Beberapa hari lalu, MUI mengeluarkan fatwa haram untuk semua orang kaya yang bisa membeli dan biasa memakai mobil mewah dalam kegiatan sehari-hari mereka. Pernyataan dari MUI tersebut sudah jelas mengundang kontroversi berkepajangan atau kalau enggak malah orang sudah bosan menananggapi pernyataan-pernyataan dari lembaga-lembaga yang sebetulnya tidak ada hubungannya secara langsung dengan kondisi perekonomian di tanah air dalam hal ini bidang migas.
Orang malas membahasnya karena capek dengan segala kebijakan pemerintah yang amburadul dalam menata ekonomi. Kebijakan yang diambil tidak menyelesaikan masalah secara tuntas namun hanya kebijkan praktis alias tambal sulam yang hanya akan efektif untuk beberapa bulan saja, selanjutnya kemungkinan masalah utamanya malah tambah sulit lagi untuk dipecahkan.
Khususnya tentang pengelolaan migas sebagai penyumbang terbesar ekspor Indonesia, sebagai akibat kenaikan harga minyak mentah dunia maka akan berakibat pula secara langsung terhadap kondisi harga minyak khususnya BBM. Sehingga pemerintah SBY kuatir bila menaikkan harga premium yang notabene dipakai oleh masyarakat luas baik itu angkot, sepeda motor, mobil pribadi sampai mobil mewah terbaik di Indonesia akan memicu tingkat inflasi artinya bila menaikkan harga BBM maka popularitas SBY akan semakin lebih jatuh lagi ke jurang yang paling dalam. Wong masalah si-Nazarudin aja, SBY kurang lugas dan tegas kok, yg telah memukul kubu Demokrat belakangan ini. Apalagi mau menaikkan harga premium. Bisa-bisa terjadi kudeta, hehehe...
Lalu, digandenglah MUI agar mengeluarkan fatwa haram untuk semua mobil mewah memakai premium sebagai BBMnya sebab premium adalah BBM bersubsidi. BBM bersubsidi bertujuan hanya untuk dipakai oleh kalangan masyarakat biasa kalau tak mau dikatakan rakyat miskin dan kendaraan umum. Namun apakah kebijakan ini akan tepat sasaran? Dalam arti, menurutkah para orang kaya dari kelas atas di Indonesia ini menuruti fatwa MUI tersebut? Jawabnya tentu saja BELUM PASTI. Apakah semua orang kaya di Indonesia adalah muslim? Tentu saja tidak! Lalu orang kaya beragama non muslim tak akan terkena "dosa" bila tidak menurut fatwa MUI sebab istilah pengertian halal/haram kemungkinan besar berbeda antara muslim dan non muslim.
Wah, rasanya kok ya ga akan habis menulis tentang kondisi ekonomi Indonesia sekarang ini, apalagi buatku yang hanya mengerti sedikit tentang perekonomian nasional. Tapi tak apalah, tulisan sederhana yang jauh dari kesempurnaan ini sudah cukup untuk menjadi tempat mencurahkan isi hati terhadap apa yang sedang terjadi di Indonesia sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H