Mohon tunggu...
Iqbal Musyaffa
Iqbal Musyaffa Mohon Tunggu... -

Memulai dunia baru yang lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setengah Hati Menjaga Kedaulatan

1 Oktober 2010   12:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:48 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemerdekaan yang diraih Indonesia pada tahun 1945 menyisakan tanggung jawab dan amanat besar bagi segenap warga negara untuk mengisi kemerdekaan yang diraih dengan darah dan keringat serta air mata. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk benar-benar memperoleh kemerdekaan yang utuh. Dan tentunya pemerintah yang merupakan representasi atas keterlibatan rakyat dalam pemerintahan memiliki tanggung jawab paling besar untuk mengawal kemerdekaan.

Dalam hukum internasional, suatu negara yang berdaulat harus memiliki wilayah, penduduk, dan pemerintahan serta mendapatkan pengakuan secara de jure dan de facto. Hukum internasionalyang berkaitan dengan masalah teritorial perbatasan dan kedaulatan diadopsi dari perjanjian Westphalia pada tahun 1648. Sebuah perjanjian yang menghasilkan ketentuan tentang pembagian wilayah teritori perbatasan dan kedaulatan antar negara di Eropa sekaligus perjanjian yang mengakhiri perang tiga puluh tahun di Eropa. Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan merupakan sesuatu yang mutlak, tak terhingga, tidak dapat dibagi-bagi, dan tidak terbatas. Jadi, kedaulatan merupakan hal paling utama yang dimiliki oleh sebuah negara dan harus dipertahankan. Tanpa kedaulatan, suatu negara tidak dapat dikatakan sebagai negara. Walaupun kini konsep kedaulatan mulai mengalami pergeseran di era globalisasi.

Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki unsur-unsur yang harus dimiliki oleh suatu negara. Indonesia memiliki wilayah berupa hamparan pulau-pulau yang terbentang di antara dua benua dan dua samudra yang merupakan wilayah strategis bagi jalur perdagangan internasional. Negara ini juga berbatasan dengan beberapa negara baik langsung di darat ataupun berbatasan laut. Namun, hingga saat ini masih banyak sengketa mengenai perbatasan dengan negara-negara tetangga karena belum adanya perjanjian ataupun belum menemui kesepakatan mengenai wilayah perbatasan antara Indonesia dan negara tetangga. Indonesia sering bersengketa dengan Malaysia mengenai masalah sempadan (perbatasan), pengklaiman kebudayaan Indonesia oleh Malaysia, hingga masalah tahunan yang belum terselesaikan yaitu permasalahan yang sering dialami oleh ‘pahlawan devisa’ Indonesia di negeri jiran. Sengketa ini sering berpotensi mengalami eskalasi menjadi konflik terbuka seperti yang pernah didengungkan Presiden Soekarno untuk ‘mengganyang’ Malaysia.

Pemerintah Indonesia seringkali menyebutkan NKRI merupakan harga mati yang harus dipertahankan dan tidak ada kompromi untuk itu. Pernyataan yang cukup tegas dari pemerintah walaupun kenyataan di lapangan tidak setegas pernyataannya. Pemerintah seringkali melakukan langkah reaktif setelah terjadi suatu permasalahan yang mengancam kedaulatan dan harga diri Indonesia sebagai negara yang besar. Sipadan dan Ligitan lepas dari pangkuan ibu periwi karena ketidak sigapan pemerintah Indonesia untuk mempertahankan dua pulau tersebut. Masalah blok Ambalat pun sering menyita perhatian kedua negara. Belum lagi masalah lain di luar masalah perbatasan tanpa ada upaya preventif dari pemerintah sebelum terjadi suatu permasalahan.

Sebagai negara yang memiliki letak geografis yang sangat strategis seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai keuntungan bagi Indonesia dalam beberapa aspek seperti aspek ekonomi, politik dan keamanan, serta sosial budaya. Dengan potensi yang kita miliki akan menjadikan posisi Indonesia diperhitungkan dan meminimalisir ancaman terhadap kedaulatan dan harga diri bangsa. Untuk itu, diperlukan suatu langkah antisipatif untuk mencegah ancaman terhadap negara. Kita mengenal pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati. Dan sepertinya pepatah ini dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi problematika negara dalam menjaga kedaulatan. Namun, bukan berarti menihilkan peran dari tindakan reaktif yang sering dilakukan pemerintah.

