Pada Pasal 67 dari Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 7 Tahun 2021, disebutkan bahwa Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) badan usaha dimohonkan oleh Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU) selaku pimpinan BUJKN. Pasal ini mengandung unsur perizinan terkait operasional badan usaha jasa konstruksi.
Pasal 67 dari Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 7 Tahun 2021 mengatur tentang prosedur permohonan Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional (BUJKN) yang dipimpin oleh Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU). Pasal ini secara jelas menetapkan bahwa hanya PJBU sebagai pimpinan Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional (BUJKN) yang dapat mengajukan permohonan IUJK. BUJKN adalah badan usaha Jasa Konstruksi yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Milik Swasta yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara, Pemerintah Daerah, perseorangan warga negara Indonesia, dan/atau badan usaha Indonesia. Badan ini merupakan entitas usaha yang beroperasi dalam sektor jasa konstruksi di Indonesia. BUJKN diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan untuk memastikan tata kelola yang baik, kepastian hukum, dan kualitas layanan yang memadai dalam pembangunan infrastruktur nasional.
Ketentuan pada pasal ini memberikan  kepastian hukum, pasal ini mencakup sejumlah elemen -eleman penting yang berperan dalam menciptakan keteraturan, kejelasan, serta rasa percaya bagi para pemangku kepentingan di bidang konstruksi. Adapun hal-hal yang berkaitan dalam pengaturan pada pasal 67 tersebut antara lain :
1.Pengaturan Pihak yang Berwenang Mengajukan Izin
Pasal ini memastikan bahwa hanya PJBU, yang merupakan pimpinan badan usaha yang sah, yang berwenang mengajukan IUJK. Hal ini memberikan kejelasan mengenai siapa yang secara legal dapat melakukan proses administratif ini, sehingga menghindari potensi konflik atau penyalahgunaan wewenang dalam proses pengajuan izin. Dengan adanya pengaturan yang tegas ini, baik pemerintah daerah sebagai pihak yang memberikan izin maupun pihak pengusaha konstruksi memiliki acuan yang jelas dalam proses pengajuan IUJK.
2. Keberadaan Prosedur yang Terstruktur
Kepastian hukum juga tercermin dari penetapan prosedur penerbitan IUJK yang dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pendaftaran, penerbitan berdasarkan komitmen, pemenuhan komitmen, verifikasi dan validasi pemenuhan komitmen, hingga penerbitan IUJK yang efektif. Struktur prosedural yang rinci ini memberikan jaminan bahwa setiap badan usaha yang mengajukan izin akan mengikuti tahapan yang sama dan konsisten, menciptakan proses yang transparan dan dapat diprediksi.
Keberadaan tahapan ini penting untuk menghindari inkonsistensi dalam proses pemberian izin, yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha konstruksi. Badan usaha akan mengetahui dengan pasti tahapan yang harus dilalui dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum mendapatkan IUJK. Hal ini menciptakan lingkungan yang stabil dan memungkinkan pelaku usaha untuk merencanakan kegiatan bisnis mereka dengan lebih baik.
3. Penggunaan Sistem OSS untuk Permohonan Izin
Pasal ini juga menetapkan bahwa pendaftaran permohonan IUJK dilakukan melalui sistem OSS (Online Single Submission). Penggunaan sistem OSS menciptakan kepastian hukum yang lebih kuat karena proses pengajuan izin dilakukan secara elektronik, terintegrasi, dan didukung oleh teknologi yang mengurangi potensi kesalahan atau manipulasi data. Dengan sistem ini, proses administrasi yang berbelit-belit dapat dihindari, serta transparansi dan akuntabilitas dalam penerbitan IUJK meningkat.
Selain itu, sistem OSS memungkinkan pemohon untuk memonitor secara real-time status pengajuan izin mereka. Hal ini memberikan kepastian bagi badan usaha mengenai kapan izin mereka akan diterbitkan, atau apakah terdapat kekurangan yang harus dipenuhi dalam proses pengajuan. Ini adalah contoh konkret dari penerapan prinsip kepastian hukum dalam pelayanan publik di bidang jasa konstruksi.