Mohon tunggu...
Muh. Iqbal AM
Muh. Iqbal AM Mohon Tunggu... Jurnalis - Muhammad Iqbal Amiruddin

Membaca, menulis, menjelajah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Money Politics: Akar Tunggal Korupsi

3 Januari 2020   14:03 Diperbarui: 3 Januari 2020   14:27 1847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain hal-hal aneh, sesuatu yang mudah viral begitu saja, yang berbau guyonan, candaan, dan semacamnya. Masyarakat Indonesia, atau akrabnya dikenal dengan negara +62 tentu sangat cepat dalam hal mengetahui informasi.

Apalagi menyoal politik uang, siapa yang tak tahu dua kata itu? Rangkaian praktik yang telah membudaya di negeri kita. Jika prosesi pemilu diibaratkan sayuran, maka money politics adalah garam atau bumbu penyedap rasa. Kita tidak akan menemui kelengkapan pemilu tanpa money politics. Baik dalam bentuk serangan fajar, atau praktik pemberian barang dan sejenisnya, atau menjanjikan sesuatu kepada calon pemilih.

Politik uang merupakan warisan koloni Belanda, jika subjek politik, atau seseorang atau kelompok yang mencalonkan dalam kontestasi politik menggunakan cara ini untuk menggapai kemenangan, meraup suara terbanyak. Maka tidak lain dan tidak bukan orang atau kelompok tersebut memupuk akar korupsi di negeri kita yang subur ini.

Politik uang berdasarkan Pasal 71 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pada Pasal 71 ayat (1) PKPU menyebutkan partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih.

Money politic dalam Bahasa Indonesia adalah suap, arti suap dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pemberian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye (sumber: dictio.id).

Misalnya, ketika seorang calon legislatif ingin lolos pada pemilihan kemudian menggunakan cara kotor tersebut. Dirinya mesti melakukan politik uang, sekian ratus juta yang mesti dikeluarkan. Nah, pada saat dirinya benar terpilih sebagai wakil rakyat, besar kemungkinan dirinya akan melakukan tindak korupsi, karena merasa telah bermodal besar untuk mendapatkan kursi dewan. Secara teori ekonomi, yah tentu harus balik modal dulu. Makanya korupsi.

Tidak hanya itu, parahnya, akan berdampak pada ketidakpedulian pada rakyatnya. Dengan anggapan bahwa suara mereka telah dibeli, tidak ada lagi urusan di antaranya. Mau rakyat melarat dan butuh bantuan, tidak ada urusannya dengan wakil rakyat karena suara mereka telah dibeli.

Bagaimana? Dampak politik uang sangat mempengaruhi segala lini kehidupan kita. Sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan yang lainnya.

Masyarakat cerdas, tidak akan terpengaruh oleh hal-hal berbau politik uang. Mari membangun sistem demokrasi yang sehat, karena segala masa depan cemerlang bangsa ini, ditentukan oleh generasi saat ini. Ayo, lawan politik uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun