Mohon tunggu...
Ipon Bae
Ipon Bae Mohon Tunggu... profesional -

Ipon Bae adalah seorang penulis lepas, Pegiat bahasa daerah dan budaya lokal.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kisah Nyi Vinon dari Pabrik Gula

4 September 2010   18:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:27 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul: Sastra pranikah Penulis: Nyi Vinon Sketsa isi: Nyi Vinon Penerbit: Daun Buku Cetakan: Mei 2009 Tebal: 400 halaman

Maka menulislah Nyi Vinon. Buku yang menawarkan kata awal "sastra" bukan berarti buku ini sebagai karya sastra, tetapi sebuah otobiografi dari seorang perempuan dari keluarga besar staf Pabrik Gula, Tersana Baru di Kabupaten Cirebon bernama Vinondini Indriati. Nyi Vinon, demikian dia menyebut dirinya, menuliskannya dari tetesan gerbong kenangan tempo dulu.

Rindu akan masa lalu tergambar dalam sketsa-sketsa futuristik karya Nyi Vinon. Ketika Nyi Vinon menjadi kenek angkot pertama di Cirebon. Nyi Vinon kecil mengasuh adik dengan mengotel becak. Nyi Vinon yang bangga dengan penyakit panunya, mengumbar rasa marahnya. Semua dikemas dalam sampul biru toska kuda buraq. Ini juga mengingatkan tentang dunia spiritual yang membahas perkembangan sejarah Rasul Muhammad.

Bentuk buku yang unik, berukuran 10 x 10 sentimeter, dan tata letak cerita begitu menggoda untuk memasuki dunia kecil Nyi Vinon. Gaya bahasa, skema cerita, yang dituturkan santai, nakal, imajiner dan apik. Nyi Vinon mengungkap selubung trah, konsep sejarah sebuah keluarga. Menuliskannya dengan renyah tapi penuh makna filosofis. Nyi Vinon menuliskan risalah tidak hanya menegaskan suatu "kehadiran" tetapi juga "ketidakhadiran".

Apa yang diceritakan Nyi Vinon, semua ringkas, jelas. Nyi. Vinon mewakili gambaran masa pencarian seorang wanita atas eksistensi makna kehidupannya. Perkara identitas, Nyi Vinon mendefinisikan bahwa keluarga dapat dikenali ciri-ciri fisik, dan sifat-sifatnya. Identitas, atau definisi diri-dengan ciri-ciri dan sifat-sifat yang jelas membantu seseorang yang sedang mengalami disorientasi. Pada akhirnya akan memilih dengan siapa, atau ke dalam kelompok mana ia akan bergabung. Pencitraan diri yang secara sosial, politis dan ideologis jelas. Ini proses inkubasi pencarian sosio-kultural yang tak selalu mudah, di dalam masyarakat atau keluarga manapun.

Memang tidak mudah menampilkan "garis keturunan" yang substantif cuma lewat tulisan pada buku ini. Sebagai konsep, "kekeluargaan" itu perkara tafsiran, dan tiap tafsiran berdiri diatas bayangan atau citra (politis, relegius, kultural, ideologis) dibentuk dalam kontruksi kesadaran akan "trah". Kesadaran biasanya dipe-ngaruhi pujian, kekaguman, rasa hormat , atau sebaliknya: kecurigaan, kedengkian dan rasa benci mendalam. Dengan demikian, bila menilai bahwa segala "trah" itu "socially contructed", maka harus disadari bahwa kontruksi itu bersifat subjektif, dan dibatasi kepentingan "ke-aku-an, atau "ke-kita-an", tanpa pernah menyertakan kepentingan lain yang disapa "mereka", atau "yang lain". Akibatnya bila sejak kecil kontruksi kesadaran yang sudah terbentuk pada diri sese-orang mengatakan bahwa "kekeluargaan" itu tandanya harus sedarah dari rahim yang satu.

Mungkin dari rahim yang berbeda akan menafsirkan ikatan darah itu cermin kedalaman sedulur papat lima pancer. Dan pengejawantahan sedulur papat lima pancer dalam hidup, jelas akan kecewa pada keluarga yang hanya menampilkan keistimewaan trah, dengan simbol luar yang dangkal. Ia akan menuntut ekspresi ikatan darah dan trah yang lebih mendalam, lebih esensial, lebih esoterik. Sebab selain kerangka atau konsep, kekeluargaan pun punya jiwa, dan kedalaman tak terukur. Trah, citra atau keluarga dinamik , yang akan memberinya api ikatan darah, bukan abu sedulur pa-pat lima pancer yang statis dan beku. Membaca buku yang gaya bertuturnya renyah dan akrab, tidak sekedar menyusuri otobiografi seorang wanita bernama Nyi Vinon, tapi juga bisa mempelajari berbagai macam konsepsi pemikiran yang terlintas selama perjalanan panjang kehidupan manusia.

(Ipon Bae, pemerhati sosial budaya Cirebon)***

Harian umum pikiran rakyat Bandung 1 Juli 2010 http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=146741

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun