Hidup ini untuk perubahan, mungkin kalimat tersebut sering sekali kita dengar akhir-akhir ini. Hal tersebut memang benar adanya, dengan seiring berjalannya waktu banyak hal berubah banyak hal yang tergeser, termodifikasi bahkan diganti karena tidak sesuai atau tidak cocok lagi untuk diterapkan pada kondisi saat ini. Tidak ketinggalan dengan teori belajar juga mengalami pergeseran yang dilakukan untuk menemukan dan menuju teori yang dianggap paling cocok dan paling baik untuk digunakan.
Kita mulai dari teori behaviorisme, teori ini menganggap bahwa yang membentuk perilaku individu hanyalah pemberian stimulus dan respons-respons sehingga nantinya akan menjadi kebiasaan yang dikuasai individu, tanpa memandang adanya kecerdasan, bakat dan minat yang dikuasai individu. Hal ini digeser oleh teori koneksionisme yang memandang bahwa perubahan perilaku memang terjadi karena adanya hubungan antara stimulus dan respon , namun tidak hanya itu para penganut aliran koneksionis memandang bahwa pemberian reinforcement atau konsep penguatan merupakan hal yang penting sehingga dapat menghasilkan penguatan kebiasaan yang berkesan dan menjadikan kebiasaan sederhana akan menjadi kebiasaan yang kompleks tanpa melupakan kebiasaan yang diperoleh dahulu (tetap terhubung).
Tanpa disadari kedua teori diatas sama sekali tidak memandang kecerdasan dan kemampuan seorang individu. Hal inilah yang membuat teori diatas digeser oleh teori kognitivisme, teori yang memandang bahwa yang membentuk perilaku individu adalah kemampuan kognisinya yakni persepsi, sikap dan keyakinan . dimana pada proses penerimaan dan pengolahan informasi mengoptimalkan aspek kognitif individu mengarah pada peningkatan kualitas intelektual individu secara maksimal, sehingga terjadi proses perubahan sikap dan tingkah laku.
Teori kognitivisme akhirnya tergeser dengan adanya teori konstruktivisme yang berhasil menyempurnakan pandangan teori sebelumnya. Para konstruktivis memandang bahwa yang membentuk dan membangun sikap serta perilaku adalah diri individu sendiri. Dimana pengetahuan itu diperoleh sedikit demi sedikit dari pengalamannya dan kemudian di konstruksikan yang selanjutnya diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu sehingga menghasilkan sebuah pengetahuan.
Pada akhirnya muncul teori yang terbaru dan dianggap paling baik saat ini yaitu teori humnisme, teori yang tidak memandang aspek kognitif individu saja namun lebih melihat manusia dari potensi yang dimilikinya dengan pendekatan yang mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Tujuan belajar teori ini yaitu untuk memanusiakan manusia. Teori ini juga menekankan pada proses kesadaran untuk memahami potensi, perbedaan, kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Sehingga individu dapat berkembang seluas-luasnya sesuai keinginan dan kemampuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H