Pengelolaan dan pembangunan wilayah perbatasan merupakan suatu kebijakan yang dapat dilakukan. Selama ini kebijakan pembangunan Indonesia selalu menempatkan wilayah perbatasan dalam gerbang belakang pembangunan Indonesia. Sehingga wajar apabila di wilayah perbatasan Indonesia yang berbatasan darat dengan negara lain masih minim fasilitas publik seperti sekolah dan rumah sakit yang mengakibatkan banyak warga perbatasan yang menimba ilmu dan berobat serta mendapatkan fasilitas umum lainnya dari negara tetangga seperti yang banyak terjadi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di pulau Kalimantan. Hal ini dapat menghilangkan ataupun setidaknya melunturkan rasa kebanggaan menjadi WNI. Dan ini dapat mengancam integrasi bangsa. Paradigma mengenai pembangunan harus dirubah dengan menempatkan wilayah perbatasan sebagai gerbang utama pembangunan Indonesia. Karena wilayah perbatasan merupakan wajah terdepan suatu negara terhadap negara tetangga yang berbatasan dengannya.

Keseriusan pembangunan wilayah perbatasan harus diimbangi dengan kapabilitas militer untuk menjaga wilayah perbatasan terutama Angkatan Laut. Sebagai negara maritim dengan wilayah laut lebih luas dari wilayah daratnya, sewajarnya apabila Indonesia memiliki angkatan laut yang kuat dan diperhitungkan. Selama ini patroli wilayah perbatasan yang dilakukan di laut wilayah perbatasan dilakukan dengan alutsista yang kurang memadai. Anggaran pengadaan Alutsista selalu menjadi kendala TNI. Mulai tahun 2010 anggaran pertahanan Indonesia ditingkatkan secara signifikan sebesar 20% menjadi Rp 40,6 Triliun dan akan ditingkatkan secara bertahap sehingga dapat mencapai kekuatan minimum yang diperlukan yaitu sebesar Rp 100 triliun. Dengan peningkatan anggaran pertahanan yang dicanangkan setiap tahunnya, diharapkan pula dapat meningkatkan kinerja TNI dalam mengawal kedaulatan negara di wilayah perbatasan. Selain masalah alutsista, yang perlu diperhatikan adalah kesejahteraan prajurit yang mengawal perbatasan. Selama ini, kesejahteraan para ‘pahlawan pengawal kedaulatan’ di wilayah perbatasan masih memprihatinkan. Memang tidak dapat dipastikan apakah peningkatan kesejahteraan prajurit di perbatasan dapat meningkatkan kinerja mereka dalam menjaga wilayah perbatasan. Tapi, setidaknya apabila kesejahteraan mereka terjamin, mereka dapat fokus untuk menjaga kedaulatan Indonesia di wilayah perbatasan tanpa harus mencari tambahan kesejahteraan lainnya yang dapat mengganggu konsentrasi mereka menjaga wilayah perbatasan.

Pengelolaan wilayah perbatasan baik perbatasan darat maupun perbatasan laut harus dilakukan dengan profesional karena menyangkut kedaulatan negara. Pengelolaan yang tepat dapat meminimalisir potensi terjadinya konflik dengan negara tetangga yang berbatasan dengan wilayah negara Indonesia. Setidaknya, pembangunan wilayah perbatasan dan peningkatan kemampuan militer TNI yang berpatroli menjaga perbatasan merupakan contoh kecil dari langkah antisipatif yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia untuk menjaga kedaulatan selain diperlukan pula langkah-langkah diplomasi untuk memperoleh kesepakatan mengenai batas-batas wilayah negara baik batas darat maupun laut antara negara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang berbatasan dengan Indonesia apabila pemerintah benar-benar berprinsip bahwa kedaulatan dan NKRI merupakan harga mati yang harus dipertahankan. Karena selama ini masih terkesan setengah hati mengawal kedaulatan dan NKRI. Mungkin upaya yang terkesan setengah hati dalam menjaga kedaulatan tersebut yang menyebabkan posisi tawar Indonesia terlihat sedikit lebih lemah dibandingkan dengan negeri jiran yang sering terlibat sengketa dengan Indonesia dan mengusik kedaulatan negara. Pemerintah terkesan inferior di hadapan Malaysia dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi antara kedua negara.

Mempertahankan kedaulatan tidak selalu diartikan sebagai langkah menuju konfrontasi karena kedaulatan dapat dipertahankan dengan langkah-langkah yang lebih elegan dan efektif serta ketegasan dari pemerintah. Namun juga tidak menafikan bahwa konfrontasi dapat ditempuh sebagai langkah akhir untuk mempertahankan kedaulatan walaupun bukan merupakan sebuah keputusan yang bijak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun