Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal
Muhamad Iqbal Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi

Bukan buzzer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Edgy Terus Pantang Mundur!

26 Februari 2021   18:34 Diperbarui: 26 Februari 2021   18:40 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sedikit lebih beda lebih baik daripada sedikit lebih baik, Quotes tersebut pertama kali saya dengar dari komika Pandji Pragiwaksono di kanal youtubenya. Di era sekarang yang serba digital dan penuh dengan persaingan, penting utnuk memunculkan karya ke permukaan dengan sesuatu yang berbeda agar orang-orang memberikan perhatiannya kepada karya tersebut. Tetapi menurut saya ternyata hal tersebut tidak hanya berlaku pada sebuah karya atau bisnis ataupun branding sebuah produk. Manusia sebagai individu juga sering menerapkan konsep tersebut, dan hal inilah yang mungkin memunculkan trend edgy atau menjadi edgy.

Pertama-tama mari kita bedakan terlebih dahulu antara edgy, Indie, dan Hipster. Dalam Urban Dictionary edgy didefinisikan sebagai something or someone trying too hard to be cool almost to a point where it's ringe worthy, yang kira-kira artinya adalah sesuatu atau seseorang yang berusaha dengan keras untuk menjadi keren bahkan hampir sampai titik dimana hal itu dianggap layak. Sedangkan indie sendiri berasal dari kata independent atau mandiri, kata ini lebih sering digunakan dalam dunia musik kaitannya dengan label rekaman. Band-band yang melakukan proses rekaman hingga publikasi secara mandiri adalah contoh pengertian sederhana dari istilah band indie. Kata indie juga biasa dilekatkan pada dunia buku dan penerbitan. Namun seiring berjalannya waktu, istilah indie nampaknya mengalami perluasan makna. Dari mulai fashion, tempat nonkrong, film, atau bahkan gaya hidup yang bernuansa indie.

Lain halnya dengan hipster,dari sebuah sumber yang saya baca di (http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351929-MK-Paulus Tommy Pamungkas et.al.pdf) kemunculannya pertama kali di Amerika pada tahun '40-an, dimana kalangan hipster berisi musisi Jazz atau pecinta musik tersebut. Istilah hipster sempat tidak muncul di publik pada era '60-an dan muncul kembali pada tahun '90-an dengan musik-musik indie rock dan downtempo eletronica serta fashion yang berhubungan dengan hal tersebut.

Di dalam tulisan ini tidak akan dibahas seara detail semua istilh diatas, tetapi ada beberapa perilaku-perilaku edgy yang sekiranya patut kita bahas bersama-sama disini dan mencari tahu kira-kira mengapa mereka melakukan hal itu. Menjadi edgy memang terlihat keren tapi kadang kala bisa juga sangat menyebalkan. Kalian bisa menemukannya pada postingan teman atau di sela obrolan tongkrongan. Orang-orang yang suka mengomentari selera musik anda, selera buku bacaan anda, atau referensi film anda bahkan pada hal- hal sepele yang anda lakukan yang lama kelamaan membuat anda dan mungkin kita semua jengah.

Tentu tak masalah menjadi orang yang edgy atau berbeda, tetapi ketika sampai pada titik dimana selera film kita dipermasalahkan hanya karena menonton genre film romansa tentu sikap edgy tersebut perlu dipertanyakan. Begitu pula dengan lagu, apa kita semua harus mendengarkan lagu yang sarat dengan isu sosial atau kritik terhadap sistem pemerintahan dengan lirik yang penuh diksi kata khas pencarian KBBI ? Mengapa persoalan genre musik sering diperdebatkan oleh mereka yang merasa edgy ? apa pentingnya ? bukanan itu kesenangan pribadi ? bukankah ketika kita mendengar sebuah lagu kemudian kepala kita manggut manggut mengikuti irama musik tersebut sudah cukup untuk menjadi alasan mengapa kita memutuskan untuk menyukai lagu itu ? tidak semua orang butuh alasah keuuuuureeeen nan tendensius untuk mendengarkan sebuah lagu. Sikap atau pendapat seseorang terhadap isu sosial juga kadangkala terpisah dengan selera musiknya, musik tidak bisa menjadi barometer kepedulian seseorang terhadap isu sosial.

Lalu mengapa beberapa orang senang berperilaku seperti itu ? senang mengomentari selera orang lain, senang merendahkan hal-hal yang bersifat mainstream atau mengolok-olok bahan obrolan yang bagi mereka "terlalu dangkal". Apa jangan-jangan karena popularitas di tengah orang-orang itu memang perlu ? Kita semua cenderung membutuhkan pengakuan dari orang lain, bahkan kita merasa senang ketika orang-orang memberikan pujian dan rasa kagumnya pada kita, dan itu adalah hal yang wajar. Tetapi seperlunya saja bukan ? Kita tidak perlu menjadi hakim yang menghakimi semua pendapat, kesenangan dan pendirian orang lain agar kita terlihat lebih dari yang lain. Ya mungkin menurutmu keren, tapi tidak dengan saya, mungkin tidak juga dengan orang lain.

Silahkan menjadi edgy toh itu pilihan individu masing-masing, tetapi ketika menjadi edgy jangan merepotkan orang lain dong !!! jangan mentang-mentang bersepatu konpers, menggenggam aiypon dan menonton vaice kemudian anda merasa orang lain kudet atau tidak progresif . Hei kaca helm kendor !!!! sungguh cupet sekali jika anda berpikiran seperti itu.

Mau beda dari yang lain, mau terlihat paling mencolok kek, atau mau terlihat kritis dengan deretan playlist lagumu ya terserah-terserah aja, tapi ngga perlu pamer ke orang lain juga bwanggg. Mungkin trend edgy saat ini sedang terlihat perlente tapi siapa tau di lain waktu menjadi edgy akan seperti kita melihat status FB di masa lalu, CRINGE, CRINGE, CRINGE ADA SEPEDA !!!!!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun