[caption id="" align="aligncenter" width="341" caption="Relief  Sang Budha Gautama"][/caption] Menelisik dan mencari tahu kehidupan pada zaman sebelum kita adalah agenda yang tak akan pernah berhenti di nusantara. Banyak artefak dan literatur yang mengguratkan beberapa fakta gamblang maupun terselubung mengenai keluhuran budaya era leluhur. Sayangnya beberapa dari kita menganggap bahwa produk budaya zaman tersebut adalah hasil karya zaman batu yang tidak relevan lagi menjadi kebanggaan kita sebagai sebuah bangsa. Padahal tak pernah habis hasil karya bangsa dan nusantara dari berbagai era untuk digali. Salah satu contoh produk "zaman batu" adalah candi-candi. Selama ini, persebaran letak candi yang ditemukan sebagian besar di Pulau Jawa, utamanya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fakta ini memang diperkuat dengan studi yang menyatakan bahwa sebagian besar kerajaan bercorak Siwa-Buda dan Paganis terletak di wilayah ini. Namun bukan berarti di daerah lain tidak terdapat landmark-landmark sejenis. Kabupaten Bima juga memiliki landmark hampir serupa, setidaknya ada satu yang cukup besar. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Benda Cagar Budaya yang Papan Namanya (Ikut) Lapuk"]
Benda Cagar Budaya yang Papan Namanya (Ikut) Lapuk
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="341" caption="Situs Wadu Pa"]
Situs Wadu Paa Dua (Dilihat Dari Dermaga)
[/caption] Wadu Pa'a berarti batu yang dipahat adalah candi tebing yang terletak di Kaki Bukit Lembo dusun Sowa Desa Kananta kecamatan Soromandi. Untuk mencapai tempat ini dari Kota Bima bisa melalui jalur darat yang memutar melewati wilayah Kabupaten Bima bagian barat yang memakan perjalanan kurang lebih 3-4 jam atau menggunakan moda transportasi laut lewat Pelabuhan Bima dan menyusuri perairan pedalaman Teluk Bima dengan memakan waktu 1 jam. Saya sendiri sudah dua kali ke sana dengan menggunakan pilihan transportasi yang disebut terakhir. Jika dilihat dari citra yang terpahat di dinding tebing Wadu Pa'a dapat disimpulkan dengan mudah jika situs ini bercorak Siwa-Budha. Paling mudah dengan melihat arca berbentuk
phallus atau lingga yang melambangkan purusa dan Siwaisme. [caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Arca Lingga di Situs Wadu Pa"]
Arca Lingga di Situs Wadu Paa Dua
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Arca Lingga di Situs Wadu Pa"]
Arca Lingga di Situs Wadu Paa Dua
[/caption]
Situs Wadu Pa'a terbagi menjadi dua wilayah yaitu Wadu Pa'a Satu dan Dua dengan wilayah yang terpisah kurang lebih 100 meter. Dari dermaga kecil tempat perahu tertambat kita langsung mendapati situs Wadu Pa'a Dua. Kondisi situs ini sebenarnya tidak begitu buruk dengan adanya pemagaran dan penetapan statusnya sebagai benda cagar budaya. Namun yang patut disayangkan adalah seringkali terdapat kambing yang masuk ke areal situs dan membuang kotoran secara sembarangan dan mengurangi estetika di sekitar situs. [caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Beberapa Pahatan di Dinding Tebing Situs Wadu Pa"]
Beberapa Pahatan di Dinding Tebing Situs Wadu Paa Dua
[/caption]
Di situs Wadu Pa'a Dua ini terdapat 5 arca lingga dengan 2 diantaranya (sepertinya) sudah lapuk dimakan zaman, pahatan arca mirip Sang Budha Gautama yang juga sudah memudar. Pahatan tersebut juga tampak kurang terlihat artistik mungkin karena kondisinya yang sangat tua atau mungkin saja karena tidak dipahat oleh ahli pahat namun oleh orang awam biasa. Di tebing itu juga terdapat pahatan arca mirip Ganesha namun kondisnya sudah hampir tidak berbentuk. Kembali lagi usia dan faktor alam yang membuatnya rusak dengan sendirinya. Yang masih nampak cukup jelas adalah pahatan dengan citra mirip meru dan satu pahatan mirip sejenis genta ataupun kendi air. Dilihat dari letak situs yang berada di walayah utara timur yang menurut kosmologi Hindu cocok menjadi tempat penyembahan serta bentuk-bentuk relief yang menggambarkan dewa-dewi serta Sang Budha, dapat ditarik kesimpulan kasar jika tempat ini dulunya diperuntukkan sebagai tempat melakukan penyembahan. [caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="Relief Mirip Dewa Ganesha"]
Relief Mirip Dewa Ganesha
[/caption]
Selain situs Wadu Pa'a Dua, seratus meter jauhnya, terdapat situs Wadu Pa'a Satu yang suasananya sedikit gelap karena terdapat sebuah pohon yang sangat besar. Â Untuk masuk mendekati tebing berpahat ini kita perlu memanjat pagar, karena tak seperti situs Wadu Pa'a Dua yang pagarnya tidak dikunci, situs Wadu Pa'a satu terkunci rapat. Di situs Wadu Pa'aSatu ini juga terdapat beberapa relief mirip meru dan candi-candi di Jawa dengan bentuk mirip puncak Candi Prambanan dan Candi Angkor Wat di Kamboja. Bentuk-bentuk ini juga mirip payung raksasa yang terlipat. Memang perlu penelitian arkeologi yang lebih detail memang. Sama seperti di situs Wadu Pa'a Dua, di wilayah Wadu Pa'a Satu juga terdapat bekas arca lingga yang sayangnya sudah tidak berbentuk lingga sempurna. Kawasan ini memang relatif lebih teduh dibanding Wadu Pa'a Dua karena tebingnya yang membentuk cekungan horisontal dan membuat ruangan beratap tebing . Kurang jelas apakah cekungan ini merupakan buatan manusia atau terbentuk dari proses metamorfosis dan sedimentasi batuan. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Relief Meru di Situs Wadu Pa"]
Relief Meru di Situs Wadu Paa Satu
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Wadu Pa"]
[/caption]
Melihat dari begitu banyak hal yang belum terungkap dengan jelas mengenai situs ini dan apa keterkaitannya dengan Kerajaan Bima pra kesultanan perlu sekali ada penelitian lebih lanjut. Di situs Wadu Pa'a Satu pula saya melihat tulisan di batuan yang hurufnya merupakan aksara kuno dan membutuhkan ahli aksara kuno untuk mengungkap secara jelas apa yang dimaksud dengan tulisan tersebut. Pengungkapan apa dan bagaimana situs ini secara khusus akan semakin menunjukkan keluhuran budaya nusantara, setidaknya keluhuran budaya era yang selalu disebut zaman batu dulu termasuk produk-produk batunya. [caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="Arca Lingga yang Rusak di Wadu Pa"]
Arca Lingga yang Rusak di Wadu Paa Satu
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya