Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu Abad Gendhon Humardani: Sang Perajut Perbedaan

26 September 2024   19:49 Diperbarui: 27 September 2024   17:45 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan karya Paul Hendro Input sumber gambar

Gurat-gurat pisau paletnya serupa kumpulan metrum tetrasilabel. Lihat dengan seksama. Goresan pisau palet-tehnik melukis yang diterapkan Paul Hendro. Paul Hendro tidak menggunakan kuas untuk efek arsir terang gelap dalam memunculkan kedalaman dimensi secara visual. Paul sepenuhnya menggunakan pisau palet dan cat di atas kanvas dalam melukis potret. Goresan dari pisau paletnya adalah kuatrin atau oktaf.
 
Paul Hendro menggambarkan karakter Gendhon Humardani dengan sangat rinci dan telaten. Menghadirkan ketegangan dan mencapai efek retoris. Mengomposisikan sosok Gendhon Humardani dengan chiffer-chiffer itu menjadi sebuah kombinasi yang padu di dalam sebuah lukisan. Di situlah rahasia dari "Ekspresi momen estetik". Begitu keseluruhan atau beberapa chiffer itu dikombinasikan secara "serentak" dengan piawai oleh paul Hendro, maka setiap chiffer akan membuka kian besar "rasa ambang" dalam diri manusia, membuka pelbagai pintu transendensi.

Itulah "permainannya". Dan hampir semua lukisan-lukisan kuno yang menggambarkan sosok-sosok yang dianggap suci atau dongeng-dongeng rakyat atau mitologi atau puisi-puisi epik atau prosa-prosa klasik atau puisi-puisi modern dunia yang terus dibaca hingga saat ini telah menggunakan strategi dengan bertumpu pada kuasa dari kuatrin atau oktaf-chiffer-chiffer itu.

"Lalu,bagaimana dengan lukisan karya Paul Hendro yang berjudul "Treatment of the Ozon'e Layer?" tanyanya lagi. Saya ingat, lukisan itu menampilakan efek visual dengan tekstur retakan, sobekan kanvas dan jahitan antar kanvas yang sobek atau bolong. Saya juga teringat "Bedhaya Durodasih", sebuah tarian yang menggambarkan keindahan dan kesakralan hubungan antara manusia dan alam semesta. Tarian dengan gerakan yang lembut dan penuh makna, mencerminkan filosofi hidup Gendhon Humardani yang selalu mencari keseimbangan dan harmoni.

Karya itu tentang keniscayaan matinya matahari dan pengetahuan tentang hal tersebut-menghasilkan keajaiban dan apresiasi atas apa yang ada melalui kesempatan dan potensi (alam semesta yang bertugas menahan napas dan mengeluarkan embusan panjang) agar kehidupan tidak jatuh ke dalam kondisi desultory, keadaan nihilisistik, atau kondisi kepanikan eksistensial. Kontruksi narasi yang Paul sampaikan memang dirancang untuk membangun argumen toleologis kepada penikmatnya agar menjadi jelas, gamblang meskipun rumit dipahami, konseptual.

Apatah ini brainwash atau bukan. Dan bahkan pembedahan diri untuk menyelidiki keadaan, kesadaran. Karyanya tampak menjadi ekspresi visual dari analogi pencipta waktu. Fakta bahwa alam semesta-Nya terbatas, terbatas dengan cara tertentu sekali lagi memperkuat analogi itu. Mungkin alam semesta sendiri yang tampaknya tak terbatas tetapi terbatas pada artefak, dan tindakan untuk membawanya ke dalam kenyataan juga mengarah kepada musnahnya karena entropi yang menyatu kejalinan realitas.

Inti dari esensi terjadinya kebolongan lapisan ozon adalah bukan hanya kematian individu yang berkenaan dengan mahluk sapien, tetapi juga kematian alam semesta itu sendiri melalui masalah pembusukan entropik. Manusia mati tetapi mati membawa pengetahuan-baginya alam semesta telah mati. Tetapi semua pengganti peran yang telah pergi hanya diberi kesempatan bernapas tidak panjang dan waktu yang sebentar. Tetapi, ketika manusia dapat memanfaatkan waktu dan bernapas, maka upaya dalam melakukannya adalah mengangkat dan memuliakan hidup, mewariskan pengetahuan. Paul menghadirkan itu melalui karyanya.

Menikmati karya seni, seperti menangkap sebuah gema. Makna inti yang dimaksudkan seniman, justru tersimpan dalam momen estetiknya seperti pantulan lirih, bukan pada lengking yang terdengar. Sama halnya memahami sebuah tarian klasik "Gambyong Pareanom", yang telah dimodifikasi dengan sentuhan modern dan "Bedhaya Ketawang", tarian sakral yang telah direvitalisasi Gendhon Humardani dengan elemen-elemen baru tanpa menghilangkan esensi tradisionalnya. Karya-karya ini tidak hanya menampilkan keindahan gerak, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan mendalam tentang kehidupan dan kebudayaan.

-- Paul Hendro (56), adalah pelukis senior asal Madiun, yang kerap memenangkan penghargaan nasional dan internasional. Pelukis terbaik ASEAN Philip Morris (2003), Golden Pallette Award (2005), Best Jayakarta Art Award (2006).Kini mengembangkan gaya moderen nostalgia, yang mencampurkan dimensi ruang (interior) dan waktu (memory) dalam satu kesatuan visual. Pameran tunggalnya yang berkelanjutan tentang " To Build The World A New" berdasarkan pidato Bung Karno di PBB 1960, membuka langgam baru dalam tradisi visual Indonesia.

-- Ipon Semesta, ketua Persegi (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Pasar Seni Ancol 26 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun