Mohon tunggu...
IPul Gassing
IPul Gassing Mohon Tunggu... lainnya -

Blogger dari Makassar | punya web sendiri di http://daenggassing.com | pengguna aktif media sosial | sedang belajar menulis, motret dan desain grafis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengeluh di Facebook, Yusniar Kena 'Ciduk'

14 November 2016   07:28 Diperbarui: 14 November 2016   09:15 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UU ITE utamanya pasal 27 ayat 3 memang sudah lama dikritisi oleh banyak pihak karena dianggap sebagai pasal karet. Siapa saja boleh menafsirkannya sesuka hatinya karena memang tidak ada indikator yang pas untuk menunjukkan individu sebagai “korban pencemaran nama baik.”

Pelapor hanya menggunakan perasaan sebagai indikator bahwa nama baiknya telah dicemarkan. Sangat disayangkan, padahal jika memang pelapor merasa nama baiknya dicemarkan, pelapor harus memberi bukti semisal; karir yang terhambat karena nama baik yang dicemarkan, atau bisnis yang mandeg karena adanya pencemaran nama baik. Melapor hanya dengan menggunakan perasaan tentu sangat sulit untuk diukur. Siapa yang bisa mengukur perasaan orang lain?

Undang-undang No.11 tentang ITE memang baru saja mengalami revisi yang disahkan oleh DPR yang bekerjasama dengan pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika tanggal 27 November 2016. Namun, revisi UU ITE ini masih dianggap sebagai revisi setengah hati.

Desakan untuk mengapuskan pasal 27 ayat 3 UU ITE ternyata tidak diwujudkan, pasal tersebut hanya mengalami penurunan jumlah ancaman penjara. Dari 6 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara dan dari denda Rp.1 miliar menjadi Rp.750 juta.

Meski revisi ini juga memasukkan beberapa penjelasan mendetail tentang bagaimana penjelasan atas pidana pencemaran nama baik seperti yang termaktub di pasal 27 ayat 3 UU ITE, namun beberapa aktivis dan pengamat mengaku masih pesimis. Bagaimanapun menurut mereka, UU ITE utamanya pasal 27 ayat 3 masih dianggap rawan disalahgunakan oleh para pejabat atau penguasa yang memang ingin membungkam warga dan menjaga kuasanya.

Yusniar menjadi korban paling mutakhir dari pasal karet itu. Di belakangnya mungkin saja akan lebih banyak lagi korban-korban lainnya yang berjatuhan. Selama pasal 27 ayat 3 UU ITE belum dihapuskan, siapa saja bisa jadi korban. Hari ini Yusniar, besok entah siapa lagi. [dG]

Catatan: beberapa kalangan warga yang bersimpati pada Yusniar berinisiatif membuat petisi agar pejabat berwenang melepaskan Yusniar dari segala tuntutan dan secepatnya memproses kasus perusakan yang dilakukan oleh Sudirman Sijaya. Tautan petisi bisa dilihat di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun