Mohon tunggu...
Ipung Purwanto
Ipung Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - Undip
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Panggillah aku ketika aku bisa memenuhi tanggung jawabku, tanpa meninggalkan salah satupun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Republik Medsosnesia

26 Februari 2024   11:59 Diperbarui: 26 Februari 2024   12:08 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digital, muncul "kebenaran semu" yang tidak berdasarkan fakta. Fakta dianggap lagi tidak penting karena kebenaran tersebut berdasarkan persepsi. Inilah kebenaran semu yaitu kebenaran berdasarkan persepsi. Kebenaran semu berdasarkan persepsi ini diciptakan oleh BUZZER. kalau sebuah "kebenaran semu" hanya berdasarkan dari persepsi, kemudian di framing sedemikian rupa oleh buzzeRp, itu namanya "ZAMAN KEBODOHAN."  

Karena saat ideologi menjadi keyakinan maka kebenaran hanyalah sebuah perdebatan.

Saya mencontohkan ada 1 gelas air di dalamnya ada air garam kata 1 orang, ini air garam tapi ada 1000 orang yang mengatakan itu air putih biasa maka air garam itu jadi air putih. framing itu algoritma. jadi siapa yang banyak pengikutnya, itulah yang dianggap benar. karena mereka hanya mau melihat apa yang mereka mau lihat, bukan melihat kebenaran.

Era post truth ini orang-orang lebih percaya persepsi awal yang sudah terbentuk di benaknya, meskipun persepsi itu tak didukung data dan fakta atau malah bertentangan akan tetapi tetap ngotot bahwa persepsinya lah itu yang benar dan  Itulah kenyataan yang sedang terjadi di Republik Medsosnesia.

Fakta tidak lagi menjadi kebenaran karna di tutupi oleh "kebenaran semu"dan kebenaran semu itu datang dari yang namanya persepsi. persepsi di bentuk oleh framing.  framing merupakan aktivitas Otak Subcortical yang cara kerjanya Ripitation (pengulangan). Kalau Rasio kerjanya di Otak Cortical. kesimpulannya adalah yang benar di salahkan yg salah di cari pembenarannya. Tapi bagaimanapun kondisinya saya tetap percaya, bahwasanya kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Sebagaimana malam yang tak selamanya, disana fajar baru siap menanti

Karena menurut saya, kebenaran itu dari Tuhan, mutlak dan hakiki, sudah dittipkan di hati nurani masing-masing hamba dan tidak bisa dibantah, sedang asumsi itu dasarnya logika, bisa di bantah karena tidak mesti sama satu dengan yang lain.

"Kebenaran semu"  adalah mantera-mantera sihir yang ditiupkan ke dalam buhul-buhul media mainstream include medsos. Apakah memicu pergolakan? Ya namun tidak semesta dan hanya terbatas terjadi pada kelompok peruqyah nahi munkar karena setidaknya ada tiga macam kebenaran yaitu kebenaran atas dasar hawa nafsu ( ego ), kebenaran kata orang banyak ( framing ) dan kebenaran hakiki ( haq ) dan pada akhirnya segala kebenaran bersumber pada pemilik kebenaran yang sesungguhnya. (Allah Subhanahu wa ta'ala- sang Maha benar dari yang benar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun