“Sebutkan minimal 5 jenis pembayaran non tunai yang ada di Indonesia!” Pertanyaan itu diajukan oleh seorang petugas dari Bank Indonesia.
Beberapa orang anak muda yang ada di sekitarnya mengangkat tangan, satu per satu dari mereka juga ditunjuk oleh si penanya. Tapi sampai orang ketiga, tidak ada jawaban yang benar. Iseng saya mengangkat tangan dan si penanya mempersilakan saya menjawab.
“T-Cash dari Telkomsel, Sakuku dari BCA, Flazz dari BCA juga, Brizzi dari BRI dan e-money dari Mandiri,” dengan mantap saya menjawab.
“Yak benar!” kata si penanya. Dengan wajah sumringah dia lalu menyodorkan sebuah kartu e-money berwarna-warni dengan logo bank Mandiri dan Indomaret ke tangan saya. Lumayan, kartu e-money dengan isi Rp.50.000,- bisa saya bawa pulang.
Kejadian itu berlangsung tanggal 15 November yang lalu. Kebetulan saya memenuhi undangan Kompasiana yang sedang menggelar acara Goe To Campus dengan tema sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai bekerjasama dengan Net TV dan Bank Indonesia. Acaranya digelar di auditorium Amanagappa kampus Universitas Negeri Makassar, Jln. Pendidikan tidak jauh dari Jln. Andi Pangerang Pettarani.
Saya tiba ketika acara baru saja dimulai. Di halaman auditorium beberapa mobil dan stand dengan logo bank dan operator telekomunikasi. Lengkap dengan banner dan segala macam produk yang mereka promosikan. Di salah satu bagian, stand Bank Indonesia menampilkan sepintas sejarah uang tunia di Indonesia sejak jaman awal kemerdekaan sampai sekarang.
Di dalam ruangan, sekitar 1000 orang sudah berkumpul. Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa. Saya sudah tidak kebagian tempat duduk di bagian bawah, jadilah saya duduk di bagian atas yang ternyata justru memberikan pemandangan yang lebih nyaman.
Sejak tahun 2014, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia memang sudah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Gerakan ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan beragam metode pembayaran non tunau dan menekan transaksi non tunai.
Tapi kenapa pembayaran non tunai harus digalakkan? Dari pemaparan hari itu setidaknya inilah beberapa alasannya:
- Mudah dan Aman. Dengan non tunai, beragam transaksi akan jadi lebih mudah karena kita tidak perlu merogoh kocek, mencari lembaran rupiah atau kepingan uang logam. Selain itu transaksi dengan non tunai juga lebih aman karena kita bisa mengontrol dengan tepat jumlah yang dikeluarkan.
- Praktis dan efisien. Oh tentu saja, dengan uang non tunai kita tinggal menyodorkan kartu atau aplikasi di telepon pintas dan transaksi bisa langsung dilakukan.
- Lebih higienis. Anda tahu uang tunai yang sekarang sudah ada di tangan Anda telah melewati berapa tangan sebelumnya? Yakinkah kalau dari sekian banyak tangan-tangan itu semuanya masih steril? Tentu tidak bukan? Nah, dengan pembayaran non tunai, risiko kurang higienisnya uang tunai bisa ditekan.
- Menekan peredaran uang palsu. Iya dong, kan sudah non tunai yang artinya kita terhindar dari kemungkinan menggunakan uang palsu.
- Meningkatkan perekonomian negara. Nah ini yang sebenarnya jadi alasan paling kuat. Dengan semakin tingginya penggunaan uang non tunai, pemerintah bisa menghemat banyak sekali biaya operasional pencetakan, distribusi dan pemeliharaan uang tunai. Selain itu, penggunaan uang non tunai juga akan semakin meningkatkan perekonomian negara yang pada akhirnya diharapkan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Saya sendiri sebenarnya sudah akrab dengan uang non tunai. Di dompet sudah ada beberapa kartu yang biasa saya jadikan alat untuk bertransaksi. Ada kartu debit dari beberapa bank, ada kartu kredit, ada juga flazz dan e-money dari BCA dan Bank Mandiri. Selain itu di handphone sendiri ada beberapa aplikasi yang juga berfungsi sebagai uang elektronik atau setidaknya memperlancar transaksi.