Berbicara tentang kawasan hutan sudah tidak aneh rasanya jika disandingkan dengan isu tenurial atau potensi konflik lahan. Hal ini tidak terlepas dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang tentunya berbanding lurus dengan tingginya akan kebutuhan lahan terutama untuk lokasi tempat tinggal dan juga tempat usaha mereka untuk bisa bertahan hidup. Namun, adanya kemampuan finansial masyarakat tidak mampu jika harus membeli lahan milik yang harganya semakin lama semakin melangit, sehingga berangkat dari permasalahan ini membuat mereka tidak mempunyai pilihan selain bermukim dan juga mencari sesuap nasi di dalam areal kawasan hutan.
Kawasan Register 1 Hutan Produksi Way Pisang dan Kawasan Register 2 Hutan Produksi Pematang Taman di Provinsi Lampung adalah contoh areal kawasan hutan yang terdampak dari okupansi masyarakat ke dalam kawasan hutan.  Hal ini sudah terjadi cukup lama sejak lebih dari 10 (sepuluh) tahun yang lalu. Kawasan hutan produksi ini secara administrasi meliputi wilayah Kecamatan Palas, Sragi, Ketapang dan Penengahan di Kabupaten Lampung Selatan. Saat ini wilayah tersebut masuk dalam wilayah pengelolaan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Way Pisang, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Luas wilayah kerja Kawasan Hutan Produksi Tetap Register 1 ditetapkan seluas ± 8.395 ha berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No SK.105/Menhut-II/2011 Tanggal 18 Maret 2011 dan luas Kawasan Hutan Produksi Tetap Register 2 ditetapkan seluas ± 1.272 ha berdasarkan SK.106/Menhut-II/2011 Tanggal 18 Maret  2011. (Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPH Way Pisang 2021-2030)
Kondisi tutupan lahan ini sekarang adalah berupa pemukiman dan juga kebun-kebun terbuka yang diisi tanaman-tanaman seperti pisang dan jagung. Pendekatan yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir ini oleh personil kehutanan di lapangan adalah merangkul dan mengajak masyarakat untuk mengikuti skema perhutanan sosial. Berkaca pada rangkaian kegiatan penelitian Enhancing Community-Based Comercial Forestry in Indonesia yang dilakukan pada tahun 2016 hingga 2021, dimana penelitian ini merupakan kegiatan kerjasama Badan Litbang dan Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLI-KLHK) dengan Australian Center for International Agricurtural Research (ACIAR). Hasil dari penelitian CBCF menyatakan bahwa terdapat peningkatan pendapatan petani walau belum terlalu besar, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun pada tahun 2018 sampai 2020. Hal ini membuktikan bahwa nilai pendapatan masyarakat yang telah mendapatkan izin atau legalitas perhutanan sosial maka pendapatan akan meningkat lebih pesat.
Namun usaha pendekatan tersebut tentunya tak semudah membalikkan telapak tangan, gejolak kuat yang muncul di masyarakat adalah mereka menginginkan adanya pelepasan kawasan hutan di daerah tempat mereka bermukim dan mencari makan. Gejolak masyarakat di dalam kawasan hutan tersebut pun semakin menguat seiring adanya dukungan dari beberapa kelompok yang mengklaim bisa mengurus dan melakukan proses pelepasan kawasan hutan meskipun realisasinya sampai dengan hari ini pun masih dipertanyakan.
Petugas lapangan pernah bertukar pikiran dengan beberapa tokoh masyarakat, bahwa sebenarnya penghasilan mereka saat ini pun pas-pasan dan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Hasil mereka berkebun di lahan dengan jenis jagung dan pisang dirasa belum cukup stabil dan bahkan sering pula mengalami kerugian karena banyaknya faktor teknis seperti hama penyakit sampai dengan harga pasar yang fluktuatif. Untuk bisa melakukan optimalisasi lahan dengan jenis jagung dan pisang tersebut tentunya membutuhkan pengelolaan intensif yang jelas membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena itulah mereka kebanyakan berharap lepas dari kawasan hutan agar bisa mempunyai sertifikat lahan yang bisa diagunkan ke bank untuk mendapatkan dana segar untuk permodalan mereka.
Hasil dari perbincangan dan diskusi di lapangan, maka kemudian muncul beberapa ide inovasi dari KPH yang tentunya membutuhkan peran dari berbagai stakeholder. Sambil terus mengajak masyarakat untuk mengikuti skema perhutanan sosial, KPH menawarkan beberapa solusi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bisa seiring sejalan dengan program pelestarian kawasan hutan. Beberapa program yang ditawarkan antara lain Konsep Wisata Kebun Buah dan Program Arenisasi. Konsep Kebun Buah saat ini sudah sebagian mulai dijalankan bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan juga Perusahaan BUMN terkemuka. Sedangkan untuk program arenisasi  ini adalah konsep inovasi terbaru yang non fasilitasi atau berbasiskan swadaya masyarakat dengan melibatkan investor lokal.
Program Arenisasi adalah konsep penanaman lahan dengan mayoritas jenis pohon aren. Aren yang akan dikembangkan pun bukan jenis aren alami biasa namun jenis varian unggul Aren Genjah dari Kutai Timur. Sebagai tambahan informasi bahwa tanaman Aren (Arenga pinnata, MERR) termasuk jenis tanaman palma yang serbaguna dan tersebar pada hampir seluruh wilayah Indonesia. Tumbuh pada ketinggian 0-1500 meter di atas permukaan laut. Aren juga dapat dibudidayakan sebagai tanaman sela dan reboisasi untuk konservasi lahan, tanpa menimbulkan persaingan dengan tanaman pangan lainnya.
Aren Genjah Kutim telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai varietas unggul dengan SK. No. 3879/Kpts/SR.120/9/2011 tanggal 14 September 2011. Aren Genjah Kutim merupakan tanaman asli Kabupaten Kutai Timur, dengan penyebaran yang luas terdapat di Kecamatan Teluk Pandan. Â Tanaman ini tahan terhadap hama dan penyakit, wilayah pengembangannya adalah pada lahan kering iklim basah, air tanah dangkal, dan curah hujan 1000-1500 mm per tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering. Aren Genjah Kutim memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi karena setiap mayang dapat menghasilkan nira > 12 liter/hari dengan lama penyadapan >2 bulan/mayang. Bagian yang paling bernilai ekonomi tinggi adalah nira yang biasanya dibuat gula cetak atau gula semut. Pada daerah lain nira sudah mulai digalakkan untuk pembuatan alkohol teknis atau bio fuel. Salah satu keunggulan karakteristik dari Aren Genjah Kutim yaitu pohonnya sudah mulai berproduksi sekitar 5-6 tahun serta bisa berproduksi sekitar 7-8 tahun ke depan. Ciri khas ini menjadi nilai tambah dan pembeda dengan Aren tipe Dalam (aren hutan alami).
Dengan karakteristik yang dijelaskan di atas KPH menawarkan masyarakat untuk bisa menanam aren di areal yang selama ini hanya mereka tanami jagung. Tanaman aren ini tidak akan mengganggu aktifitas menanam jagung masyarakat, dengan beberapa perhitungan tim perencanaan satu hektar bisa dimaksimalkan untuk tanaman aren sebanyak 100-125 batang. Selain itu di batas-batang pinggir lahan juga bisa dilengkapi dengan tanaman kayu lainnya seperti sengon atau gaharu. Biaya untuk pengadaan bibit aren dan penanamannya inilah yang nantinya akan dikerjasamakan dengan pihak investor lokal yang tentunya dituangkan dalam hitam di atas putih. Aren maupun jenis kayu yang ditanam ini nantinya hasilnya saat sudah produktif akan berbagi hasil antara masyarakat pengelola lahan dengan investor tersebut. Sebagai gambaran ketika aren dalam 5-6 tahun ini sudah produktif maka dari satu pohon aren saja berpotensi menghasilkan 10-12 liter nira atau sama dengan 2 jantung gula aren batu. Gula aren batu saat di harga pasaran berkisar 20-25 ribu per jantung (sekitar 8-9 ons). Artinya jika dikalkulasi dalam satu hektar lahan yang ditanam 100 batang aren sudah tergambar potensi pendapatan harian bisa tembus sampai sekitar 5 juta rupiah (belum dipotong operasional). Belum lagi jika pengolahan produk nira ditingkatkan menjadi gula semut aren yang saat ini sangat diminati di berbagai tempat wisata atau perhotelan maka tentunya pendapatannya bisa lebih besar lagi. Bahkan bukan tidak mungkin untuk ke depannya bekerjasama dengan pihak industri besar yang menghasilkan gula semut aren.
Dengan konsep gambaran seperti di atas, artinya memberikan harapan agar masyarakat mempunyai asa untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi tanpa mengganggu aktifitas keseharian mereka saat ini yang sedang mereka jalani (berkebun jagung atau pisang) dengan syarat tentunya mereka harus menjaga dan memelihara tanaman aren tersebut sampai besar dan produktif. Dan tentunya ke depan untuk menjamin agar tidak adanya pihak-pihak lain tak bertanggung jawab yang mengklaim kepemilikan lahan maka diperlukan adanya skema perhutanan sosial yang memberikan jaminan legalitas hukum yang kuat bagi masyarakat.
Harapannya ke depan program ini bisa berjalan dengan baik dengan dukungan dari masyarakat sekitar hutan sehingga cita-cita besar dan harapan kita bersama bisa terwujud yaitu pelestarian hutan dan lingkungan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan. Selain itu BONUS terbesar dari semua itu adalah terjalinnya persaudaraaan erat antara para petugas pemerintah dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Â Jika petugas dan masyarakat sudah kompak untuk menjaga kawasan hutan maka sangat kecil kemungkinannya ada oknum yang berani melakukan perusakan lingkungan dan kawasan hutan. (Iq)