiga orang lain luka-luka.
Rasyid Rajasa sudah divonis bersalah, tetapi tidak ditahan, bahkan bisa kembali ke London (Enak ya). Ini menarik.
Dalam amar putusan, Ketua Majelis Hakim Suharjono mengatakan, terdakwa terbukti melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan subsider Pasal 310 Ayat (3). Oleh sebab itu, Rasyid divonis lima bulan hukuman penjara serta denda sebesar Rp 12 juta. Apabila tidak dibayar, maka Rasyid dikenakan masa percobaan enam bulan.
Kenapa Rasyid tidak ditahan? ini alasan hakim: Adapun poin meringankan, terdakwa dikatakan bersikap kooperatif selama proses hukumnya. Selain itu, terdakwa masih berstatus mahasiswa dan terdakwa memberi santunan kepada keluarga korban. Terlebih, terdakwa telah berjanji untuk menyekolahkan keluarga korban hingga dewasa.
Dan ini pernyataan dari keluarga korban: "Keluarga Rasyid juga datang sehari setelah meninggalnya kakak (Harun) dengan membawa sembako," kata Ukar (Ipar Harun).
Selain menyekolahkan anak bungsunya, Ferdiansyah, keluarga Rasyid juga berjanji memberikan pekerjaan atau modal usaha kepada Nurhasanah, anak keempat Harun. Hal itu dikarenakan hanya Nurhasanah dan Ferdiansyah yang belum memiliki keluarga sendiri. Adapun Ukar, ipar Harun, mengatakan, pasca-kecelakaan di Tol Jagorawi pada 1 Januari 2013 lalu, keluarga Rasyid sudah memberikan bantuan kepada istri Harun, yaitu Umianah. Keluarga Rasyid juga memberikan catering untuk tahlil memperingati tujuh hari meninggalnya Harun.
Pertanyaannya? apakah dengan membawa sembako, memberi santunan dan seterusnya, itu melemahkan hukum? menyebabkan kurangnya pasal yang didakwakan? lemahnya tuntutan dari jaksa umum? rendahnya vonis dari hakim?
Kita masih ingat, seorang nenek yang mencuri singkong karena kelaparan disebabkan kemiskinan yang dialaminya. Nenek itu divonis penjara 2,5 tahun. Ini sedikit cuplikan kisah nenek tersebut.
Hakim Marzuki menghela nafas, dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, 'maafkan saya', katanya sambil memandang nenek itu, 'saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. saya mendenda anda 1juta rupiah dan jika anda tidak mampu bayar maka anda haus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU'. Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang 1juta rupiah ke topi toganya serta berkata kepada hadirin. "Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar 50ribu rupiah, sebab menetap di kota ini, yang membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya, saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa." Sampai palu diketuk dan hakim marzuki meninggaikan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi uang 3,5 juta rupiah, termasuk uang 50ribu yang dibayarkan oleh manajer PT A****K**** yang tersipu malu karena telah menuntutnya.
Wahai penguasa dan penegak hukum? dimata nurani kalian. Seorang nenek yang mencuri singkong karena miskin divonis 2,5 tahun penjara, sedang anak seorang pejabat dan juga besan presiden, telah membunuh (menghilangkan nyawa) 2 orang hanya divonis 5 bulan dan itupun tidak ditahan. Hukum benar-benar bersumber dari KUHP=Kasih Uang Habis Perkara.