[caption id="attachment_322692" align="aligncenter" width="300" caption="Pemandangan Sungai Rangkui saat senja"][/caption] Sungai rangkui adalah sungai kecil yang membelah pusat kota Pangkalpinang. Saya lebih suka menyebutnya kanal. Sumber air yang mengalir di sungai ini berasal dari kolam retensi Kacang Pedang yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Ketika saya masih kecil, saya masih ingat kondisi sungai ini. Airnya jernih, bersih dan benar-benar terbebas dari sampah. Keadaan sungai masih seperti itu pada saat saya meninggalkan Bangka pada tahun 1990. Di tahun 2008 saya kembali ke Pulau Bangka, kembali ketanah kelahiran saya. Ketika saya melihat sungai ini, keadaannya benar-benar memprihatinkan. Kotor, keruh, banyak sampah, dan bercampur lumpur. It is really break my heart.
[caption id="attachment_322705" align="aligncenter" width="500" caption="Dibawah jembatan Pelipur saat air surut"]
Akhirnya saya tahu kalau keadaan sungai jadi seperti ini karena banyak muncul tambang inkonvensional atau tambang ilegal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pulau Bangka merupakan penghasil Timah. Dengan melonjaknya harga timah, masyarakat berbondong-bondong membuat penambangan timah kecil yang banyak tidak memiliki ijin, munculah TI (Tambang Inkonvensional). Tak terkecuali daerah hulu sungai Rangkui pun menjadi sasaran. Bekas penggalian dan zat kimia buangan dari tambang pun mengalir deras ke sungai. Ditambah lagi dengan banyaknya sampah yang masuk ke sungai. Sampah plastik yang masuk dan tenggelam ke dasar sungai sering membuat kail pancing nyangkut ke plastik-plastik itu. Keadaan ini benar-benar membuat frustasi.
[caption id="attachment_322706" align="aligncenter" width="500" caption="Mengisi waktu luang pada senja hari"]
Kondisi Sungai Rangkui yang seperti ini tidak mengurangi hasrat masyarakat sekitar untuk berburu ikan, termasuk saya. Apalagi dalam beberapa minggu terakhir ini cuaca sangat panas dan tidak ada hujan. Air sungai yang surut memungkinkan perburuan berjalan sedikit lebih mudah. Apalagi jika air laut masuk, ikan banyak yang mabok. Lupakan soal memancing, menggunakan jala atau “tebik” dan serok (jaring kecil dengan frame kawat besar yang dipasang diujung galah). Kami disini menyebutnya “tangguk”, kegiatannya disebut “nangguk”. Dua cara ini lebih mudah untuk mendapatkan ikan.
[caption id="attachment_322707" align="aligncenter" width="500" caption="Memasang tebik"]
Nangguk ikan memang tidak bisa dijadikan sebagai mata pencarian utama, tetapi bisa menjadi kegiatan yang menyenanggkan untuk bersenang-senang. Saya juga melakukannya pada malam hari selepas kerja.
[caption id="attachment_322702" align="aligncenter" width="500" caption="Tebik (jala panjang)"]
Berburu ikan seperti ini biasanya dilakukan menjelang malam sampai malam hari. Target utamanya ikan Betutu dan Lobster biru. Kedua hasil sungai ini memiliki nilai jual yang tinggi. Menurut legenda yang beredar dimasyarakat, ikan Betutu sangat baik bagi orang yang selepas menjalani operasi, mempercepat penyembuhan luka sehabis operasi. Lumayan banyak untuk uang jajan dan beli pulsa. Peralatannya cukup sederhana, cuma berbekal tangguk dan lampu senter. Tekniknya juga sangat sederhana. Kita hanya menyusuri tepian sungai dengan mengarahkan senter dipinggiran sungainya. Tepian sungai Rangkui memang bukan tanah lagi tetapi sudah disemen. Mulai dari kolam retensi Kacang Pedang sampai muara.
[caption id="attachment_322703" align="aligncenter" width="500" caption="Air keruh bukan masalah, yang penting senang"]
Ikan Betutu dan Lobster Biru banyak menempel ditepian sungai. Menangkap ikan Betutu lebih mudah karena ikan ini diam seperti batu dan kurang sensitif terhadap gerakan. Ikan ini biasanya diam sambil mengambang. Sedangkan Lobster biru sangat sensitif terhadap gerakan, jadi lebih perlahan gerakannya. Jika melihat ikan tinggal dekati perlahan dan ayunkan tangguk kearah dalam (ketepian), siapa tahu kita beruntung. Cara yang sama digunakan untuk mendapatkan lobster. Hasil yang diperoleh memang tidak pasti, tapi lumayan bagus. Biasanya kalau sedang bagus, kita bisa bawa pulang betutu 3 sampai 4 ekor yang berukuran 30 cm. juga lobster dengan ukuran rata-rata 20 cm.
[caption id="attachment_322704" align="aligncenter" width="500" caption="Malam hari adalah saat yang paling mudah untuk mencari lobster"]
Jika menggunakan tebik (jala yang dipasang, bukan dilempar), ikan yang didapat juga lebih bervariasi. Seperti ikan palem, nila, lundu, bahkan lele. Tetapi waktu yang dibutuhkan lebih lama. Pasang sore, jenguk besok pagi. Lihat-lihat siapa tau ada ikan nyangkut. Mungkin ada beruntung dapet ayam (ayam mati tenggelam maksudnya). Ikan dan lobster hasil tangkapan memang buat konsumsi sendiri. Atau ditampung dulu dalam kolam, kalau sudah banyak baru jual. Untuk Lobster harganya memang lumayan tinggi. Lobster biru sebesar telunjuk bisa laku sampai 12 ribu rupiah seekor. Lobster kecil ini biasanya dipelihara dalam akuarium.
[caption id="attachment_322709" align="aligncenter" width="500" caption="Lobster biru yang menjadi incaran"]
Meski keadaan sungai Rangkui keruh dan banyak sampah, sungai ini tetap bisa memberi berkah ke masyarakat sekitar. Saya selalu berharap sungai ini menjadi lebih bersih dan masyarakat sekitar memiliki andil untuk terus menjaga dan mengembalikan kondisi sungai. Sungai ini merupakan ikon di Kota Pangkalpinang sekaligus titik penilaian Adipura. Let’s make it clean. It ours.
[caption id="attachment_322710" align="aligncenter" width="500" caption="Lupa waktu saat mencari ikan"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H