Beberapa hari belakangan ini, media massa baik nasional maupun internasional memberitakan dengan cukup “heboh” mengenai eksekusi mati para gembong dan bandar narkoba yg telah tertangkap sejak beberapa tahun yang lalu setelah pengajuan grasi yang diajukan oleh mereka ditolak oleh Presiden Jokowi. Gaung berita ini jauh lebih menggemparkan daripada peringatan 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung. Pengamatan penulis pada media-media besar Internasional seperti BBC dan CNN, setidaknya memberitakan sekurang-kurangnya satu-dua berita setiap harinya mengenai eksekusi mati ini. Di lain sisi menurut pengamat penulis tidak ditemukan berita tentang KAA di media internasional tersebut.
Tulisan ini tidak akan membahas tentang baik atau buruknya, setuju atau tidaknya tentang eksekusi mati terhadap bandar atau gembong narkoba tersebut tetapi lebih mengarah terhadap pelajaran yang dapat kita, bangsa dan negara Indonesia, tiru dari Portugal mengenai hukuman terhadap pelaku narkoba.
Portugal, negara yang terletak di kawasan eropa bagian barat daya ini, telah menerapkan dekriminalisasi terhadap seluruh pengguna narkoba jenis apapun dengan tujuan penggunaan pribadi sejak tahun 2001 [1]. Perlu digaris bawahi disini dengan tujuan penggunaan pribadi (sementara penulis belum mendapatkan literatur mengenai bagaimana hukuman yang diterapkan kepada pengedar dan atau bandar narkoba). Hukuman yang dapat diterima oleh pengguna narkoba untuk keperluan pribadi adalah hanya berupa denda dan hukuman untuk bekerja dalam pelayanan sosial. Hukum ini diterapkan dengan alasan kuat bahwa pengguna narkoba merupakan korban bukan merupakan pelaku kejahatan.
[caption id="" align="aligncenter" width="455" caption="Pengguna Narkoba (ilustrasi)"][/caption]
Penerapan kebijakan ini tentu menimbulkan pro dan kontra pada saat itu. Yang kontra tentu beralasan bahwa dekriminalisasi pengguna narkoba untuk tujuan penggunaan pribadi tentu akan meningkatkan angka pengguna narkoba itu sendiri. Tapi, ada beberapa fakta dan data menarik yang penulis rangkum dari beberapa sumber mengenai dampak dari kebijkan ini.
Jumlah pengguna Narkoba
Setelah 12 bulan kebijakan ini diterapkan didapat fakta-fakta menarik sebagai berikut :
·Jumlah pengguna narkoba berada di bawah rata rata pengguna narkoba di Uni-Eropa. [2]
·Jumlah pengguna narkoba pada usia 15-24 tahun menurun, padahal seperti diketahui rentang usia ini merupakan rentang usia yang paling banyak menggunakan narkoba. [3]
·Diantara tahuan 2000-2005 jumlah rata rata pengguna narkoba jenis injeksi menurun.[4]
·Penurunan jumlah pengguna narkoba yang menggunakan narkoba kembali. Dalam artian banyak pengguna narkoba yang berhenti menggunakan narkoba setelah kebijakan ini diterapkan.[4]
[caption id="attachment_413687" align="aligncenter" width="443" caption="Data dalam rentang 12 bulan pengguna Narkoba jenis Ganja"]
Secara keseluruhan, fakta ini memberikan gambaran bahwa hukuman atau sanksi kriminal terhadap kecanduan narkoba sebagai bagian dari penggunaan pribadi tidak menyebabkan peningkatan jumlah pengguna narkoba itu sendiri.
Dampak terhadap Kesehatan
Sebelumnya diklaim bahwa akan terjadi jumlah peningkatan penyakit infeksi setelah pelaksanaan kebijakan dekriminalisasi ini, namun data dan bukti memperlihatkan hal sebaliknya. Fakta yang menarik adalah jumlah baru penderita yang terindikasi mengidap penyakin HIV diantara para pengguna narkoba jenis suntik menurun sangat tajam. Perbandingannya adalah, pada tahun 2001 terdata jumlah pengidap HIV ini adalah sebesar 1016 orang , namun pada tahun 2012 yang terdata tinggal hanya 56 orang [5]. Pada periode yang sama jumlah penderita baru AIDS juga menurun diantara para pengguna narkoba jenis suntik ini, dari 568 orang menjadi hanya sekitar 38 orang [6]. Trend yang sama juga dijumpai pada penyakit hepatitis B dan C diantara para pengguna narkoba ini [6].
Kematian terkait penggunaan narkoba
Berdasarkan metode Post-mortem toxicological test, yang merupakan test standar yang diterima dunia internasional terhadap kematian terkait penggunaan narkoba, jumlah kematian pengguna narkoba di Portugal berkurang signifikan, dari 80 orang pada tahun 2001 menjadi hanya tinggal 16 di 2012 [7].
Dari data data yang disajikan diatas, memang masih cukup dini untuk menarik kesimpulan bahwa kebijakan dekriminalisasi terhadap pengguna narkoba dengan tujuan penggunaan pribadilah yang menyebabkan perubahan positif tersebut. Perlu digarisbawahi bahwa semenjak penerapan kebijakan tersebut pemerintah Portugal lebih memfokuskan lagi penanggulangan pengguna narkoba dengan membuat berbagai kebijakan lain dibidang sosial. Pengkajian lebih dalam perlu dilakukan, jika memang memberikan dampak yang positif terhadap penanggulan pengguna (korban) narkoba, tentu Indonesia dapat mencontoh kebijakan ini dan menerapkannya dengan penyesuaian di Indonesia. Sudah sangat jelas bahwa pengguna narkoba pribadi, merupakan korban dari narkoba bukan pelaku yang harus diberikan sanksi kriminal. Harapannya tentu agar tidak ada lagi pengguna narkoba yang meninggal 30-50 orang setiap harinya seperti yang sering diucapkan Presiden Jokowi di berbagai kesempatan. Sumber daya manusia adalah aset terbesar yang dimiliki oleh suatu negara yang semestinya dijaga dan dikembangkan sebaik-baiknya oleh negara. Dekriminalisasi pengguna narkoba ? kenapa tidak?
Salam Kompasiana
Sumber Referensi
Disarikan dari berbagai sumber termasuk : “Drug decriminalisation in Portugal: Setting the record straight” oleh George Murkin, “The Effect of Drug Decriminalization in Portugal on Homicide and Drug Mortality Rates “ oleh Daniel Reuben Yablon.
[1] For example, in 2011, 81% of all cases were suspended by the commissions: European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (2013) ‘National report 2012: Portugal’, p. 102. http://www.emcdda.europa.eu/html.cfm/index214059EN.html
[2] 5 European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (2011a) ‘Drug policy profiles — Portugal’, p. 20. http://www.emcdda.europa.eu/publications/drug-policy-profiles/portugal
[3] 7 Hughes, C. E. and Stevens, A. (2012) ‘A resounding success or a disastrous failure: Reexamining the interpretation of evidence on the Portuguese decriminalisation of illicidrugs’, Drug and Alcohol Review, vol. 31, pp. 101-113. http://kar.kent.ac.uk/29901/1Hughes%20%20Stevens%202012.pdf
[4] European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (2013) op. cit., pp. 65-67.
[5] European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (2014) ‘Data and statistics’. http://www.emcdda.europa.eu/data/2014
[6] European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction (2012) ‘Country overview: Portugal’. http://www.emcdda.europa.eu/publications/country-overviews/pt
[7] Data for year 2001 taken from Hughes, C. E. and Stevens, A. (2012) op. cit., p. 107; data for year 2012 taken from Instituto da Droga e da Toxicodependência (2013), op. cit., p. 64.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H