Mohon tunggu...
Ipom
Ipom Mohon Tunggu... Insinyur - Seseorang yang berakting menjadi penulis

Seseorang yang berakting menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Negara Bubar, Engkau Meniada, Aku Tiada

27 April 2018   08:07 Diperbarui: 27 April 2018   09:31 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir setengah abad Cak Chiku tertidur dibawah pohon belimbing. Bukannya tak ada yang peduli dengan Cak Chiku, mendekatinya saja bisa dipastikan orang itu akan gosong terbakar tanpa sisa. Raksasa di dalam tubuh Cak Chiku sedang bangkit dan tidak terkendali. Hawa panas mengelilingi tubuh Cak Chiku yang sedang terbaring tidur pulas.

Mat Midi, sahabat karibnya, hanya bisa mengamati dari kejauhan. Terkadang Cak Chiku menari-nari menirukan jurus mabuk, kadang keluar asap dari mulutnya yang berbentuk huruf O. Mat Midi sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh Cak Chiku, tapi masih ada orang yang nekat untuk mendekati dan membangunkannya, akibatnya, api besar menyala-nyala seperti kebakaran sumur minyak tradisional itu.

Fenomena negara akan bubar tahun 2030 pun tak berhasil membangunkan Cak Chiku, biasanya, kalau ada fenomena seperti ini, Cak Chiku tidak akan tinggal diam dan pasti ikut meramaikan. Biasanya tiap sore sampai malam, Mat Midi membacakan koran yang dipungut dari sampah depan rumah. Dengan nada ala-ala pembicara berita, Mat Midi membacakan koran yang tiap harinya isinya tentang perkembangan pertarungan pemilihan kepala desa.

Ketika sampai pada topik "Negara bubar", Mat Midi seperti terhenyak, ada sebuah jeda yang menyebabkan Mat Midi tak bisa melanjutkan membaca koran sore itu. Mat Midi teringat saat-saat kepergian Malaikat Kecil. Apa jangan-jangan Malaikat Kecil sudah tahu kalau di desa ini akan diserbu Tenaga Kerja Asing, atau sudah tahu kalau hutang desa ini akan membengkak dan akan dibebankan ke warga desa.

Atau jangan-jangan Malaikat kecil sudah bisa memprediksi kalau akan ada "partai setan" dan "partai Allah" di desa ini, kan kalau masih disini, pasti Malaikat Kecil pasti dijadikan duta dan tim sukses nya salah satu partai itu, atau bisa-bisa dijadikan calon kepala desa, nanti kan kasihan si bapak penunggang kuda itu jadi bertambah pesaingnya.

"Ah, pikiranku kok jadi kemana-mana. Sang Raksasa mulai tak terkendali, hanya Malaikat Kecil yang bisa mengendalikannya", gerutu Mat Midi.

"Kenapa Engkau harus pergi, kemana Engkau pergi, dan sampai kapan Engkau pergi dan kapan Engkau akan kembali wahai Malaikat Kecil.....
"Tahukah Kau, Malaikat Kecil, aku tahu Engkau punya kehendak sendiri, aku tahu desa ini juga nggak bakalan bubar kalau Engkau meniada.....
"Tapi...tapi...tapi....." Mat Midi tak bisa melanjutkan kata-katanya.

"Percayalah, Tak peduli akan jarak dan waktu, hanya sebuah jeda, skenario semesta akan berbicara, yang pergi pasti akan kembali..."

"Biarlah Sang Raksasa menikmati kebebasannya, Biarlah yang punya tubuh menjadi tiada, hanya untuk sementara"
"Karena tanpa Sang Raksasa, Malaikat Kecil takkan pernah ada"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun