[caption id="attachment_346589" align="aligncenter" width="620" caption="Cincin dengan bercak bergambar samurai"][/caption]
Lelaki itu mengeluarkan sebatang rokok lalu menggosok bagian filternya ke batu cincin yang dia kenakan. Semenit kemudian lelaki berbadan ceking dengan kumis melintang itu mulai menikmati isapan pada rokoknya. Wajahnya tersenyum dan kemudian berkata, “Coba ki, gosokki rokokta di cincinku.”
Saya mengikuti sarannya, mengeluarkan sebatang rokok dan menggosokkannya di batu cincin berwarna hitam di jari kanannya. Semenit kemudian rokok itu sudah saya bakar, rasanya memang berbeda. Nyaris tidak ada rasa nikotin sama sekali, hambar.
“Batu ini batu Hajar Jahannam, memang bisa menurunkan kadar nikotin dalam rokok. Bisa juga dipakai untuk ini.” Katanya sambil memasukkan ibu jarinya di antara jari telunjuk dan jari tengah. Saya tertawa, dia juga tertawa.
Lelaki itu bernama Udin, saya perkirakan usianya di atas 40 tahun. Sore itu kami bertemu di sebuah lapak sederhana di bilangan Jl. Tun Abdul Razak, sambungan Jl. Aroepala tidak jauh dari sebuah perumahan mewah. Pak Udin hanya satu dari sekian lelaki yang sore itu berkumpul di lapak sederhana milik pasangan Mia dan Nas. Lapak itu menjajakan beberapa jenis batu cincin yang sudah dipoles dan siap dipasang di cincin. Selain itu ada beberapa cincin juga dan bongkahan batu mentah yang belum dipoles.
Dalam beberapa bulan belakangan ini fenomena batu cincin memang seperti sangat dahsyat, sangat mudah menemukan orang-orang yang asyik berbincang tentang batu, sebagian besarnya adalah para pria. Beberapa tahun sebelumnya cincin dengan batu alam di atasnya hanya lekat dengan para dukun atau paling tidak orang tua dengan selera fesyen yang ketinggalan jaman. Tapi tidak sekarang, cincin dengan batu alam sudah jadi kegemaran orang yang lebih muda bahkan para wanitapun mulai meliriknya.
Batu dan Cerita di Belakangnya.
“Dulu istri saya juga tidak suka, tapi sekarang dia sudah minta saya mencarikan cincin batu untuk dia. Anak saya juga sudah mulai ikut-ikutan kalau lihat saya menggosok batu.” Kata Akbar, seorang lelaki 30an bertubuh atletis.
Akbar mengaku punya 29 batu cincin, dua di antaranya adalah batu favoritnya. Salah satunya adalah batu Bacan Obi yang ditunjukkannya ke saya. Di atas batu itu ada bercak yang menurut Akbar sangat mirip dengan gambar seorang samurai yang duduk bersimpuh dengan pedang di tangannya. Saya mengamati cincinnya, dengan pengamatan detail ditambah sedikit fantasi bercak itu memang terlihat seperti siluet seorang samurai dengan pedangnya.
Akbar bercerita, cincin itu adalah pemberian dari mertuanya yang sudah ada sejak istrinya masih kecil. Dulu bercak di batu cincin itu belum seperti sekarang, Akbarlah yang memolesnya sehingga bercaknya makin terlihat dan makin mirip dengan samurai yang sedang duduk. Kata Akbar batu itu juga pernah ditawar orang seharga Rp. 800.000,- ketika dia hendak mengganti cincin pengikatnya di Masjid Al Markaz Al Islami.
“Tentu saja saya tolak, cincin ini pemberian mertua saya dan saya benar-benar menyukainya.” Katanya sambil menggosok cincin di tangannya.
Harga Rp. 800.000,- tampaknya harga yang cukup tinggi tapi tunggu dulu, seorang dari lelaki yang sedang berkumpul sore itu bercerita kalau beberapa waktu yang lalu sebuah cincin dengan batu alami terjual seharga Rp. 2 Milyar. Sulit memastikan itu hanya cerita dari mulut ke mulut atau memang benar terjadi, tapi kata si pria cincin itu berharga mahal karena corak batunya menggambarkan sosok Nyi Roro Kidul, penguasa Laut Selatan.
Seorang yang lain menimpali, sebuah batu cincin di Makassar terjual seharga Rp. 50 juta karena polanya menyerupai lukisan wajah Sultan Hasanuddin. Sekali lagi cerita ini masih sulit dipastikan karena menurut pengalaman cerita seperti ini memang sering beredar dari mulut ke mulut tentu saja dengan beberapa tambahan.
Tapi mungkin ada benarnya juga melihat antusiasme para penggemar batu yang sama dengan antusiasme pehobi yang lain. Mereka bisa saja kehilangan logika kalau bicara tentang hobi, apalagi batu yang disisipi cerita supranatural yang mungkin saja benar, mungkin juga tidak.
Akbar sendiri mengaku kalau dia sama sekali tidak percaya pada cerita-cerita seperti itu. Baginya cincin dengan elemen batu sebagai hiasan hanya berfungsi seperti fesyen, sama dengan baju, celana dan sepatu yang dikenakan. Lelaki yang lain juga menimpali, sama seperti Akbar dia juga mengaku tidak percaya pada cerita takhyul di belakang cincin batu. Meski begitu mereka percaya kalau cincin batu bisa menambah rasa percaya diri mereka, persis seperti efek dari pemilihan elemen fesyen yang tepat.
Sekira setahun belakangan ini cincin dengan batu-batuan di atasnya memang semakin populer di Makassar dan beberapa kota lain di Indonesia. Batuan mineral dan fosil ini menjadi topik pembicaraan paling popular ketika dua atau lebih pria berkumpul, apalagi jika salah satu dari mereka adalah penggemar batu. Di beberapa forum jual beli yang saya ikutipun terlihat jelas bagaimana fenomena batu ini menjadi salah satu komoditi paling laku diperjualbelikan.
Kata seorang teman ini seperti teori kehidupan, dari jaman batu kembali ke jaman batu. Benar juga, sekarang seakan-akan kita kembali ke jaman batu, jaman dimana orang begitu nyaman dan bersemangat mengobrolkan batu. Entah sampai kapan. [dG]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H