Mohon tunggu...
I Putu Alit Putra
I Putu Alit Putra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Doctoral Candidate || @iputualitputra || www.alitputraiputu.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membangun kembali “Majapahit” yang Terhempas

26 September 2014   00:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:30 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yg besar. Tak perlu diragukan. Peninggalan sejarah dan peradaban maju yg hingga kini terlihat menjadi bukti otentik betapa luhurnya leluhur bangsa ini. Melalui pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, anak-anak bangsa Indonesia telah diperkenalkan dengan siapa dan bagaimana “nenek moyangnya”. Kita adalah bangsa maritim dengan armada laut yang sangat kuat dan tangguh. Kita adalah bangsa dengan teknologi maju khususnya dalam bidang ilmu bangunan. Kita adalah bangsa yang beradab dengan karya kesusastraan yg sangat indah. Seni gerak seni musik seni apapun. Rasanya sangat-sangat banyak yang dapat kita sebut bahwa Bangsa ini merupakan Bangsa yg Agung dan Maha Besar. Tapi itu dulu kata sebagian orang. Sekarang Bangsa ini terseok-seok berusaha mengejar jaman yang sudah sedang lari terbirit-terbirit mengejar sesuatu yang ketika direnungkan tidak diketahui apa yang sebenarnya dikejar oleh jaman itu sendiri. Tapi Indonesia harus tetap ikut berlari. Berlari-berlari dan terus berlari.

Cucu-cucu Majapahit kehilangan figur. Itu sebabnya Bangsa ini terseok dan hampir tenggelam, saya rasa. Menengoklah kebelakang sekejap untuk bisa meloncat ke depan. Bukan apa-apa hanya untuk mencari pijakan, gundukan tanah barangkali, agar dapat digunakan sebagai pijakan untuk meloncat. Majapahit runtuh, konflik vertikal dan horizontal penyebabnya. Tapi bukan itu penyebab yang utama. Sebenarnya, sebab yang paling utama adalah Figur. Majapahit kehilangan figur. Rakyatnya bagai anak ayam kehilangan induk. Berebut makanan untuk pemuas ego diri. Yang menang jadi arang, yang kalah jadi abu. Tak ada yang berarti. Sekarang sama. Barangkali kalau seaindainya Gajah Mada belum “Moksa” dan masih melihat mendengar dan merasakan apa yang dialami cucu-cucu Majapahit saat ini, yakinlah beliau akan berkata , “Carilah, gali dan temukan jati dirimu. Bentuklah figurmu. Pemimpinmu. Jangan ulangi kesalahan leluhurmu”. dan Sang Raja Hayam Wuruk, tentu saya yakin akan setuju, dengan sebuah anggukan beliau yang anggun tapi berwibawa dan sorot mata tajam penuh makna nan Bijaksana. Begitu penting Figur bagi Bangsa ini. apa karna pengaruh adat “ketimuran” ?. entahlah. tak usah diperdulikan. Yang penting Bangsa ini berhenti jogging ditempat, kalau bisa “Marathon” dengan kecepatan “Sprintnya” Usain Bolt.

[caption id="" align="aligncenter" width="443" caption="Gajah Mada"][/caption]

Bangsa Indonesia butuh Kebanggaan yang dapat dibanggakan. Kebanggaan yang disulut oleh Figur. Figur Bangsa yang terlahir dari rahim Bumi Nusantara. Yang diakui semesta. Gajah Mada dan Hayam Wuruk, telah habis masanya. Soekarno, bukan Figur yang diidamkan sebagian besar Anak Muda belia bangsa ini. BJ Habibie, ya tetap cukup meninggikan martabat pewaris Bangsa dan mengenalkan arti Jenius sesungguhnya. Tapi tetap tak cukup. Sang Kala terlalu ganas mengikis Figur-figur masa lalu dari ingatan yang sementara apalagi anak kencur kemarin sore, tentu tidak akan tahu apalagi kenal. Ah, cukuplah. Setiap Generasi harus ada figurnya. Harus ada. Biarkanlah Figur-figur itu menghiasi “Hall of Fame” nya Indonesia. sekarang saatnya membuat Figur. membuat atau melahirkan lalu membesarkan.

Sedikit harapan muncul. Seperti Sinar Matahari yang menembus celah-celah air keruh didasar Sungai. Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Indra Sjafri, Abraham Samad. Mereka Figur. Figur yang sedang dibentuk. Dibentuk untuk menjadi Legenda. Masalah berhasil atau tidak nantinya, tak masalah. Yang penting Indonesia punya Figur. Panutan. Soko Guru. Mereka lahir dari rakyat. Rakyat-sentris bukan Istana-sentris.

[caption id="" align="aligncenter" width="463" caption="Sidang DPR RI"]

[/caption]

Namun tetapi, sinar matahari tentu dapat terhalang. Terhalang kotoran barangkali. Dan ini yang sedang terjadi. Ratusan “Korawa” sedang berada di Istana yang dibangun oleh rakyat Astina. Ratusan, lebih dari seratus.  Lebih banyak dari Korawa yang dikisahkan oleh Maha Rsi Wiyasa. Lebih banyak tentu lebih kejam. Mereka sedang membuat aturan. Aturan yang mengatur kekuasaan. Kekuasaan merekalah yang diatur bukan Kuasa Rakyat. Siapa pemenangnya? Pandawa cuma 5. Tapi semesta mendukung. dan mereka pada akhirnya dikisahkan menang.

Pada akhirnya semuanya sangat-sangatlah sederhana. Indonesia butuh Figur !. Figur Rakyat !. Figur yang mengerti Rakyat ! yang dapat diagungkan yang dapat digugu dan ditiru. yang mencerminkan Bangsa Indonesia!. Bangsa Agung ! Bangsa Maha Hebat !

Figur yang lahir dari Pilkada Langsung ! @iputualitputra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun