Mohon tunggu...
IPul Gassing
IPul Gassing Mohon Tunggu... lainnya -

Blogger dari Makassar | punya web sendiri di http://daenggassing.com | pengguna aktif media sosial | sedang belajar menulis, motret dan desain grafis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Arsyad, Semangkuk Bakso dan Kebebasan

26 Februari 2014   22:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:26 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393403539503680553

[caption id="attachment_297487" align="aligncenter" width="500" caption="Arsyad sesaat sebelum menjalani pemeriksaan"][/caption]


Hanya karena status BBM, Arsyad harus berurusan dengan hukum. Sekali lagi UU ITE Pasal 27 Ayat 3 memakan korban. Hari ini Arsyad, mungkin besok kita korban selanjutnya.


"Sepertinya saya betulan ditahan hari ini.." Kata pria itu. Meski bibirnya menyunggingkan senyuman, tapi dia tidak bisa menutupi raut ketegangan di wajahnya. Sejurus kemudian dia sibuk dengan telepon genggamnya, mengirim pesan dan menelepon beberapa orang. Sayup-sayup saya mendengar dia mencoba menenangkan lawan bicaranya di seberang sana, entah siapa.

Lelaki itu bernama Arsyad, usianya 28 tahun dengan tubuh tinggi tegap dan rambut cepak rapi. Arsyad tiba-tiba jadi perbincangan beberapa bulan belakangan ini terkait masalah yang membelitnya. Masalah yang membuatnya sempat mendekam di tahanan polisi selama 7 hari dan sekarang bersiap untuk ditahan lebih lama. Beberapa jam setelah kalimat pembuka di atas dia benar-benar ditahan kejaksaan. Saya menyalaminya di ruang pemeriksaan, menepuk pundaknya dan mencoba memberinya semangat. Dia tersenyum lebar tapi saya tahu hatinya gundah.

Malam sebelumnya di sebuah warung kopi di bilangan Pettarani kami bertemu untuk pertama kalinya. Saya datang sebagai wakil dari SafeNet, sebuah jaringan yang fokus memberi bantuan untuk korban pasal 27 ayat 3 UU ITE yang sekaligus juga berusaha keras agar pasal itu dienyahkan. Arsyad datang dengan kemeja lengan panjang yang dibiarkan terkancing di pergelangan tangan, dia lebih muda dan lebih tinggi dari yang saya bayangkan. Dalam hati saya mengutuki foto dirinya di laman berita daring yang sempat menipu saya.

Arsyad atau lengkapnya Muhammad Arsyad ternyata juga lebih ramah dari yang saya bayangkan. Hanya butuh beberapa menit sebelum kami akhirnya bisa ngobrol layaknya kawan lama yang baru bertemu kembali.

"Kasus saya ini kental nuansa politisnya." Kalimat itu meluncur dari bibirnya. Saya menakar kehati-hatian di sana, dia tak mau orang salah mengira untuk kasusnya. Permulaan yang bagus, setidaknya saya menangkap kejujuran dari pria ini. Dia tidak berusaha menutup-nutupi fakta kalau kasusnya memang berhubungan dengan kotornya intrik dunia politik. Tapi saya tidak peduli, saya dan teman-teman di SafeNet tidak ada urusan dengan politik. Urusan kami hanya soal kebebasan berekspresi sesuai hak asasi manusia.

Dengan sebatang rokok Gudang Garam International di tangannya, dia mulai bercerita. Arsyad berawal sebagai aktivis anti korupsi, dia pernah aktif di Garda Tipikor dan bahkan pernah hampir magang di ICW (Indonesian Corruption Watch). Sebagai aktivis sudah banyak kegiatan yang dia gelar termasuk beberapa kegiatan yang bersifat edukasi. Semuanya bernuansa anti korupsi. Sampai kemudian suatu hari dia memutuskan untuk terjun ke dunia politik. "Saya tidak bisa hanya berteriak dari luar, saya mau mencoba mengubah dari dalam." Katanya. Dan terjunlah dia ke partai pohon beringin kuning bekas penguasa orde baru itu.

Keputusannya itu mengantarnya pada ragam intrik yang mungkin tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Menjelang pemilihan walikota Makassar 2013 kemarin partai Golkar terpecah. Secara resmi mereka mengusung pasangan Supomo Guntur dan Kadir Halid sebagai calon walikota dan wakil walikota, tapi beberapa saat menjelang penutupan pendaftaran calon walikota dan wakilnya tiba-tiba muncul nama Irman Yasin Limpo yang berpasangan dengan Busrah Abdullah.

Bukan Busrah yang jadi masalah, tapi Irman Yasin Limpo. Dia ini adik kandung Syahrul Yasin Limpo, ketua DPP Golkar Sulsel dan juga aktif sebagai kader partai pohon beringin. Golkar terpecah, suara mereka tidak bulat lagi. Secara resmi ada pasangan Supomo Guntur dan Kadir Halid, tapi adik sang ketua juga punya massa. Arsyad memilih kubunya, dia berdiri di kubu Irman Yasin Limpo dengan tugas khusus memecah suara Golkar dari dalam. Semua demi kepentingan politik. Langkahnya jelas mengundang rasa tidak suka dari kubu Supomo dan Kadir Halid. Arsyad dianggap penghianat yang mengobrak-abrik kekuatan beringin dari dalam.

Puncaknya suatu hari di bulan Juni 2013. Tepatnya 24 Juni 2013, kala itu Arsyad hadir di Celebes TV sebagai narasumber dalam acara obrolan yang membahas tentang hawa panas pemilihan walikota Makassar kala itu. Di tengah acara segerombolan orang memaksa masuk studio dan memukuli Arsyad kala kamera masih menyala dan pemirsa di rumah masih menyimak tayangannya. 5 orang ditetapkan sebagai tersangka, mereka berdalih memukul Arsyad karena benci pada sang penghianat. Tapi masalah belum selesai sampai di situ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun